Black Flower [Chapter 9]

black flower 3

 

Author: ree & teetwilight

Genre: AU, tragedy, crime, romance

Rating: PG-15

Length: chaptered

Male Casts:

Jung Yonghwa CN Blue

Lee Jonghyun CN Blue

Kang Minhyuk CN Blue

Lee Jungshin CN Blue

Choi Minho SHINee

Female Casts:

Sulli Choi f(x)

Krystal Jung f(x)

Choi Sooyoung SNSD

Tiffany Hwang SNSD

Suzy Bae (Miss A)

 

Disclaimer: The whole story and characters are fictional and for entertainment purpose only. Any copyright infringement will be punished according to the applicable law.

Previous: Teaser | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8

Note: Karena cast-nya banyak, jadi mohon perhatikan baik-baik setiap POV yang tertera di atas supaya tidak bingung. Gomawo

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Few Days Later

Krystal’s House, Pyeongchang-dong, Jongno-gu, Seoul

9.30 AM

-Suzy’s POV-

“Jadi… hal menarik apa saja yang kulewatkan selama tiga minggu terakhir ini?” tanyaku pada sepasang kekasih─setidaknya aku ingin mereka begitu─di hadapanku ini. Sengaja kupercepat sedikit makanku tadi dan melipat kedua tanganku di depan dada sambil bersandar di kursi, bersikap seolah hendak menginterogasi mereka.

Krystal yang baru saja menyuapkan nasi ke dalam mulutnya nampak terkejut─sekaligus heran─mendengar pertanyaanku. Ia pun saling berpandangan dengan Minhyuk yang duduk persis di sebelahnya.

“…tidak ada.” Jawabnya ragu.

“Jadi, Minhyuk yang menginap disini dan kau yang menginap di rumahnya itu bukan apa-apa? Kenapa kalian tidak cerita apapun padaku?” kuyakin mereka pasti menganggapku terkesan memaksa dan berlebihan. Ah, biarlah. Siapa suruh mereka terus saling gengsi? Seperti masih remaja saja. Jangan salahkan aku kalau malah semakin senang menggoda mereka.

“Menginap di rumah Minhyuk?” lagi-lagi Krystal menunjukkan ekspresi herannya.

“Ssstt!!” Minhyuk langsung menempelkan telunjuknya di bibir dan melebarkan matanya ke arahku. Oh, aku tahu maksudnya.

“Jadi kau tidak tahu? Minhyuk tidak bilang apa-apa padamu?” tanyaku pada Krystal. Sengaja kutunjukkan ekspresi terkejut yang dibuat-buat yang kuyakin membuat Minhyuk semakin kesal.

Krystal menggeleng, kemudian menatap Minhyuk, meminta penjelasan.

Minhyuk mendelik sekilas ke arahku. Ia pasti dendam padaku karena mengatakan hal yang tidak jadi diberitahukannya pada Krystal. Aku hanya bisa menahan tawa saja. Percuma saja Kang Minhyuk, aku sama sekali tidak takut. Harusnya kau berterima kasih padaku.

“Aku memang berniat mengajakmu.” Minhyuk mengusap tengkuknya, kebiasaan yang dilakukannya ketika merasa canggung, “Tapi setelah kupikir-pikir, kau pasti akan menolak karena merasa tidak enak.”

“Oh…” hanya itu yang terucap dari bibir Krystal.

Ya! Kalian belum menjawab pertanyaanku? Jadi Minhyuk terus menginap disini selama aku tidak ada? Jangan-jangan kalian…..” sengaja kugantungkan kata-kataku dan menunjuk mereka berdua bergantian, “Astaga…”

“Hentikan pikiran kotormu itu!” dengus Krystal.

“Aku tidak berpikiran kotor. Kenapa kau berpikiran seperti itu?”

Ya! Kau…”

“Kalian ini… ayolah, ini masih pagi. Tidak bisakah kalian sarapan dengan tenang?”

“Aku sudah selesai.” Jawabku cepat. Kulirikkan mataku ke arah Minhyuk. Aku tahu dia berusaha bersikap tenang untuk menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah. Minhyuk cukup dewasa untuk memahami pembicaraanku dengan Krystal. Sebenarnya aku sangat amat yakin tidak ada ‘sesuatu’ yang terjadi. Hanya ingin menggoda saja.

“Kenapa? Kalian sedang berusaha menyembunyikan sesuatu dariku?” aku masih saja melancarkan aksiku.

“Ya! Bae Suzy!” seru mereka hampir bersamaan. Kompak sekali.

“Hentikan omong kosongmu itu.” Minhyuk meneguk minumannya. Aku hanya terkikik geli. Mereka berdua ini… lucu sekali kalau sedang malu-malu seperti ini.

“Minhyuk memang menginap disini. Tapi tidak setiap hari.” Jelas Krystal akhirnya, “Dan tidak, dia tidur di kamar orangtuaku.” Tandasnya seolah tidak ingin aku bertanya lebih lanjut. Ia pasti tahu aku akan menanyakan apakah mereka tidur sekamar atau tidak.

Aku mengangguk-angguk puas. Puas menggoda mereka lebih tepatnya. Lihat saja, mereka jadi saling diam begitu. Sebenarnya aku iri sekaligus kesal dengan mereka. Orang yang disukai berada di depan mata tapi seolah dibiarkan begitu saja. Sedangkan aku? Aku harus bersusah payah dulu membaca hati orang yang kusukai.

Yah, orang yang kusukai…

“Ng… Minhyuk, boleh aku minta tolong sesuatu?” ujarku setelah keadaan hening selama beberapa saat.

Minhyuk mendongak, “Apa?”

“Apa aku boleh ikut denganmu dan Krystal? Beberapa hari ini saja. Aku hanya akan menumpang sampai Gangnam dan selebihnya naik bus.” pintaku. Aku baru saja keluar dari rumah sakit setelah dinyatakan sembuh kemarin. Meskipun kakiku sudah baik-baik saja, aku masih sedikit takut untuk mengendarai motor lagi. Yah… Mungkin semacam trauma.

Tak butuh waktu lama bagi Minhyuk untuk menerima permintaan tolongku. Ia pasti mengerti alasanku meminta tolong padanya seperti itu. Hitung-hitung aku bisa sedikit menghemat ongkos.

“Kalau begitu lebih baik kita berangkat sekarang saja.” Minhyuk melirik arlojinya. Aku dan Krystal mengangguk, kemudian kami bergegas menuju mobilnya setelah sebelumnya merapikan meja makan.

Tepat setelah aku mencapai pintu pagar, tiba-tiba kudengar suara klakson mobil. Bukan mobil Minhyuk tentu saja, karena laki-laki itu baru berjalan memutar untuk membuka pintunya.

Kutolehkan kepalaku ke arah suara klakson tadi. Sepertinya suara itu berasal dari mobil yang terparkir persis di belakang mobil Minhyuk.

Entah apa yang kumimpikan semalam, kejutan sepertinya datang menghampiriku pagi ini. Aku kenal betul dengan mobil itu. Dan aku kenal betul siapa pemiliknya.

Bugatti veyron hitam.

Lagi-lagi dia membuat kejutan…

Aku tersenyum sambil memandangi mobil tersebut, “Maaf Minhyuk, sepertinya aku tidak jadi ikut denganmu.”

 

***

“Jadi, alasan apa yang akan kau katakan kali ini?” tanyaku dengan tatapan jahil. Jangan bilang dia hanya kebetulan lewat di depan rumah Krystal dan memutuskan untuk mengajakku berangkat bersama. Walaupun mungkin itu tidak berbohong, tapi rasanya kuno sekali.

“Ternyata dugaanku benar kalau kau masih trauma mengendarai motor lagi. Kupikir daripada naik kendaraan umum, lebih baik aku menjemputmu.”

Kupandangi wajah Yonghwa lekat-lekat. Sepertinya dia jujur.

Tunggu. Bolehkah aku merasa bahagia? Setidaknya dia tidak mengatakan apa yang kupikirkan. Keberadaannya disini bukan sebuah kebetulan.

“Kau… sengaja menjemputku?” tanyaku setengah percaya.

Yonghwa mengangguk, “Lagipula kantor kita tidak begitu jauh.”

“Dari mana kau… Ah! Arasseo…” kuurungkan niatku untuk bertanya padanya dari mana dia tahu tempat kerjaku. Aku lupa dia seorang detektif dan sudah mencari tahu identitasku.

“Bisa kita jalan sekarang?” tanyanya.

Aku mengangguk. Bagaimanapun juga kami tidak boleh terlambat sampai ke kantor. Mobil Minhyuk juga sudah pergi lebih dulu tadi.

Selama perjalanan, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak sekali-kali mencuri pandang ke arahnya. Yonghwa terus menyetir dalam diam, membuatku enggan untuk membuka suara.

Oh Tuhan… Aku mulai jengah dengan semua ini. Berusaha membaca dan menebak-nebak isi hatinya membuatku lelah. Aku hanya ingin tahu apa yang dirasakannya terhadapku agar semuanya jelas. Apa dia benar-benar tidak merasakan apa-apa setelah semua yang dilakukannya untukku? Dengan kemampuannya, aku yakin dia tahu perasaanku yang sebenarnya padanya. Tapi kenapa dia memberikan harapan setinggi langit?

“Jung Yonghwa… Kau berhasil membuatku semakin jatuh cinta padamu…”

 

***

Park Cheol Soo & Partners Law Firm, Sogong-dong, Jung-gu, Seoul

11.15 AM

-Author’s POV-

“Suzy-ah, kau serius??”

Suzy yang sedang asyik mengetik di komputer mendongak. Tampak Eun Jung sudah berada tepat di depan meja kerjanya, menopangkan kedua tangannya ke atas meja dan menatapnya dengan penuh minat.

“Serius apa?” tanya Suzy.

“Menolak permintaan klien waktu itu. Kau serius?” Eun Jung menggerak-gerakkan map biru di tangannya pada Suzy. Ia masih tak habis pikir kenapa gadis itu menolak permohonan klien untuk menjadi pengacaranya. Asal tahu saja, bayaran yang ditawarkannya jauh melebihi bayaran klien-klien biasa, bahkan bisa dibilang fantastis.

“Yah…” jawab Suzy acuh tak acuh. Pandangannya masih terfokus pada layar monitor dihadapannya.

“Kenapa? Kau tahu kan, bayarannya sangat… menggiurkan…” Eun Jung menarik kursi dan menempatkannya di depan meja Suzy, kemudian duduk di atasnya, “Kau bisa langsung membeli apartemen, jadi tidak perlu menumpang di rumah temanmu lagi.”

Mendengar penuturan Eun Jung, gerakan tangan Suzy berhenti. Ia lalu menatap wanita dihadapannya itu lurus-lurus, “Aku tidak bekerja semata-mata untuk uang, nona Ham Eun Jung. Dan kurasa aku tidak pernah mengatakan aku ingin keluar dari rumah temanku dan tinggal sendirian di apartemen.”

Eun Jung terdiam, menyadari kata-kata yang dilontarkannya tadi sedikit menyinggung perasaan Suzy, “Mianhae… Lalu, apa alasanmu sebenarnya? Aku masih tidak mengerti. Kau bisa diandalkan, Suzy. Dia tahu kemampuanmu makanya memaksamu menjadi pengacaranya.”

“Aku hanya tidak ingin terlibat dalam kasus besar.” Jawab Suzy tegas.

“Mwo? Aneh sekali kau ini. Jika kau ambil pekerjaan ini dan kau menang, prestasimu akan semakin meningkat dan namamu akan semakin terkenal.”

“Aku bisa menimbang-nimbang permohonan klien mana yang sebaiknya kuambil dan sebaiknya tidak kuambil. Aku sudah memikirkannya dengan matang, Eun Jung-ah. Dan kurasa ini keputusan yang tepat.” Suzy memutar kursinya kembali menghadap ke arah komputer, “Kalau kau mau, ambil saja.”

Eun Jung memutar bola matanya, “Kalau orang itu mau, pasti kuambil.”

Suzy hanya tersenyum singkat. Ia hanya ingin percakapan ini segera selesai. Entah kenapa ia sama sekali tidak ingin mengungkit masalah penolakannya itu. Tentu saja Eun Jung berkata begitu karena ia tidak tahu. Setelah membaca dokumen milik klien itu, menolaknya dirasa lebih mudah ketimbang menerimanya.

***

Seoul National University Hospital, Gangnam-gu, Seoul

2.35 PM

-Author’s POV-

“Sebenarnya apa yang terjadi pada wanita itu?” tanya Krystal pada Minhyuk begitu mereka baru saja keluar dari salah satu kamar pasien. Jika sedang senggang, Krystal suka ikut mengamati pasien-pasien Minhyuk yang dianggapnya ‘ajaib’ itu. Membantu membawakan nampan makan siang, misalnya. Seperti yang dilakukannya barusan. Krystal sengaja menggantikan tugas perawat untuk melakukan hal itu.

“Skizofrenia.” Jawab Minhyuk cepat. Krystal mengernyitkan dahi.

“Penyakit yang membuat penderitanya sering berhalusinasi dan menciptakan dunianya sendiri.” Lanjut Minhyuk, “Sudah hampir enam bulan dia dirawat disini. Dia adalah ibu satu anak yang mulai mengalami gejala skizofrenia setelah ditinggal suami dan anaknya.”

Krystal mengangguk-angguk. Diam-diam ia merasa iba pada wanita yang dilihatnya tadi. Jika masih normal, wanita itu pasti cantik sekali. Entah apa yang dialaminya hingga harus berada dalam kondisi seperti itu.

Minhyuk melirik sekilas ke arah Krystal yang tampak masih larut dalam pikirannya sendiri. Diam-diam ia tersenyum. Ia ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun gadis yang dari dulu disukainya itu. Sengaja ia tidak mengucapkan apa-apa dan meminta Suzy untuk bersikap sama karena ada sesuatu yang telah disiapkannya.

Ketika mendongakkan kepalanya, tanpa sengaja mata Krystal menangkap sesosok laki-laki yang berjalan dengan terburu-buru di pertigaan lorong beberapa meter didepannya. Lagi-lagi dahinya mengernyit.

“Bukankah… itu ruanganku?” dilihat dari arahnya berjalan, tampaknya laki-laki yang mengenakan topi dan jaket kulit hitam itu baru saja keluar dari ruangannya yang terletak di urutan ketiga dari ujung lorong.

Krystal terdiam, berusaha mengingat-ingat sosok yang dilihatnya tadi. Sekilas ia melihat wajahnya. Dan tampaknya tidak asing.

“Choi Minho?!”

Minhyuk menghentikan langkahnya dan membalik badannya menghadap Krystal, “Ng… Krys… Malam ini kau…”

“Ja…jamkanman…” potong Krystal. Matanya masih tidak terlepas dari lorong dihadapan mereka.

“Eh?”

“Minhyuk, sepertinya aku harus ke ruanganku sebentar. Sampai nanti.” Krystal yang tidak menyadari maksud Minhyuk segera melangkah meninggalkan laki-laki itu, membuatnya terpaksa mengurungkan niatnya untuk mengatakan sesuatu yang sudah dipersiapkannya.

***

Krystal melangkah cepat menuju ruangannya. Entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak. Ia yakin sekali jika laki-laki tadi adalah Choi Minho dan dia baru saja masuk ke ruangannya.

“Untuk apa Choi Minho datang kesini??”

Ketika berbelok, Krystal menolehkan kepalanya sebentar ke arah lorong yang arahnya berhadapan, berharap laki-laki berjaket kulit hitam tadi masih ada disana. Namun hasilnya nihil. Laki-laki itu menghilang tanpa jejak.

“Apa aku hanya berhalusinasi?”

Krystal membuka pintu ruangannya. Tidak tampak siapa-siapa disana. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mengamati jika ada sesuatu yang berbeda dari sejak ia meninggalkan ruangan itu tadi.

Pandangannya lalu mengarah pada sebuket bunga yang tergeletak di atas meja kerjanya. Dengan perlahan Krystal melangkahkan kakinya dan mengamati buket bunga yang dibungkus rapi itu. Ia pun tercekat.

“Mawar hitam?!”

Bagi seorang gadis yang cukup menyukai bunga seperti Krystal, ia pasti mengetahui arti dari bunga mawar hitam tersebut. Bunga yang berarti kematian.

Dengan tangan yang sedikit gemetar Krystal mengambil kertas kecil yang diselipkan di antara bunga-bunga itu dan membukanya. Didalamnya tertera kalimat yang ditulis dengan tinta merah;

‘Aku tahu gerak-gerikmu. Jangan katakan pada siapapun atau kau akan tahu akibatnya.’

Mata Krystal semakin melebar. Napasnya menderu. Dugaannya tadi ternyata tepat, begitu juga dengan ingatannya bahwa Cho Kyuhyun melakukan operasi plastik dan mengubah namanya menjadi Choi Minho. Dan laki-laki itu sedang mengancamnya karena mengetahui kebenaran tersebut.

Krystal menelan ludah. Ia hanya berdiri mematung. Ancaman ini… mirip sekali dengan yang diterima Choi Sooyoung sebelum Choi Siwon terbunuh. Bedanya surat ini tidak ditulis dengan darah. Ini membuat Krystal takut. Tangannya semakin bergetar.

“Tidak mungkin…”

“Krystal-ah!”

Suara seseorang yang memanggilnya sontak langsung membuatnya terburu-buru menyelipkan kembali kertas itu di antara bunga dan membalikkan badannya, menyembunyikan buket bunga itu dengan punggungnya. Entah kenapa ia melakukan ini, padahal tidak ada orang yang tahu apa arti bunga itu diberikan padanya. Mereka bisa saja menganggap bunga itu diberikan oleh seseorang yang dikenalnya sebagai hadiah ulang tahun.

“Ada apa?” tanya Baekhyun─yang baru saja muncul dan memanggil namanya─heran melihat tingkah aneh Krystal.

“Tidak ada.” Jawab Krystal menutupi, “Ada apa kau datang kesini?”

“Ng… sepulang kerja nanti kau ada waktu? Aku ingin kau menemaniku ke suatu tempat.”

“Baiklah.” Jawab Krystal cepat. Ia hanya asal menjawab saja karena ingin pembicaraannya dengan Baekhyun cepat selesai dan laki-laki itu segera pergi.

Mendengar jawaban Krystal, Baekhyun tersenyum manis, “Baiklah. Aku akan ke ruanganmu nanti.”

Krystal mengangguk cepat beberapa kali hingga akhirnya laki-laki itu kembali menutup pintu ruangannya dan menghilang di baliknya.

Sepeninggal Baekhyun, Krystal kembali membalik badannya dan mengamati bunga itu sekali lagi. Ia masih tidak percaya dirinya mendapat ancaman. Ancaman dari seorang tersangka pembunuhan.

“Eotteokhae…?”

***

Lee’s Residence, Songdo-dong, Busan

5.30 PM

-Author’s POV-

Atas permintaan ibunya beberapa hari yang lalu, hari ini Jonghyun mengajak Tiffany untuk bertemu dengan keluarganya di Busan. Sama seperti Jonghyun, orang tuanya juga sangat antusias dengan kedatangan Tiffany ke rumah mereka―terutama ibunya. Sesampainya mereka berdua di rumah keluarga Jonghyun, Tiffany langsung diperkenalkan pada orangtua dan kedua noonanya. Tidak hanya itu, ibu Jonghyun juga mengajak Tiffany untuk memasak makan malam hari itu.

Jonghyun hanya berdua dengan ayahnya di ruang tengah ketika para wanita di rumah itu sedang sibuk di dapur.

“Jadi,” ayahnya memulai percakapan diantara mereka berdua, “sudah berapa lama kau mengenal gadis itu?”

“Hmm… mungkin sekitar dua bulan?” gumam Jonghyun. “Entahlah, aku tidak terlalu ingat.”

Ayahnya terlihat sedikit terkejut. “Benarkah? Kalian tidak terlihat seperti orang yang baru saling kenal selama dua bulan.”

Jonghyun terkekeh. “Menurutku juga begitu.”

Mereka berdua memang kelihatan seperti pasangan yang sudah lama menjalin kasih. Jonghyun sendiri pun merasa ada chemistry yang sulit dijelaskan antara dirinya dan Tiffany, yang membuat mereka saling merasa nyaman satu sama lain―atau setidaknya itu yang dirasakan Jonghyun.

“Kau pernah bertemu keluarganya?” Sama seperti orang tua lainnya ketika anak lelakinya membawa seorang gadis―atau lebih tepatnya pasangannya―ke rumah, pertanyaan tentang keluarga si wanita pasti akan muncul ke permukaan; seolah-olah orang tuanya sedang mengadakan background check pada calon menantunya kelak―meskipun memang itu maksud utama mereka menyuruh Jonghyun untuk memperkenalkan Tiffany pada mereka.

“Sejak lahir, Tiffany dan keluarganya tinggal di California,” jelas Jonghyun. “Namun setelah lulus kuliah, Tiffany memutuskan untuk belajar hidup mandiri di Korea. Sedangkan anggota keluarganya yang lain semuanya menetap di California.”

“Dia kelihatannya wanita baik-baik,” gumam ayahnya.

“Tentu saja.” Sudut-sudut bibir Jonghyun terangkat, membentuk seulas senyum. “Dia juga pintar dan perhatian.”

“Apa kau… sungguh-sungguh mencintai Tiffany?”

Pertanyaan ayahnya tadi membuat Jonghyun sedikit tersentak. Pembicaraan semacam ini bukanlah hal yang ia bayangkan akan dibicarakannya dengan ayahnya. Mereka berdua―Lee Jonghyun dan ayahnya, Lee Nam Gyu―sama-sama dibesarkan sebagai busan namja yang artinya, masalah percintaan tidak pernah masuk ke dalam topik perbincangan mereka.

Jonghyun memperhatikan raut wajah ayahnya dengan seksama. Wajah tampan ayahnya yang tak lapuk dimakan usia itu menyiratkan keseriusan dalam kata-katanya. Ayahnya sungguh-sungguh ingin mengetahui apakah ia benar-benar mencintai Tiffany―walau ia tahu betul sebenarnya ayahnya juga sama malunya dengan dirinya saat menanyakan hal itu.

“Aku mencintainya, abeoji. Aku sangat mencintainya,” jawab Jonghyun akhirnya.

Kali ini giliran ayah Jonghyun yang gantian menatap putranya satu-satunya itu. Ia tahu, Jonghyun sungguh-sungguh dengan apa yang dikatakannya―bahwa ia sangat mencintai Tiffany.

“Kau tahu, nak,” sebelah tangannya diletakkan di pundak Jonghyun, “tidak butuh waktu lama bagi aku dan ibumu untuk memutuskan untuk menikah. Karena aku yakin, dialah wanita yang tepat untuk menjadi pendamping hidupku.”

Jonghyun hanya mengangguk. Walaupun ia merasa sedikit canggung dengan pembicaraan mereka, tapi ia mengerti betul maksud ayahnya barusan.

Pembicaraan mereka akhirnya terhenti oleh suara teriakan anak tertua keluarga Lee yang berasal dari ruang makan. “Abeoji! Jonghyun-ah! Makan malam sudah siap!

Baik Jonghyun dan ayahnya kemudian bangkit dari tempat duduknya. Tapi, tepat sebelum Jonghyun melangkahkan kakinya meninggalkan ruang tengah menuju ruang makan, ayahnya yang berdiri di depannya, berbalik untuk menyampaikan pesannya sekali lagi.

“Lee Jonghyun,” kali ini kedua tangannya diletakkan di pundak putranya itu, “kami merestui hubunganmu dengan Tiffany.”

Jonghyun tersenyum. Bahagia. Meskipun topik semacam ini adalah hal yang sangat canggung untuk dibicarakan dengan ayahnya, tetapi untuk sekali ini, ia benar-benar merasa sangat lega untuk dua alasan; karena akhirnya ia terbebas dari perbincangan yang canggung semacam itu, dan karena keluarganya merestui hubungannya dengan wanita yang sangat dicintainya, Tiffany Hwang.

“Gomapseumnida, abeoji.”

 

***

Setelah makan malam, Jonghyun mengajak Tiffany untuk bersantai sejenak di tempat favoritnya di Busan, Pantai Songdo. Suara deburan ombak serta sejuknya angin yang berhembus, ditambah pantulan cahaya bulan berwarna keperakan yang menghiasi laut malam, membuat suasana pantai itu sangat menenangkan untuk mereka berdua. Mereka pun duduk-duduk di atas pasir putih pantai itu, menikmati semua keindahannya.

“Kau pasti lelah, memasak bersama ibu dan noona, ya kan?” Jonghyun menyandarkan kepala Tiffany ke pundaknya.

“Itu menyenangkan kok,” bantahnya.

“Bukan berarti itu tidak melelahkan.” Jonghyun terkekeh pelan. “Sudahlah, tidak usah bermain kata-kata denganku. Kau lupa kalau aku ini Jaksa?”

Tiffany tertawa. “Hahaha. Benar juga.”

“Bagaimana perasaanmu hari ini?” tanya Jonghyun.

I’ve never felt any better than this.” Tiffany melingkarkan tangan kirinya di pinggang Jonghyun. “Rasanya…menyenangkan sekali. I wish I could just stop the time,” katanya jujur.

Tiffany memang sudah lama memimpikan kehidupan yang tenang, damai, dan penuh kehangatan seperti yang dirasakannya hari ini bersama keluarga Jonghyun. Dan andai ia bisa, ia ingin waktu berhenti sampai disitu saja, agar dia tidak perlu kembali ke kehidupannya yang penuh dengan tekanan―terutama dari Changmin dan Minho.

“Pasti menyenangkan sekali, mempunyai keluarga yang sangat peduli dan menyayangimu seperti abeonim, eomonim, Jihyun dan Jiyoung eonni,” gumam Tiffany. “Kau beruntung sekali.”

Masih sambil menyandarkan kepalanya ke pundak Jonghyun, Tiffany memejamkan matanya. Ingatannya memutar ulang percakapannya dengan ibu dan noona Jonghyun sore tadi.

Sore itu, Tiffany serta ibu dan kedua noona Jonghyun sedang berbincang-bincang di meja makan setelah selesai menghidangkan makan malam.

“Sepertinya kau cukup mahir dalam mengerjakan pekerjaan rumah, Tiffany-ssi,” ujar ibu Jonghyun pada Tiffany yang duduk di sebelahnya.

Tiffany memutar kursinya menghadap ibu Jonghyun. “Aku tidak sehebat itu, eomonim. Hanya sekedarnya saja.”

“Jonghyun sangat berbeda dengan saat terakhir kali ia pulang kesini,” wanita paruh baya itu memulai ceritanya, ”sekarang ia terlihat…bahagia.” Wanita itu kemudian menatap sosok Tiffany yang ada di hadapannya.

Tiffany tertunduk malu. Salah tingkah; tentu saja ia merasa salah tingkah. Belum pernah ia berada dalam posisi itu sebelumnya―duduk berdua dengan ibu dari kekasihnya, kalau bukan dibilang calon ibu mertuanya.

“Apa selama ini Jonghyun memperlakukanmu dengan baik?” tanyanya, yang dijawab dengan anggukan oleh Tiffany.

Sebenarnya Tiffany tidak tahu apa yang sebenarnya telah ia lakukan sampai Jonghyun menjadi sebahagia itu. Ia bahkan merasa apa yang dilakukannya untuk Jonghyun tidak sebanding dengan semua yang telah diberikan pria itu untuknya. Tapi akhirnya ia tahu, bahwa itu karena Jonghyun sangat tulus mencintainya. Dan ia juga tahu, bahwa walau terlambat, dirinya juga mulai mencintai pria itu dengan tulus.

 “Tiffany-ssi,” ibu Jonghyun kemudian meraih kedua tangan Tiffany, “kuharap kau bisa menjaga putraku dengan baik.”

 “Kami semua…merestui hubunganmu dengan Jonghyun,” lanjutnya.

Tiffany memandangi sepasang tangan yang menggenggam tangannya itu, kemudian beralih ke paras cantik wanita di hadapannya itu. Wanita paruh baya itu menyunggingkan senyum yang amat tulus. Sulit baginya untuk menggambarkan perasaannya saat ini; di satu sisi, ia merasa amat bahagia, tapi di sisi lain, ia teringat akan perjanjian yang dibuatnya dengan Changmin―bahwa mimpi indahnya untuk dapat bersama Jonghyun tidak akan berlangsung lama; bahwa kisah cintanya yang tragis akan segera dimulai.

Pada akhirnya ia tidak dapat lagi membendung air matanya―air mata bahagia; untuk semua anugerah yang menurutnya tak pantas untuk didapatkannya setelah semua yang ia lakukan terhadap Jonghyun. Meskipun begitu, ia berjanji. Demi pria yang dicintainya, dan demi kepercayaan yang diberikan wanita paruh baya yang sedang menggenggam tangannya ini padanya, ia akan menjaga Jonghyun dengan baik―dan itu juga berarti menyelamatkannya dari Changmin.

“Gomapseumnida, eomonim.”

“Kau tertidur?”

Masih sambil memejamkan matanya, Tiffany menggeleng. “Aniya…”

Melihat Tiffany yang masih enggan untuk membuka matanya, Jonghyun memanfaatkan kesempatan itu untuk mengambil sesuatu dari saku kirinya―sebuah kotak kecil dilapisi kain bludru berwarna merah. Ia membuka kotak itu kemudian memegangnya dengan tangan kirinya dan memposisikannya tepat di hadapan Tiffany.

Sambil membelai rambut panjangnya, Jonghyun berbisik di telinga Tiffany. “Jagiya, coba buka matamu.”

Tiffany sempat menahan napas sejenak saat ia menyadari apa yang sekarang ada tepat di hadapannya. Sebuah cincin emas putih dengan desain yang simple-yet-elegant. Ia menegakkan posisi duduknya kemudian memutar tubuhnya untuk menghadap pria yang duduk di sebelah kirinya itu.

Ditatapnya mata pria itu lekat-lekat. Sama seperti sebelumnya, ia selalu bisa melihat ketulusan dan kesungguhan dalam sorot mata Jonghyun.

“Menikahlah denganku, Stephanie Hwang.”

Tiffany terdiam. Kali ini, ia tidak membiarkan pergolakan batinnya tadi sore terulang kembali. Setidaknya, ia tidak ingin pergolakan batinnya itu membuatnya menangis di hadapan Jonghyun dan merusak momen paling bahagia dalam hidup mereka berdua.

Yes,” ia tersenyum dan memamerkan eye smile-nya. “I will.”

Jonghyun pun juga menyunggingkan senyum yang sama dengan Tiffany―senyum bahagia. Ia kemudian menyematkan cincin itu di jari manis Tiffany―yang sekarang sudah menjadi tunangannya. Ia mengecup tangan kanan tunangannya itu setelahnya.

Nae areul naa-do, Fany-ah.”

Sontak Tiffany membelalakkan matanya. “Mwo…mworago? Kau…bilang apa barusan?” Ia terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan Jonghyun.

Jonghyun menepuk dahinya. “Ah! Aku lupa kalau kau…” ia menghela napas sebelum melanjutkan kata-katanya, “ini tidak seperti yang mungkin kau pikirkan.”

Tiffany mengernyitkan dahi. “Jadi, ada lagi arti dari nae areul naa-do selain ‘give birth to my child’, begitu?” tanyanya, menuntut penjelasan dari Jonghyun.

You’re going to give birth to my child anyway, aren’t you?” goda Jonghyun.

Spontan Tiffany meletakkan kedua tangan menutupi dadanya. “Yaaa!!!”

Tawa Jonghyun pun meledak melihat reaksi gadis itu yang menurutnya amat lucu. Perbedaan budaya membuat Tiffany tidak mengerti makna sebenarnya dari apa yang dikatakan Jonghyun.

“Aniya…” Jonghyun menarik tubuh Tiffany mendekat padanya, “arti sebenarnya adalah ‘aku mencintaimu’. Dan umm…kurasa tidak ada kata lain yang lebih cocok untuk menggambarkannya dibandingkan dengan itu.” Ditatapnya mata gadis itu kemudian. “Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Nae areul naa-do, Fany-ah.”

Tiffany kemudian membisikkan sesuatu di telinganya dengan suara yang amat lembut. “Neomu saranghae, Lee Jonghyun. You’ll never know how much I love you.

Bibirnya beralih dari telinga Jonghyun menuju bibirnya yang merah, kemudian menyentuhkannya dengan lembut disana. Dengan refleks Jonghyun membalas sentuhan bibir Tiffany di bibirnya. Ia menciumnya, dan dalam pase yang lambat ia melumat bibir Tiffany dengan lembut. Keduanya terlarut dalam ciuman yang cukup menghangatkan dinginnya pantai Songdo malam itu.

***

 

Choi Residence, Apgujeong-dong, Gangnam-gu, Seoul

6.45 PM

-Sulli’s POV-

“Aku tidak mau tahu pokoknya besok kau harus menambah satu pakaian lagi untuk Lee Jungshin. Sesi pemotretan selanjutnya akan dilaksanakan sehari sebelum hari H. Kuharap kau bisa menyelesaikannya tepat waktu.”

Aku hanya bisa menghela napas pasrah membaca pesan yang baru saja masuk ke ponselku. Hanya dengan membacanya saja membuatku lelah. Harusnya tugasku untuk membuat pakaian yang akan dikenakan Lee Jungshin sudah selesai dan aku hanya tinggal mempersiapkan hari H yang tinggal dua minggu lagi saja. Tapi tiba-tiba pesan dari fotografer ini datang dan menghancurkan semuanya. Padahal Han gyosunim yang notabene dosenku saja tidak pernah memaksaku sampai seperti itu. Aish, menyebalkan!

Kumasukkan kembali ponselku kedalam saku dengan malas. Kalau begini berarti aku harus memikirkan lagi satu desain pakaian untuk Lee Jungshin.

Lee Jungshin. Rasanya… aku sudah lama tidak berbicara dengannya…

“Sulli-ah, bisa tolong bantu aku?”

Aku menoleh begitu mendengar suara Sooyoung eonni. Saat ini aku memang sedang berada di kamarnya, “Ada apa?”

“Tolong bantu aku membuka hadiah-hadiah ini. Aku tidak bisa membukanya sendirian…” kullihat Sooyoung eonni sedikit kewalahan mengurusi kotak-kotak warna-warni berbagai ukuran itu. Memang tidak semua hadiah itu dibungkus kertas kado, tapi membuka semuanya satu per satu tetap saja membutuhkan waktu. Hadiah-hadiah itu diberikan oleh penggemar sooyoung eonni yang senang dengan kemunculannya kembali ke layar kaca.

“Eonni, kau serius mau menyimpan semua hadiah ini?” tanyaku tidak yakin. Asal tahu saja, hadiah-hadiah ini benar-benar banyak. Hampir memenuhi seluruh lantai kamarnya.

Kulihat sooyoung eonni mengangguk mantap. Seulas senyum tersungging di bibirnya, “Tentu saja. Aku sudah menyiapkan ruangan khusus.”

“Waaah… Sepertinya kau percaya diri sekali penggemarmu akan memberikan hadiah sebanyak ini setelah kau muncul di layar televisi lagi.” godaku. Tapi jujur aku benar-benar terkejut dengan kata-katanya. Yang aku tahu eonni memang sangat ramah pada semua penggemarnya. Tapi menyiapkan ruangan khusus hanya untuk menyimpan semua hadiah itu? Itu benar-benar sangat baik.

Mungkin itulah salah satu alasan kenapa aku menjadi penggemar kakak kandungku sendiri…

Baru saja kukeluarkan beberapa hadiah dan memisahkannya sesuai jenisnya ketika mendengar ponselku berdering. Wajahku sumringah seketika.

Telepon dari Minho oppa.

Aku takut pembicaraanku dengan Minho oppa mengganggu Sooyoung eonni, jadi aku menyingkir sebentar ke sudut ruangan agar bisa berbicara lebih leluasa.

“Yeoboseyo?”

“Sulli-ah.”

“Oppa! Kau kemana saja? Kenapa baru menghubungiku?” aku tak bisa menyembunyikan rasa panik─sekaligus kesal─karena setelah Minho oppa pergi lebih dulu di restoran cepat saji waktu itu, ia tidak lagi muncul bahkan tidak menghubungiku sama sekali.

“Maaf, sulli-ah. Aku sibuk.”

“Kau tidak apa-apa kan? Tidak sakit kan?” tampaknya rasa cemasku akan dirinya lebih besar daripada rasa kesalku.

“Sulli-ah, bagaimana kabar…. Ng… Eonni-mu?”

Mendengar pertanyaan Minho oppa, dahiku mengernyit. Aneh sekali. Tidak biasanya ia menanyakan kabar Sooyoung eonni. Rasanya selama ini ia tidak begitu peduli… Ah tidak, ia memang tidak pernah menanyakannya. Aku bahkan belum sempat mengenalkan mereka satu sama lain.

“Eonni… Baik-baik saja…” aku masih belum dapat melenyapkan rasa heranku, “Kenapa…”

“Apa… Dia menerima hadiah? Liontin black diamond?”

“Black diamond?” aku semakin bingung dengan pertanyaannya. Kulirik sekilas ke arah Sooyoung eonni, dan tepat pada saat itu eonni terlihat sedang mengamati seuntai kalung yang baru saja dikeluarkan dari kotaknya.

“Kurasa iya… Bagaimana kau tahu?”

Agak lama Minho oppa terdiam sebelum menjawab, “Temanku yang memintaku untuk memastikan.”

“Jadi itu pemberian temanmu?”

“Ng… Sulli-ah, sepertinya aku masih ada urusan. Sampai nanti.”

“Ah tung…” belum sempat kuselesaikan kata-kataku, Minho oppa sudah keburu menutup telepon.

Entah kenapa… Setelah menerima telepon darinya tadi perasaanku menjadi aneh. Kedengarannya Minho oppa sedikit berbeda kali ini. Ia bahkan tidak menanyakan kabarku sama sekali dan malah menanyakan kabar sooyoung eonni.

Kuletakkan sebelah tanganku ke atas dada, merasakan detak jantungku yang berdegup semakin kencang. Aku merasakan firasat buruk, entah apa.

Kulirik sooyoung eonni sekali lagi. Wajahnya masih sama seperti tadi; tampak sumringah melihat kumpulan hadiah yang ditujukan untuknya. Sooyoung eonni tentu tidak tahu-menahu mengenai percakapanku tadi dan entah kenapa aku sama sekali tidak ingin membicarakannya dengannya.

Semoga… firasat buruk yg kurasakan ini hanya suatu kesalahpahaman saja…

 

***

Itaewon, Seoul

7.10 PM

-Author’s POV-

Krystal menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Kedua tangannya yang berada di pangkuannya bergerak gelisah. Ia menyesal, sangat menyesali dirinya yang ceroboh mengiyakan apa yang dikatakan Baekhyun siang tadi. Ia sama sekali tidak sadar bahwa laki-laki itu sedang mengajaknya berkencan─pasti begitu jika seorang laki-laki mengajakmu ke suatu restoran mewah setelah sebelumnya sengaja me-reserve sebuah meja lengkap dengan beberapa lilin dan terletak persis di sebelah jendela besar yang berhadapan langsung dengan pemandangan gedung-gedung kota Seoul yang tampak berkilauan di malam hari.

Dengan duduknya ia di kursinya sekarang ini─berhadapan dengan Baekhyun─sama saja artinya ia telah menerima ajakan laki-laki itu untuk berkencan. Candle light dinner. Hanya saja ia tidak mengenakan dress sama sekali. Yang melekat di tubuhnya saat ini hanya jeans abu-abu dengan kemeja navy blue longgar yang digulung tiga perempat di bagian lengan.

“Kau mau pesan apa? Kenapa tidak melihat menu?” tanya Baekhyun heran. Kedua tangan gadis dihadapannya itu bahkan tidak terlihat di atas meja.

“O…oh… iya…” dengan kikuk Krystal menyambar buku menu di hadapannya dan mengamati deretan menu didalamnya satu per satu. Sebenarnya usahanya sia-sia karena tidak ada satu pun menu yang menarik perhatiannya. Perutnya tidak terasa lapar karena semua rasa penyesalan yang menghinggapinya.

Dibalik buku menu yang menutupi hampir keseluruhan wajahnya, diam-diam Krystal melirik ponselnya yang tampak sepi. Tidak ada pesan ataupun telepon yang masuk sedari tadi. Mungkin tidak penting jika orang lain, karena hanya ada satu orang yang sangat diharapkannya.

Minhyuk. Laki-laki itu bahkan tidak menghubunginya sama sekali.

“Apa dia lupa?” batin Krystal. Namun rasanya tidak mungkin jika melihat hubungan mereka selama ini.

Rasa penyesalan dalam diri Krystal bercampur dengan rasa kecewa. Padahal di hari istimewanya ini ia ingin menghabiskan waktu berdua saja dengan Minhyuk, meskipun hanya duduk-duduk di balkon atau halaman belakang rumahnya, mengobrol dan bercerita tentang apa saja hingga pagi.

Hanya hal sesederhana itu… dan itu akan membuatnya bahagia…

“Bagaimana? Kau sudah memutuskan?” Baekhyun kembali bertanya, menunjukkan sikap sopannya dengan menanyakan pesanan wanita terlebih dahulu.

“Ah, ng… aku… terserah saja…” jawab Krystal asal.

Baekhyun memiringkan kepalanya, menatap Krystal heran. Namun akhirnya ia menyebutkan pesanannya kepada pelayan yang sejak tadi berdiri di sebelahnya. Entah apa yang dipesannya, Krystal tidak peduli.

Krystal menopangkan dagunya dan mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Ia menghela napas berat. Sangat tidak sopan jika ia memutuskan untuk pergi dan meninggalkan Baekhyun seorang diri disini─jika mengingat usaha yang telah dilakukan laki-laki itu. Tapi jika malam ini berakhir dan ia tidak juga bertemu Minhyuk, maka ia akan lebih menyesalinya.

 

***

Sementara itu tanpa sepengetahuan Krystal maupun Baekhyun, sebuah Peugeot silver terparkir tidak jauh dari jendela besar di samping tempat mereka duduk. Pemilik mobil itu─yang tidak lain adalah Minhyuk─hanya duduk terdiam di kursi pengemudi sambil menatap sesosok gadis yang menatap kosong ke luar jendela. Sengaja ia tidak melakukan apapun, walau hanya sekedar mengirim pesan pada gadis itu karena ia tidak yakin. Ia ingin mengetahui alasan gadis itu dengan mudah menerima ajakan Baekhyun sedangkan ia sendiri tidak diberinya kesempatan untuk bicara. Setelah melihat apa yang sudah disiapkan Baekhyun untuk gadis itu di hari ulang tahunnya, semua rencana yang sudah disiapkannya pupus begitu saja.

Minhyuk menyandarkan punggungnya ke jok dan menghela napas berat. Ia merogoh saku blazernya dan mengeluarkan ponselnya, menekan beberapa tombol sebelum menempelkan alat komunikasi itu ke telinganya.

“Yeoboseyo, Suzy-ah?”

 

***

Myeong-dong, Seoul

7.10 PM

-Suzy’s POV-

“Mwo?! Tidak jadi?? Kau gila???” aku tak bisa menahan emosi begitu Minhyuk meneleponku dan memberitahu bahwa semua rencananya untuk ulang tahun Krystal dibatalkan begitu saja. Asal dia tahu, aku baru saja menginjakkan kaki di toko kue tempat ia memesan tart untuk Krystal dan sekarang ia menyuruhku untuk kembali pulang?? Jangan bercanda, Kang Minhyuk.

“Aku serius. Pulanglah. Maaf merepotkanmu.”

“Tapi kau sudah membayarnya! Bertanggung jawablah sedikit!” aku tidak peduli dengan nada suaranya yang terdengar murung karena rasa jengkelku yang semakin meluap.

“Aku yang akan mengambilnya nanti. Tidak usah dipikirkan.”

“Sebenarnya ada apa denganmu? Apa yang terjadi dengan Krystal?”

“Tidak ada. Kau pulanglah. Aku akan kesana sekarang.”

“Kalau begitu aku akan menunggumu.” Toh pada akhirnya dia akan melewati rumah Krystal juga. Jadi tidak rugi jika ia sekalian mengantarku pulang. Anggap saja sebagai ganti rugi ongkosku yang sia-sia.

“Jangan. Aku tidak akan langsung pulang.”

“Lalu?” kurasa aku bisa membaca kondisinya. Pasti dia sedang patah hati. Entah apa yang Krystal perbuat padanya. Mungkin saja ia ditolak.

Kalau itu benar terjadi, akan kucaci-maki gadis itu jika pulang nanti.

“Kau mau ke bar? Bukankah Krystal sudah bilang kalau…”

“Pulanglah, Suzy-ah. Naik taksi saja, nanti kuganti uangmu. Tidak baik seorang gadis keluar malam-malam sendirian.”

Ya!” pekikku ketika Minhyuk tiba-tiba saja memutuskan telepon. Bukankah tadi dia yang menyuruhku untuk datang ke tempat ini? Sekarang kenapa malah berkata begitu? Dasar tidak konsisten.

Dan dia menyuruhku pulang sendirian? Baiklah. Awas kau, Kang Minhyuk.

Tanpa pikir panjang aku langsung mengirim pesan pada laki-laki itu agar tidak perlu datang ke toko kue ini. Bagaimana pun juga aku akan mengambil kue pesanannya dan memberikannya pada Krystal. Permainan kucing-kucingan mereka yang sudah terlalu lama membuatku jengah.

“Tidak perlu datang kesini. Tart pesananmu sudah kuambil. Berikan tart itu pada Krystal dan jalankan rencanamu untuk hari ulang tahunnya. Kalau tidak, mati kau.”

Sent.

Tunggu. Rasanya ada yang aneh.

Astaga! Kukirim ke siapa pesan tadi?! Suzy babo! Aku malah mengirimkannya pada Krystal! Aish, sekarang dia pasti tahu jika Minhyuk mempunyai rencana di hari ulang tahunnya.

Bagus sekali Suzy. Jenius. Niatmu untuk membantu mereka, tapi kau malah menghancurkannya.

“Anyway, Krystal-ah… Happy birthday…”

Lalu bagaimana denganku? Aku masih tetap pulang sendirian. Terbersit sebuah ide naif di pikiranku. Kulirik jam tanganku. Masih jam tujuh. Apa… dia masih ada di kantor? Atau sudah pulang? Apa tidak apa-apa jika aku mengubunginya? Sengaja mengubungi orang itu dan memintanya menjemputku disini rasanya naif sekali. Aku masih bukan siapa-siapa baginya.

Rasanya sangat tidak mungkin jika ia mau menerima permintaanku ini. Tapi… tidak ada salahnya dicoba kan?

Kuputuskan untuk menghubunginya saat ini juga. Apapun jawabannya dan apapun yang dipikirkannya tentangku nanti urusan belakangan.

Tanpa sadar kugigiti ujung kukuku, sambil menunggu detik demi detik seseorang di seberang sana menjawab teleponku. Jantungku berdegup tidak karuan menunggu sesuatu yang tidak pasti.

Napasku serasa terhenti ketika nada sambung tiba-tiba berhenti dan digantikan oleh suara pria, “Yeoboseyo?”

“Yeoboseyo, Yonghwa-ssi? Ng… begini…”

 

***

Itaewon, Seoul

7.15 PM

-Krystal’s POV-

Lamunanku buyar seketika ketika merasakan getaran pada ujung sikuku. Rupanya getaran itu berasal dari ponselku. Display-nya menyala, tanda ada pesan masuk.

From: Bae Suzy

Tidak perlu datang kesini. Tart pesananmu sudah kuambil. Berikan tart itu pada Krystal dan jalankan rencanamu untuk hari ulang tahunnya. Kalau tidak, mati kau.

Dahiku mengernyit. Apa ini? Tiba-tiba Suzy mengirim pesan yang sama sekali tidak kumengerti maksudnya. Dan lagi isinya… Tart? Rencana untuk hari ulang tahun? Bahkan dia menyebut namaku juga. Apa dia salah kirim pesan dan sedang membicarakanku?

Hanya ada satu orang yang bisa berhubungan dengan aku dan Suzy. Lagipula hanya pada satu orang Suzy menggunakan gaya bahasa seperti ini.

Minhyuk.

Jadi ini artinya… Suzy salah mengirim pesan pada Minhyuk? Dan itu artinya… Minhyuk sudah menyiapkan tart dan rencana untuk hari ulang tahunku? Pemikiranku ini tidak salah kan?

Ya, begitu. Pasti begitu.

Ternyata Minhyuk tidak lupa dengan hari ulang tahunku. Justru aku yang jahat karena malah duduk disini, makan di restoran mewah dan mengobrol santai dengan pria lain. Oke, itu perumpamaan karena sedari tadi aku benar-benar tidak bisa rileks.

Astaga, Krystal! Jahat sekali kau ini! Aku ingat tadi siang sepertinya Minhyuk ingin mengatakan sesuatu namun buru-buru kutahan karena seseorang yang mengirimiku mawar hitam itu membuatku penasaran dan sedikit panik. Setelah itu aku lupa menanyakan padanya lagi. Mungkinkah…

Argh! Sial!

“Ng… Krystal… Ada sesuatu yang ingin kukatakan…”

Sontak aku menoleh mendengar suara Baekhyun, “Ya?”

Baekhyun tidak langsung menjawab. Samar kulihat bola matanya bergerak-gerak, seolah sedang menimbang-nimbang sesuatu. Laki-laki itu tiba-tiba membungkuk lalu meletakkan sebuah tas karton berukuran sedang ke atas meja.

Perlahan Baekhyun menyodorkan tas karton itu ke arahku, “Untukmu.”

“Apa ini?” aku tak bisa menyembunyikan rasa heranku. Rasanya sudah terlalu banyak hal yang membuatku bingung hari ini.

“Buka saja.”

Kuturuti kata-katanya untuk melihat isi tas karton itu. Ternyata didalamnya terdapat sebuah kotak dan ketika kubuka kotak itu, tampaklah platform berbahan suede berwarna coklat muda.

Tunggu. Rasanya sepatu ini pernah kulihat di suatu tempat. Bukankah… ini sepatu yang kulihat di toko dengan Baekhyun beberapa minggu yang lalu?

“Itu sepatu pilihanmu. Kukira kau menyukainya. Jadi aku membelinya.” Baekhyun angkat bicara, seolah mengerti isi pikiranku.

Baru saja aku membuka mulut ketika laki-laki itu kembali berujar, “Happy birthday, Krystal-ah…”

“…gomawo…” entah aku harus memasang ekspresi seperti apa. Tentu aku sangat berterima kasih dengan hadiah yang diberikannya ini, walaupun sebenarnya aku tidak berharap sepatu pilihanku waktu itu benar-benar menjadi milikku. Baekhyun benar-benar sangat baik. Tapi entah kenapa… hadiah ini terasa hambar saja bagiku.

“Aku menyukaimu, Krystal.”

Lagi-lagi kata-kata Baekhyun membuatku terkejut. Dengan kaku kupandangi wajahnya, dan aku baru sadar jika ia tidak sedang main-main. Baekhyun tampak serius dengan ucapannya.

Apa… ini alasan ia mengajakku kencan malam ini? Oh, seharusnya aku tahu. Tapi mendengar pengakuannya secara langsung tetap saja membuatku terkejut.

“Maukah… kau menjadi pacarku?”

 

***

-Author’s POV-

From: Bae Suzy

Tidak perlu datang kesini. Tart pesananmu sudah kuambil. Berikan tart itu pada Krystal dan jalankan rencanamu untuk hari ulang tahunnya. Kalau tidak, mati kau.

Minhyuk mendengus kecil begitu membaca pesan dari Suzy. Gadis itu benar-benar keras kepala. Padahal ia sudah meminta gadis itu untuk pulang saja dan jangan pikirkan masalah kue tart apalagi rencana kejutan ulang tahun Krystal. Mungkin gadis itu bermaksud baik ingin membantu, tapi baginya saat ini semuanya sudah terlambat. Sedari tadi ia bahkan seperti pecundang tolol yang hanya memandangi gadis yang disukainya berkencan dengan orang lain dari jauh.

Tiba-tiba sebuah pesan lain masuk ke ponselnya.

From: Jung Soojung

Kau dimana sekarang?

Minhyuk terdiam. Gadis itu… kenapa malah mengirimkan pesan padanya di waktu yang tidak tepat begini? Ia kira gadis itu terlarut dalam obrolannya dengan laki-laki bernama Byun Baekhyun itu sehingga tidak ingat lagi padanya.

Minhyuk menarikan jemarinya di atas keypad, membalas pesan tersebut.

To: Jung Soojung

Di rumah.

Mungkin dengan jawaban bohongnya itu Krystal bisa meyangka ia sedang istirahat dengan damai di kamarnya, tidak memikirkan apa-apa termasuk dirinya dan ulang tahunnya. Toh Minhyuk sudah berencana akan mengirimkan pesan ulang tahun saja setelah gadis itu pulang nantinya. Jadi gadis itu tidak perlu mengkhawatirkan dirinya dan menikmati saja candle light dinner-nya dengan Baekhyun.

Baru saja Minhyuk kembali memasukkan ponselnya ke dalam blazer ketika tanpa sengaja matanya menangkap sosok gadis berambut panjang yang keluar dari pintu restoran dengan terburu-buru. Dari cara berjalan, pakaian, rambut, dan tampak samping wajahnya, ia yakin sekali gadis itu pastilah Krystal.

Bukankah gadis itu baru saja menghubunginya?

“Sial, mau kemana dia?” Minhyuk buru-buru memasang seat belt-nya dan men-stater mobilnya. Jika perkiraannya tidak salah, gadis itu pasti hendak pulang─atau lebih tepatnya pergi menuju rumahnya.

Masalahnya adalah, bagaimana dengan Baekhyun? Apa acara ‘kencan’ mereka sudah selesai? Kalau begitu, kenapa laki-laki itu tidak mengantarkan Krystal pulang?

Ah, sudahlah. Urusan dengan Baekhyun akan ia selesaikan nanti. Yang jelas sekarang ia harus tahu kemana gadis itu pergi.

 

***

Baekhyun memandangi tas karton berukuran sedang dihadapannya dengan tatapan kosong. Rasanya ia masih tidak percaya. Keberaniannya untuk mengungkapkan perasaannya pada Krystal dan penolakan gadis itu serasa berjalan begitu cepat. Rasanya baru semenit yang lalu ia mengajak gadis itu ke tempat yang sudah dipersiapkannya sejak lama ini dan sekarang gadis itu pergi begitu saja, setelah meminta maaf berkali-kali sambil membungkuk dalam. Ia masih ingat wajah gadis itu yang tampak sangat merasa bersalah ketika mengembalikan sepatu pemberiannya.

Baekhyun sadar, ia tentu tidak bisa memaksakan dan mengendalikan perasaan seseorang. Krystal tidak menyukainya. Itu sudah cukup jelas. Gadis itu sudah menyukai orang lain. Dan rasanya tidak perlu diperjelas lagi siapa orang yang dimaksud.

Baekhyun tersenyum getir. Ia baru sadar betapa kuatnya perasaan kedua orang itu meskipun tampaknya mereka belum menyadarinya satu sama lain. Berdiri kokoh bagai tembok beton yang tidak akan bisa ditembus dengan perasaannya yang sepihak.

Mungkin… sudah saatnya ia menyerah…

 

***

Kang Minhyuk’s House, Pyeongchang-dong, Jongno-gu, Seoul

9.00 PM

-Author’s POV-

Krystal memandangi pagar tinggi dihadapannya dengan ragu. Setelah menerima pesan dari Minhyuk tadi, ia langsung bergegas menuju rumah laki-laki itu, seperti yang ditulisnya dalam pesan. Entah kenapa ia masih memiliki perasaan bersalah yang kuat, dan kakinya seolah bergerak sendiri menuju tempat ini, memaksanya untuk segera meminta maaf.

Krystal mengeluarkan ponselnya dan menekan beberapa tombol.

“Bisakah kau keluar sebentar? Aku ingin bicara…” ujarnya ketika laki-laki itu mengangkat teleponnya.

Hening. Tidak terdengar suara apapun di seberang sana. Membuat mata Krystal perlahan terasa memanas. Ia yakin laki-laki itu pasti membenci dirinya sekarang.

“Minhyuk… Maafkan aku… Aku tidak tahu kalau…”

Ya, sedang apa kau?” tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing lagi di telinga Krystal. Cepat-cepat gadis itu membalikkan badannya. Napasnya seakan berhenti selama sepersekian detik melihat sosok dihadapannya.

“Minhyuk?! Bukankah…” karena terlalu terkejut, Krystal tidak mampu lagi berkata-kata, dan sebagai gantinya hanya bisa menunjuk laki-laki itu dan ponselnya bergantian.

Bukankah tadi Minhyuk bilang dia ada di rumah? Kenapa malah berdiri di belakangnya dengan mobil Peugeot silver-nya terparkir tidak jauh dari sana?

Minhyuk berjalan perlahan menghampirinya, dan seiring dengan itu kepala Krystal tertunduk. Tubuhnya serasa lemas. Minhyuk hanya diam, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Dan itu membuatnya sedikit takut.

“Mian…”

Belum sempat Krystal melanjutkan kata-katanya, laki-laki itu sudah lebih dulu mendorong kepala dan sebelah tangannya ke arahnya, merengkuhnya dengan posesif, menenggelamkan sebagian wajah gadis itu ke dadanya yang bidang.

“Apa yang dilakukan laki-laki itu?” tanya Minhyuk, berusaha sebisa mungkin menahan amarahnya jika saja Baekhyun benar-benar menyakiti gadis itu.

Krystal menggerakkan kepalanya, berusaha menatap mata Minhyuk, “Bagaimana kau…”

“Jawab saja, nona Jung.”

Krystal menggeleng, “Tidak ada. Maafkan aku…”

Keduanya lalu sama-sama terdiam, masih dalam posisi berpelukan. Rasanya Krystal tidak ingin melepaskan pelukan Minhyuk yang terasa sangat nyaman baginya.

Minhyuk melingkarkan kedua tangannya di punggung gadis itu, mengeratkan pelukannya, memperkecil jarak di antara mereka. Ia menopangkan dagunya di bahu Krystal, menarik napas dalam-dalam disana, memenuhi paru-parunya dengan aroma tubuh gadis itu.

“Aku mencintaimu…” desahnya, terdengar frustasi, “Aku mencintaimu sejak dulu…”

Krystal tercekat. Kata-kata Minhyuk membuatnya sejenak lupa bagaimana caranya bernapas. Ia berharap ini semua bukan mimpi. Dan jika ini mimpi, maka ia memohon untuk tidak pernah dibangunkan.

Ternyata… selama ini Minhyuk memiliki perasaan yang sama dengannya… dan mungkin saja rasanya cintanya lebih besar dari yang ia ketahui.

Minhyuk semakin menyurukkan wajahnya di bahu Krystal, merasa sedikit malu dengan pengakuannya barusan. Tak lama kemudian ia merasakan pukulan ringan di dadanya. Gadis itu melepaskan pelukannya.

“Dasar bodoh! Kenapa baru bilang sekarang?!” Krystal terus memukul dada Minhyuk dengan wajah tertunduk karena malu sebelum sebelah tangannya ditahan oleh laki-laki itu.

“Mian…”

Krystal merengut, bersikap seolah merajuk padahal ia berusaha menyembunyikan rasa senang-setengah-mati-nya atas pengakuan Minhyuk.

“Aku juga mencintaimu…”

Minhyuk melingkarkan kedua tangannya di pinggang gadis itu dan menempelkan dahi mereka. Laki-laki itu tersenyum sambil menatap gadis itu lembut, “Happy birthday…”

Lagi-lagi sikap Minhyuk membuat Krystal sulit bernapas. Baru kali ini mereka berada dalam jarak sedekat ini, dengan perasaan yang seperti ini. Membuat jantungnya berdebar tidak karuan.

“Sebaiknya kita pulang. Disini dingin.” Krystal buru-buru menjauhkan wajahnya, mengantisipasi kemungkinan yang bisa saja terjadi.

Minhyuk menunjuk pagar rumahnya, “Aku kan sudah pulang.”

“Rumahku.” Krystal mempertegas pernyataannya. Kemudian gadis itu berjalan mendahului Minhyuk menuju mobilnya, tidak ingin laki-laki itu menyadari wajahnya yang memerah.

 

***

Krystal’s House, Pyeongchang-dong, Jongno-gu, Seoul

9.00 PM

-Author’s POV-

Setelah Bugatti veyron hitam milik Yonghwa berhenti di depan rumah Krystal, Suzy langsung bergegas keluar. Kedua tangannya menggenggam kue tart pesanan Minhyuk─yang benar-benar diambilnya sesuai kata-katanya tadi. Tak lama kemudian Yonghwa ikut keluar dari mobil dan berjalan memutar menghampirinya.

“Maaf… aku sudah seenaknya memintamu menjemputku dan mengantarku ke rumah seperti ini. Tadinya aku minta Minhyuk yang menjemputku, tapi…”

“Sudahlah, jangan dipikirkan. Justru aku senang bisa menolongmu.” Potong Yonghwa. Ia tahu gadis itu pasti merasa tidak enak padanya, namun ia sendiri sama sekali tidak merasa keberatan dengan itu. Telepon dari Suzy tadi kebetulan masuk tepat sebelum ia melangkahkan kakinya ke tempat parkir di basement kantornya, jadi ia bisa sekalian menjemput gadis itu sebelum pulang.

“Gomawo…” ujar Suzy, memilih untuk menggunakan bahasa informal. Rasanya hubungannya dengan Yonghwa sudah semakin dekat dan sepertinya laki-laki itu tidak merasa keberatan. Karena selama perjalanan tadi tanpa sadar ia mencurahkan kekesalannya pada Minhyuk dengan tidak menggunakan bahasa formal, seperti yang selama ini dilakukannya jika berbicara dengan laki-laki itu.

Yonghwa tersenyum, kemudian menggangguk, “Masuklah. Sudah malam.”

Suzy balas tersenyum, kemudian membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya menuju pagar rumah Krystal. Namun ketika tinggal beberapa langkah lagi menuju pagar, ia kembali berbalik dan setengah berlari menghampiri Yonghwa.

Setelah sampai di hadapan Yonghwa, Suzy berjinjit dan dengan gerakan cepat menyapukan bibirnya di bibir pria itu, membuat Yonghwa terkesiap dan hanya bisa berdiri mematung.

“Saranghae…” ujar Suzy pelan, merasa malu setengah mati. Debaran jantungnya yang semakin keras membuatnya takut tangannya melemas dan kotak kue yang dipegangnya jatuh ke aspal.

Yonghwa tidak menjawab. Ia mengatupkan bibirnya yang sempat terbuka karena kaget. Pernyataan yang begitu tiba-tiba dari gadis itu, membuatnya tidak tahu harus bersikap seperti apa.

“Aku… tidak butuh jawaban.” Suzy angkat suara, mencoba mencairkan suasana, “Itu hanya ungkapan perasaan saja…” ia lalu kembali membalikkan badannya.

Suzy sadar Yonghwa pasti kaget dengan pernyataannya, dan masih ada kemungkinan pintu hati laki-laki itu masih belum terbuka untuknya. Tapi ia tidak sanggup lagi memendam perasaannya terus-menerus. Ia sudah bertekad akan mengatakannya, apapun resikonya.

Baru selangkah berjalan, tiba-tiba Suzy merasa sebelah tangannya ditahan. Gadis itu segera menoleh.

“Maukah… kau menunggu?” tanya Yonghwa hati-hati. Selama terdiam tadi, ia terus memikirkan pernyataan cinta Suzy padanya.

Dahi Suzy mengernyit.

“Maukah kau menungguku? Aku…”

“Akan kutunggu.” Potong Suzy, “Aku akan menunggumu.” Gadis itu menyunggingkan seulas senyum, kemudian berlalu.

Masih ada kesempatan, pikir Suzy. Ia tidak sepenuhnya ditolak. Ia tahu perasaan Yonghwa yang mungkin masih belum bisa sepenuhnya melupakan mantan kekasihnya. Tapi laki-laki itu memintanya untuk menunggu. Ia yakin Yonghwa akan berusaha membuka hatinya untuknya. Maka dari itulah, ia bersedia untuk menunggu. Menunggu hingga laki-laki itu bisa menerima dirinya seutuhnya.

“Aku percaya padamu.”

 

***

Krystal’s House, Pyeongchang-dong, Jongno-gu, Seoul

9.15 PM

-Author’s POV-

“Apa Suzy sudah pulang?” gumam Krystal ketika berjalan menuju pintu rumahnya diikuti Minhyuk.

Minhyuk mengangguk, “Tadi dia mengirimkan pesan padaku, dan memintaku cepat-cepat mengantarmu pulang.”

“Memangnya kenapa?”

Minhyuk tidak menjawab. Sebenarnya, alasan Suzy memintanya untuk segera ke rumah Krystal adalah agar mereka segera melaksanakan rencana kejutan ulang tahun. Hanya kejutan sederhana sebenarnya, dengan menonton film di halaman belakang rumah Krystal yang luas, dengan bantuan proyektor yang diarahkan ke dinding, seperti yang ada di dalam drama My Princess yang sempat ditontonnya dengan meminjam DVD milik noona-nya. Kemudian mereka duduk di ayunan dan mengobrol sampai pagi. Minhyuk bahkan sudah berencana membuat hot chocolate sendiri sekadar untuk menghangatkan badan mereka nantinya dari dinginnya angin malam. Dan di saat itulah ia menyatakan perasaannya. Namun toh ia sudah melakukannya di luar rencana.

Ketika tersadar dari lamunannya, dipandanginya punggung Krystal yang hendak menekan bel rumahnya. Entah apa yang mendorongnya, saat tangan gadis itu masih menekan bel, diraihnya tangan tersebut dan dibalikkannya tubuh gadis itu hingga menghadapnya. Ia lalu menundukkan sedikit wajahnya dan menyapukan bibirnya di bibir gadis itu.

Krystal tersentak dengan sikap Minhyuk yang tiba-tiba, namun sebelum ia berjengit laki-laki itu merangkulnya dengan sebelah tangannya, dengan bibir tipisnya yang masih menempel di bibirnya.

Krystal memejamkan matanya, merasakan sentuhan lembut bibir Minhyuk di bibirnya. Perlahan Minhyuk memiringkan kepalanya, menghisap bibirnya bergantian. Dan Krystal akhirnya menyerah, mengalungkan kedua tangannya di leher laki-laki itu, membalas ciumannya.

Sementara di dalam rumah, Suzy yang mendengar bel berbunyi segera melihat ke layar intercom, dan betapa terkejutnya ia melihat pemandangan ditampilkan di layar. Pemandangan yang menurutnya nyaris tidak akan pernah ia lihat. Rasanya baru tadi pagi kedua sahabatnya itu bersikap malu-malu, dan sekarang mereka malah berciuman mesra.

Suzy berdehem. Timbul ide jahil di benaknya. Ia buru-buru melangkahkan kakinya ke pintu dan membukanya dengan sekali sentakan. Membuat dua sahabat yang baru saja menjadi sepasang kekasih itu kaget dan segera melepaskan pagutan mereka.

Suzy berusaha setengah mati menahan tawanya melihat wajah kedua orang itu yang merah padam, terutama Krystal. Namun ia pura-pura memasang tampang jengkel.

“Apa yang kalian lakukan? Tidak sadar kalau masih ada di luar? Kalau ada yang lewat bagaimana?” tanyanya dingin.

“Oh, Suzy… Kau sudah pulang?” tanya Krystal kikuk. Dengan wajah tertunduk ia buru-buru masuk ke dalam rumah, meninggalkan Suzy dan Minhyuk yang masih berdiri di tempatnya.

Suzy tidak bisa menahan senyumnya. Menggoda gadis itu benar-benar sangat menyenangkan, walaupun ia bisa merasakan hawa dingin menusuk yang dipancarkan Minhyuk karena kehadirannya yang mengganggu.

“Bagaimana rasanya?” sindir gadis itu dengan senyum jahilnya.

Minhyuk tersenyum sekilas, kemudian melangkahkan kakinya masuk sambil menjitak pelan kepala gadis itu.

Suzy hanya bisa meringis, “Ya! Sakit, bodoh!”

 

***

Lee Jungshin’s Studio, Cheongdam-dong, Gangnam-gu, Seoul

12.15 PM

-Author’s POV-

Sulli mengetuk-ngetukkan pensilnya di atas meja, kemudian menghela napas berat. Entah sudah berapa kali ia melakukan itu. Pikirannya tidak bisa fokus. Biasanya mendesain sebuah pakaian adalah hal yang sangat menyenangkan baginya. Namun entah kenapa hari ini ia sama sekali tidak ingin melakukannya.

Masih terekam jelas dalam ingatannya mengenai percakapannya dengan Minho terakhir kali di telepon. Laki-laki itu terkesan acuh, sama sekali berbeda dengan Minho yang selama ini ia kenal. Dan setelah itu Minho sama sekali tidak menghubunginya kembali. Tentu saja Sulli merasa cemas.

Dan soal Sooyoung. Bukan hanya soal liontin black diamond saja, tapi juga perhatian yang diberikan orangtuanya kepada kakak perempuan satu-satunya itu. Awalnya ia bisa memaklumi karena Sooyoung baru saja sembuh dari traumanya, namun lama-kelamaan rasanya perhatian itu terlalu berlebihan. Ia jadi merasa sedikit… diacuhkan.

Sulli mendengus, kemudian mencoret-coretkan kertas sketsanya dengan pensil yang dipegangnya, membuat gambarnya menjadi tidak karuan. Sebenarnya ia benci dengan dirinya sendiri yang menjadi pencemburu seperti ini. Tapi ia juga manusia. Ia juga anak dari orangtuanya dan ia masih menjadi kekasih Minho. Tidak bolehkah ia merasa cemburu sedikit saja?

“Astaga! Sulli-ah, ada apa denganmu?” tiba-tiba terdengar suara seseorang. Membuyarkan lamunan gadis itu seketika.

Sulli mendongak, dan mendapati seorang laki-laki bertubuh tinggi sudah berdiri di depan mejanya, menatap sketsa yang baru saja dicoretnya dengan cemas.

“Itu jelek.” Dengus Sulli.

Dengan suasana hatinya yang sedang tidak bagus seperti ini, melihat Lee Jungshin membuatnya kembali teringat bahwa perang dinginnya dengan laki-laki itu masih belum tuntas. Sebagai akibatnya, ia hanya bisa bersikap ketus di depan laki-laki itu.

“Apa kau sedang ada masalah?” tanya Jungshin hati-hati.

Sulli kembali mendengus, kemudian menghentakkan pensilnya ke atas meja dan berdiri dari kursinya, “Maaf Jungshin-ssi, sepertinya aku tidak mendesain pakaian tambahan untukmu. Tugas ini akan kuserahkan pada Seolhyun. Maafkan aku.” Gadis itu pun bergegas pergi keluar ruangan.

“Sulli-ah, tunggu!” panggil Jungshin, namun sia-sia saja karena gadis itu tetap melanjutkan langkahnya. Jungshin buru-buru mengejarnya. Ia tidak ingin membiarkan gadis itu terus-terusan murung dan melarikan diri darinya, sekaligus menyelesaikan masalah mereka.

 

***

“Apa yang terjadi, Sulli-ah? Ada masalah apa? Kau bisa cerita padaku.” ujar Jungshin, memutuskan untuk mengajak gadis itu duduk di tangga di salah satu sudut ruangan yang jarang dilewati orang karena gadis itu tidak juga mau menceritakan masalahnya.

Sulli menggeleng, “Aku tidak bisa.”

“Kenapa?”

“Aku tidak mau terdengar seperti gadis serakah.”

“Apa yang membuatmu berpikir begitu?”

Sulli tidak menjawab. Ia meremas-remas kedua tangannya, bimbang untuk mengatakannya atau tidak. Ia tahu Jungshin bermaksud baik membantunya, mendengarkan keluh kesahnya, namun di sisi lain ia juga merasa Jungshin sebagai orang luar sebaiknya tidak perlu tahu.

“Maafkan aku Sulli-ah, waktu itu aku tidak bermaksud…”

“Kurasa kau benar, Jungshin-ssi.”

Jungshin menatap gadis itu, dahinya mengernyit.

“Minho oppa… sudah beberapa hari ini dia tidak menghubungiku sama sekali. Dia baru menghubungiku kemarin dan yang ditanyakan hanyalah keadaan Sooyoung eonni. Mungkin… mungkin Minho oppa… tidak sebaik yang kukira…” suara Sulli terdengar sedikit bergetar. Kedua tangannya meremas bagian bawah bajunya, berusaha keras menahan air matanya agar tidak keluar.

Jungshin meletakkan sebelah tangannya di bahu Sulli dengan lembut, kemudian menepuk-nepuknya perlahan, “Jangan berburuk sangka dulu, mungkin saja aku salah waktu itu…”

“Tidak, seharusnya aku yang minta maaf padamu. Mungkin… Minho oppa memang menyukai orang lain… Mungkin… dia tidak sayang padaku lagi…” kali ini Sulli tidak dapat membendung air matanya. Ia pun terisak pelan, lalu buru-buru mengusapnya. Ia tidak suka dirinya yang begitu mudah menangis.

Kedua tangan Jungshin memegang bahu Sulli, kemudian membawa gadis itu ke dalam pelukannya, mengusap rambutnya dan menenangkannya.

“Minho oppa… tidak peduli lagi padaku… Dan juga kedua orangtuaku… lebih memikirkan Sooyoung eonni…” Sulli mencurahkan isi hatinya dengan masih terisak. Tanpa sadar ia menenggelamkan wajahnya di dada laki-laki itu, meremas lengan kemejanya hingga menjadi sedikit kusut. Namun Jungshin tidak peduli, yang penting gadis itu tidak memendam masalahnya berlarut-larut.

“Aku peduli padamu…” ujarnya lembut.

Sulli mengerjapkan matanya. Berangsur-angsur isakannya berhenti, berganti dengan rasa terkejut.

Sadar bahwa dirinya sejak tadi menangis di dada Jungshin dan membuat bagian depan kemeja laki-laki itu basah, Sulli buru-buru minta maaf. Namun Jungshin malah tersenyum.

“Aku peduli padamu Sulli-ah. Aku peduli padamu lebih dari siapapun.” Jungshin menegaskan pernyataannya. Ia lalu menghapus air mata yang membasahi pipi gadis itu dengan lembut, “Jangan menangis lagi. Aku tidak mau melihatmu sedih begini.”

Sulli buru-buru menggantikan tangan Jungshin di pipinya dan menghapus sisa-sisa air matanya. Kata-kata Jungshin terdengar sangat tulus. Ia menatap mata laki-laki itu, mencari kebohongan disana, namun hasilnya nihil. Jungshin sama sekali tidak berbohong.

Sulli tersenyum tipis, sambil menundukkan wajahnya yang tampak tersipu, “Gomawo, Jungshin-ssi…”

(to be continued)

__________________________

Annyeonghaseyo 😀

Seperti kata para pujangga, hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga *apasih* Ya, di chapter 9 ini emang lebih menonjolkan romance-nya. Ga salah bukan? Karna FF ini juga bergenre romance. Tapi ini tetep masih ada kaitannya kok sama chapter sebelumnya dan chapter sselanjutnya. Jadi kalo ada yang penasaran gimana kelanjutan kasusnya, tungguin aja chapter 10 ya. Tapi mungkin ga bisa cepet-cepet karna aku mau UAS dulu. Mohon doanya… m(_ _)m

See you on the next chapter! 🙂

60 thoughts on “Black Flower [Chapter 9]

  1. waaaaaa!!!!!! chapter ini panjang bangeeeettttt* TOP banget author, jd senyum2 sendiri baca partnya krystal Minhyuk.. suzy oke banget,
    lanjut author. ah terima kasih :’)

  2. yeay……..!!!
    akhirnya FF yg ditunggu – tunggu muncul.. n_n
    suka bgt chapter ini…
    terasa romancenya,,,,
    suzy oke bgt nyatain perasaannya ..
    yonghwa oppa, aku akn menunggumu..
    plak* dimarahin suzy…
    keep fighting thor

  3. ya. . . Akhirny stlah lama menunggu q bsa bca chpter ini
    ah minhyuk n krystal akhrny jdian jg…kalo gk gra2 suzy minhyuk udah bner2 ptah hti. . .suzy bner2 moodmaker…

  4. akhrny minhyuk-krystal jdian. kalo gk gara2 suzy, minhyk bkalan bner2 ptah hati tuh. Suzy emg pntes jd moodmaker…

  5. waduh,,,knpa krystal ikut2 diancam !!!!!! tpi jdi’an sma hyukie bikin seneng deh,,,,semua hubungan dlm part ini semakin menuju ke arah yg baik,,,hahahahha
    pokok’a lanjutttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt

  6. Banyak kejutan!!

    bang jeha, mas minhyuk, pak(?) yonghwa, akang jungshin, kereeen..
    Aku baca sampek nendang2 kasur.
    ngena banget feel-nya..
    aaahhh..
    joah.. joaahh..

    kata ‘TBC’ itu yg bikin paling shock (-,-)
    next next next next next next next next next next *halah

  7. Adegan kissuenya bnyak bgt.. +_+
    Krystal aku relakan minhyukku kepadamu *gak ikhlas* ㅠㅠ
    Tapi ceritanya jdi tambah seru.. 😀
    Lanjut thor, hwaiting.. ^o^9

  8. Huwaahh, akhrny muncul jg 😀 Slalu sy tguin kelanjtan ff in thor. Sneng bgt part in krn tmpkny hmpr smua cast sdang brbunga2… Stlah ep ke 9, hyukstal jadian jg. Eh btw, minho g bkalan sm sulli y thor ? Lg nntonin TTBY soalny jd g ikhlas mreka trpisah. Pdhal d awl udh so sweet bgt pke cembru gt sm jungshin… Hmm Memuaskan membcny wlau agk ribet gt krn ngebcny dr HP bkn dr laptop dtmbh crtany yg ckp pnjg… Tp good job, i like it 😀

  9. DAEBAK!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
    Keren banget thor!
    Lanjut terus yah!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
    Selama ngebaca chapter 9 ini, senyum gabisa berenti…
    Pokoknya keren!
    Cepet bikin chapter 10-nya yah thor!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

  10. cie suzy sama krystal akhirnyaaaa… seneng banget pas momentnya hyukstal sama yongzy.
    suka juga waktu jongfany 🙂
    nextnya ditunggu

  11. kayaknya chapter ini bertemakan “pengakuan cinta” semua tokoh mengungkapkan perasaannya dengan pasangan masing2, bagus thor, lanjut ya

  12. hiks .. kenapa di chapter ni suzy hrus nyium yonghwa??? gk rela!! bibir yonghwa cuma buat seohyuunnn :'(((
    mana dsuruh nunggu lg suzynya?? yong, seohyun itu the one and only, jebaaalll :'((

    • yongseo foverer lahh..yonghwa jgn PHP In suzy donk..kan suzy.a ntr tambah ngarepp…msh ngarep klo seo eunn balik…:'(

  13. ,, kyaaa..!!! So sweet bnget sihh KrysHyuk couple..!! 🙂
    Seneng bnget dehh akhirnya mrka bisa jadian.. Bikin gemes.. 😉

  14. krystal minhyuk bikin dag dig dug serr bgtt sihhh….duhh klo aq jd krystal ky.a jantung q dah meletup2 kaya popcorn br jadi..wkwkwkw….tp yonghwa malah br harapan besar ke suzy…dan aq mash harap seo unnie baliikkk…aaaaa..gmn nih…jd galauuwww *loh ko aq yg galau..hahaha….but over all…nice ff min…

  15. love is in the air ahihihi…
    suzy sama yong makin deket aja nih, asiiikk 🙂
    jangan lama-lama yong, cepetan move on! suzy ssi fighting!! ^.^

  16. fany eonni.. kau kenapa bisa seperti itu.. nerima jonghyun tapi mau berpisah dengannya.. kyaaaa yonghwa sama suzy T_T .. oh ayolah.. sebel.. tapi ga apalah.. demi ngelanjutin kepenasarannya..

Leave a reply to ree Cancel reply