Black Flower [Epilog]

black flower 3

Author: ree & teetwilight

Genre: AU, tragedy, crime, romance

Rating: PG-15

Length: chaptered

Male Casts:

Jung Yonghwa CN Blue

Lee Jonghyun CN Blue

Kang Minhyuk CN Blue

Lee Jungshin CN Blue

Choi Minho SHINee

Female Casts:

Sulli Choi f(x)

Krystal Jung f(x)

Choi Sooyoung SNSD

Tiffany Hwang SNSD

Seo Joohyun SNSD

Suzy Bae (Miss A)

 

Disclaimer: The whole story and characters are fictional and for entertainment purpose only. Any copyright infringement will be punished according to the applicable law.

Previous: Teaser | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12-End

Note: Karena cast-nya banyak, jadi mohon perhatikan baik-baik setiap POV yang tertera di atas supaya tidak bingung. Gomawo

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 

Yanghwajin Foreigners’ Cemetery, Hapjeong-dong, Mapo-gu, Seoul

9.45 PM

-Author’s POV-

Setelah beberapa minggu berlalu, hari ini adalah kali pertama Tiffany menginjakkan kakinya di pemakaman tempat Shim Changmin disemayamkan. Apapun itu yang pernah terjadi diantara mereka berdua―intrik hingga konflik berdarah yang menewaskan Changmin, toh pria itu pernah menjadi teman yang mengisi hari-harinya. Atas dasar itulah ia membuka hatinya untuk memaafkan Changmin, dan dengan tulus mendoakan kepergiannya.

Tiffany meletakkan seikat bunga lily segar diatas pusara itu. Ia sengaja membawa bunga lily  yang melambangkan kebahagiaan, dengan harapan benda itu akan membawa kebahagiaan juga untuk Changmin di alam sana. Setelahnya, Tiffany merapatkan kedua tangan kemudian mengaitkan jari-jarinya, menundukkan kepala dan memejamkan matanya. Untuk yang kesekian kalinya sejak kematian Changmin, ia berdoa untuk kebahagiaan pria itu.

Jagiya!” Tiffany buru-buru menyeka air matanya ketika mendengar suara Jonghyun memanggilnya. Ia tidak ingin membuat pria itu khawatir karena melihatnya dirinya menangis. Ia memutar badannya dan mendapati Jonghyun yang berpakaian serba hitam―sama seperti dirinya―sedang berjalan mendekati tempat ia berdiri sekarang.

“Maaf membuatmu menunggu lama.” Jonghyun meletakkan kedua tangannya di pinggang Tiffany, kemudian memutar tubuhnya menghadap pusara Changmin. Cukup lama mereka berdua memandangi batu nisan yang ada di hadapannya tersebut. Dalam hatinya, Jonghyun mengucapkan doa untuk Changmin―walaupun tidak seperti sebagaimana Tiffany melakukannya.

“Kau tahu,” Jonghyun memecah keheningan diantara mereka, “aku berterima kasih padanya.”

Tiffany menatap Jonghyun, menunggu pria itu untuk melanjutkan kata-katanya.

“Kalau bukan karena ia menyuruhmu untuk menolak perjodohan itu, mungkin saat ini kau masih berada di Amerika,” dengan masih menempatkan pandangannya pada pusara itu, ia melanjutkan pembicaraan mereka, “dan mungkin juga telah menikah dengan Changmin walau terpaksa.”

“Karena itu, aku berterima kasih padanya karena ia tidak menikahimu.” Jonghyun tersenyum jahil pada Tiffany yang masih menatapnya dari tadi.

“Berterima kasihlah padaku atas keberanianku untuk membangkang perintah ayahku,” ujar Tiffany. Betapapun ia mencoba untuk menyembunyikan perasaannya, gurat kesedihan tetap terlihat dari wajah cantiknya. Ia teringat akan ayahnya yang sudah lama tidak ditemuinya. Jangankan bertemu, sejak kepergiannya ke Korea ia tidak pernah lagi bertukar kabar dengan ayahnya.

Jonghyun yang menangkap kesedihan di wajah Tiffany langsung merangkul pundaknya kemudian mengusap-usapnya lembut, seolah dengan melakukan itu ia bisa mengusir kesedihan itu darinya.

“Kau pasti sangat merindukannya,” gumam Jonghyun yang dibalas dengan anggukan oleh Tiffany.

Dengan tangannya yang masih diletakkan di pundak Tiffany, perlahan Jonghyun memutar tubuh gadis itu untuk berbalik.

“Surprise,” serunya ketika Tiffany mendapati seorang pria paruh baya berperawakan tinggi sedang berdiri di hadapan mereka.

Tiffany tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. “Dad?

Pria tua itu tersenyum hangat kepada anak perempuannya, seolah tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka. “Yeah, it’s me.

Spontan Tiffany berlari untuk memeluk ayahnya yang berada beberapa meter di hadapannya―seperti yang dilakukannya setiap kali ayahnya menjemputnya di taman kanak-kanak ketika ia masih kecil.

Ia memeluk ayahnya erat, dan membenamkan wajahnya di pundak ayahnya itu. “I’m sorry, dad,” gumamnya dalam pelukan ayahnya. Air mata pun mulai mengalir di pipinya. “I’m sorry… for everything.

Sama seperti setiap kali Tiffany kecil menangis, ayahnya mengusap-usap kepala gadis itu lembut sambil berkata, “tidak apa-apa, Stephanie. Jangan menangis lagi.” Dan sama seperti ketika ia masih kecil, kata-kata itu selalu berhasil membuatnya cukup kuat dan berhenti menangis.

Tiffany pun menyeka air matanya. “Thanks, dad.”

***

Seusai meletakkan sebuket lily dan berdoa untuk Changmin, ayah Tiffany hendak pamit kepada anak perempuannya dan Jonghyun untuk pulang ke San Francisco.

“Secepat ini?” tanya Tiffany yang masih ingin bersama dengan ayahnya dan enggan untuk berpisah. “I’ve just seen you again after a long, long while and now you’re leaving?

“Mianhae. Kau kan tahu banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan disana,” jelas ayahnya.

Walau masih dengan perasaan enggan yang tergambar jelas di wajahnya, Tiffany mau tak mau harus berpisah dengan ayahnya. “Arasseo. Jaga kesehatanmu, dad.” Ia memeluk ayahnya sekali lagi.

Setelahnya, ayah Tiffany menjabat tangan Jonghyun dan menepuk pundaknya. “Jonghyun-ssi, kuserahkan anakku padamu. Jaga dia baik-baik,” pesannya.

Jonghyun mengangguk mantap. “Algesseumnida, abeonim.”

“Kalau begitu, aku pamit dulu. Sampai jumpa.” Pria tua itu kemudian berbalik dan meninggalkan pemakaman itu.

“Bagaimana bisa ia datang kesini?” tanya Tiffany pada Jonghyun saat sosok ayahnya sudah hilang dari pandangannya.

“Aku yang memintanya untuk datang kesini,” ujar Jonghyun. “Minggu lalu,” lanjutnya.

Tiffany seolah teringat sesuatu. “Minggu lalu? Jadi, kau pergi ke Amerika minggu lalu untuk menemui ayahku? Kukira kau benar-benar ada urusan pekerjaan di luar kota.” Tiffany mengerucutkan bibirnya, sedikit tidak terima karena Jonghyun tidak memberitahukan yang sebenarnya kepadanya.

Jonghyun terkekeh melihat raut wajah Tiffany yang menurutnya lucu. “Mian…” Ia meletakkan tangannya di puncak kepala Tiffany kemudian mengacak-acaknya―seperti sedang berhadapan dengan anak kecil.

Tiffany merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. “Amuteun… gomawo, sarang-ah.”

Ia hendak memberikan kecupan di pipi kanan Jonghyun ketika niatnya itu harus batal karena gestur yang dilakukan Jonghyun saat ia bergumam, “cham. Aku baru teringat sesuatu.”

“Apa?”

Jonghyun tersenyum sekilas padanya. “Tutup matamu,” pintanya.

Dengan patuh Tiffany menutup kedua matanya. Di luar perkiraannya, Jonghyun menyuruhnya untuk membuka mata lagi beberapa detik kemudian. Ia kira pria itu akan melakukan sesuatu padanya―menciumnya dengan mesra―yang tentu saja, well, kurang pantas untuk dilakukan di tempat pemakaman.

“Tiket pesawat?” tanya Tiffany setelah ia melihat sebuah amplop maskapai penerbangan yang ada di tangan Jonghyun.

Jonghyun mengangguk.

“Kau mau aku menyusul ayahku ke LA, makanya kau membelikanku tiket pesawat?” Tiffany mencoba menerka untuk siapa dan untuk apa tiket pesawat itu ada di tangan Jonghyun.

“Bukan.” Jonghyun menggeleng. “Ini tiket untuk kita berdua. Kita akan pergi bulan madu ke Amerika.”

“Mwo? Ba… Bagaimana…” Tiffany mendadak gagap mendengarnya, “bulan madu apanya? Masa kau lupa kalau kita belum menikah?” Tiffany menyentuh dahi Jonghyun dengan telapak tangannya, seolah memeriksa apa mungkin tunangannya itu sedang sakit dan karenanya mengigau.

Dengan lembut Jonghyun menurunkan tangan Tiffany yang menempel di dahinya. “Kita akan menikah di LA,” jelasnya, “agar abeonim serta teman-temanmu yang lain bisa menghadiri pernikahan kita.

“Apa daddy mengetahuinya?” tanya Tiffany yang dibalas dengan sebuah anggukan oleh Jonghyun.

“Tentu saja. Ini bahkan permintaannya,” jelas Jonghyun lagi.

“Jangan-jangan… seolma… hanya aku saja yang tidak tahu tentang ini?” kali ini Tiffany merasa sedikit kesal karena ia seolah-olah tidak pernah dilibatkan dalam pembicaraan tentang pernikahannya.

Jonghyun mengernyitkan dahinya, ragu apa ia harus memberitahukan jawaban yang sebenarnya kepada Tiffany. Tetapi toh ia selalu berkata yang sejujurnya―tak terkecuali pada Tiffany. “Yah, begitulah,” akunya.

Mendengar pengakuan Jonghyun, mata Tiffany mulai berkaca-kaca―yang membuat Jonghyun takut bahwa dirinya telah menyakiti hati Tiffany dan ia tidak setuju dengan permintaan ayahnya itu.

“Uljima, Fany-ah…” pintanya. “Maafkan aku.” Jonghyun mengusap-usap punggung tangan Tiffany dengan ibu jarinya.

Tiffany menyeka air matanya sebelum menatap kedua mata Jonghyun. “Tidak perlu minta maaf. Aku hanya merasa… terharu.”

Jonghyun tersenyum lega mendengarnya. “Kau… setuju?”

“Tentu saja.” Tiffany mengangguk mantap.

Ia melingkarkan kedua tangannya di tubuh Jonghyun dan memeluknya erat. Kemudian ia mendekatkan bibirnya ke telinga Jonghyun dan membisikkan sesuatu di telinganya. “I love you, Lee Jonghyun. Forever and always. Nothing’s gonna change that.

Jonghyun mendekap erat Tiffany. Ia membenamkan wajahnya di bahu gadis itu kemudian memenuhi paru-parunya dengan aroma tubuh Tiffany. Setelahnya ia balas membisikkan sesuatu di telinganya. “I love you too, Stephanie Hwang. Forever and always. And nothing’s gonna change that.

***

 

Few Months Later…

Seoul Metropolitan Police Station, Gwanghwamun, Seoul

11.55 AM

-Author’s POV-

“Akan kubuktikan Ahn Gilkang tidak bersalah!”

“Semua bukti mengarah padanya. Kau tidak mengerti juga?”

“Dia punya alibi, detektif Jung.”

“Semua orang bisa membuat alibi. Bahkan beberapa orang mampu menyusun alibi sempurna tanpa cela.”

“Ya! Kalian berdua! Haruskah kalian berdebat di tempat ini?? Ck, kelakuan anak muda zaman sekarang…” inspektur Kwon, yang sedang sibuk memeriksa berkas-berkas di atas mejanya merasa terusik dengan suara ribut yang berasal dari salah satu sudut ruangan itu.

Penyebab kegaduhan itu siapa lagi kalau bukan Suzy dan Yonghwa. Entah bagaimana caranya kedua orang itu bisa bertemu lagi di tempat ini. Sedari tadi mereka meributkan seorang pria yang diduga sebagai pelaku kasus kebakaran yang baru saja terjadi di daerah Gangnam─dengan pendapat yang bertentangan tentu saja.

Inspektur Kwon menghela napas dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin kedua orang itu memang ditakdirkan untuk selalu berseberangan. Adu mulut mempertahankan pendiriannya seperti anak kecil yang memperebutkan sebuah permen.

“Kalian tahu? Kelakuan kalian ini mengingatkanku pada tokoh suami istri dalam komik detektif yang kubaca. Profesinya sama persis; suaminya detektif dan istrinya pengacara. Setiap bertemu mereka juga selalu bertengkar seperti itu.” Celetuk Inspektur Kwon akhirnya, tidak tahan untuk terus berdiam diri mendengarkan celotehan mereka.

Baik Suzy maupun Yonghwa sama-sama menoleh dengan tampang sengit, “Aku sudah punya pacar!” ujar mereka hampir bersamaan.

Sadar Suzy mengatakan hal yang sama persis dengannya, Yonghwa menatap gadis itu dengan kening berkerut, “Kau… punya pacar?”

“Memangnya kenapa? Itu tidak salah.”

“Bukan begitu maksudku…” Yonghwa tidak menyangka Suzy bisa cepat bangkit kembali, membuatnya lega sekaligus aneh di waktu bersamaan, “Siapa orangnya?”

“Mau apa kau tanya-tanya?” Suzy menjulurkan lidahnya, sengaja membuat Yonghwa semakin penasaran.

Tak lama kemudian ponsel Yonghwa tiba-tiba berdering. Wajahnya seketika berubah sumringah begitu melihat nama yang tertera pada display-nya.

“Hyun!” Yonghwa tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Seulas senyum mengembang di bibirnya.

“Makan siang? Kau ada dimana sekarang?” refleks ia menjauhkan dirinya ke sudut ruangan yang lain agar bisa berbicara lebih leluasa.

Melihat sikap Yonghwa, Suzy hanya bisa mencibir. Jika sudah menyangkut soal Seohyun, laki-laki itu pasti akan langsung melupakan segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Ekspresinya saat ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa semenit yang lalu emosinya hampir mencapai ubun-ubun akibat adu mulut mereka barusan.

Tanpa sengaja Suzy menolehkan kepalanya ke arah pintu, dan tepat pada saat itu seseorang masuk ke ruangan tersebut.

Wajah Suzy berubah cerah, “Myungsoo-ya!”

Myungsoo─orang yang ternyata baru masuk ke ruangan tersebut─balas tersenyum. Ia lalu berjalan menghampiri Suzy, “Maaf, sudah menunggu lama ya?”

Suzy menggeleng, “Sama sekali tidak.” Ia lantas melingkarkan kedua tangannya pada salah satu lengan Myungsoo dengan mesra, “Mau makan siang dimana?”

Myungsoo berpikir sejenak, “Menurutmu dimana?”

“Restoran Jepang yang baru buka di seberang sana kelihatannya enak.”

“Baiklah.”

Kedua orang itu lalu melangkah keluar ruangan masih dengan senyum yang tidak terlepas dari wajah mereka. Siapapun yang melihat pasti tahu jika dua manusia itu adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

Yonghwa yang tidak sengaja melihat pemandangan tersebut hanya bisa melongo. Ia yakin wajahnya sekarang pasti terlihat sangat bodoh saking terkejutnya. Ia pun berpandangan dengan Inspektur Kwon, yang menunjukkan ekspresi yang tidak jauh beda dengannya.

“Jadi… pacarnya itu Kim Myungsoo??”

***

Gwanghwamun, Seoul

12.10 PM

-Author’s POV-

“Sebenarnya… ada yang ingin kukatakan…”

Yonghwa, yang saat itu tengah menikmati goguma cake─menu yang khusus dipesan Seohyun sebagai dessert makan siang mereka hari itu─mendongak. Dilihatnya gadis cantik yang duduk dihadapannya itu sedang memandangi wajahnya. Sorot matanya seolah menunjukkan bahwa kali ini ia ingin mendapatkan perhatian Yonghwa sepenuhnya.

Yonghwa meletakkan garpu kecil yang digunakannya untuk menyantap cake dan menyandarkan punggungnya ke kursi. Belum pernah ia melihat Seohyun seserius ini selain pernyataannya untuk berpisah beberapa waktu yang lalu. Ia berpikir pasti ada hal penting yang ingin disampaikan gadis itu. Dan semoga saja bukan pernyataan untuk berpisah.

“Ada apa?” Yonghwa tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Keningnya semakin berkerut ketika melihat gadis itu malah tersenyum, meruntuhkan segala spekulasinya barusan.

“Aku akan kembali ke Jepang.” Sahutnya, masih dengan cengiran lebar yang menghiasi paras cantiknya.

Sayangnya, wajah bahagia Seohyun justru kontras dengan ekspresi yang Yonghwa tunjukkan. Lelaki itu terdiam, jelas tidak begitu suka dengan apa yang baru saja didengarnya.

“Berarti kau akan meninggalkanku lagi?” tanya Yonghwa tidak terima. Untuk hal yang satu ini, ia akui dirinya memang egois. Kalau bisa, ia ingin Seohyun dipindahtugaskan saja di Korea. Masih banyak kebun bunga di negara ini yang bisa dijadikan tempat penelitian dan riset. Rasa bahagianya yang meluap-luap begitu Seohyun kembali ke Korea dan kembali ke pelukannya telah membuatnya ketergantungan akan keberadaan gadis itu di dekatnya sehingga rasanya ia tidak akan tahan jika harus berpisah berlama-lama.

Di luar dugaan, Seohyun malah terkekeh pelan, “Aku ralat. Harusnya ‘kita’, bukan ‘aku’.”

“Maksudmu?” Yonghwa semakin tidak mengerti.

“Kita akan ke Ashikaga. Besok.” jelas Seohyun.

“Kita?” raut kebingungan masih tergambar jelas di wajah Yonghwa. Bukankah Seohyun bermaksud ke Jepang untuk kembali bekerja? Lalu kenapa ia harus ikut juga?

Seohyun mengangguk riang, “Kita. Aku dan kau. Kita berdua.”

Sejujurnya Yonghwa senang mengetahui bahwa Seohyun mengajaknya ikut serta. Mungkin mereka akan berjalan-jalan disana selama beberapa hari, dan ia rela-rela saja meninggalkan pekerjaannya sementara. Tapi kenapa harus tiba-tiba begini? Pasti ada sesuatu yang Seohyun sembunyikan dan sialnya ia tak tahu apa itu.

“Aku ingin menunjukkan sesuatu, detektif Jung. Jangan curiga begitu.” Ujar Seohyun seolah bisa membaca pikiran Yonghwa. Ia berusaha keras menahan tawanya melihat wajah serius kekasihnya itu. Ia tahu Yonghwa sedang memikirkan berbagai kemungkinan mengenai apa yang akan ditunjukkannya di Jepang, padahal ia rasa laki-laki itu tidak perlu menanggapinya seserius itu.

“Kau tidak keberatan kan?” tanya Seohyun. Yang ia maksud disini adalah mengenai pekerjaan Yonghwa yang berarti mau tidak mau harus ia tinggalkan untuk beberapa hari.

Yonghwa mengangguk, kemudian menunjukkan senyum termanisnya untuk orang yang paling dicintainya itu, “Baiklah.”

***

Ashikaga Flower Park, Ashikaga-shi, Tochigi-ken, Japan

10.00 AM

-Author’s POV-

Seohyun mengamati satu per satu bunga mawar hitam sejauh jangkauan tangannya. Sesekali ia mendekatkan hidungnya, menghirup aroma harum yang dihasilkan oleh varietas baru hasil rekayasa genetik yang telah berhasil dilakukan oleh dirinya dan teman-temannya sesama peneliti. Wanginya tidak jauh berbeda dengan bunga mawar pada umumnya, dan Seohyun cukup gembira karena akhirnya bunga-bunga itu dapat tumbuh sebagaimana mestinya.

“Ternyata kau masih melanjutkan ‘urusanmu’ dengan mawar hitam itu.” celetuk Yonghwa, yang berdiri tidak jauh di belakang Seohyun. Sesekali ia ikut menyentuh mahkota bunga tersebut, meskipun tidak terang-terangan menunjukkan rasa tercengangnya karena ternyata bunga yang awalnya ia anggap mitos itu tumbuh dengan sangat baik di dalam bangunan kaca yang lumayan besar tempat mereka berada sekarang.

“Jika menyangkut kasus terdahulu, sebenarnya bunga-bunga ini tidak melakukan kesalahan apapun.” Ujar Seohyun. Ia ingat Yonghwa sempat merajuk gara-gara mawar hitam yang diberikannya pada Kyuhyun, “Sayang sekali jika bunga cantik ini dijauhi dan dijadikan faktor trauma karena disalahgunakan. Padahal mereka sudah bersusah payah untuk hidup.”

“Aku tidak menyalahkan bunga.” Koreksi Yonghwa. Ia tidak ingin terdengar membenci mawar hitam karena alasan yang tidak kuat karena sebenarnya ia tidak seperti itu, “Lagipula kenapa mawar hitam harus diciptakan? Kasihan, mereka akan mendapat filosofi buruk hanya karena warnanya.”

“Tambahan variasi, detektif Jung.” Sela Seohyun, “Supaya tidak bosan. Sama seperti bahan pangan yang diolah menjadi berbagai macam jenis makanan baru.”

“Bunga adalah alat reproduksi tumbuhan. Keberadaannya hanya sebagai alat untuk memperbanyak keturunan. Bentuk, warna, dan keindahannya itu hanya bonus.” Yonghwa kembali menyentuh mahkota bunga mawar hitam yang berada di sampingnya, berpura-pura sedang mengamatinya, “Kalau aku serangga, berapa banyak pun varietas bunga di muka bumi, yang menarik perhatianku hanya ada satu.”

Seohyun menolehkan kepalanya, sadar akan maksud dari analogi yang laki-laki itu gunakan. Ia mendengus kecil, “Kau menggodaku?”

Tanpa menunggu respon Yonghwa, gadis itu segera menggamit tangan laki-laki itu dan menggandengnya menuju pintu keluar, “Kaja! Ada satu hal lagi yang mau kutunjukkan padamu.”

***

Mungkin didalam greenhouse tadi Yonghwa masih bisa menjaga gengsinya, namun tidak kali ini. Ia benar-benar takjub melihat pemandangan di hadapannya. Kumpulan bunga warna-warni terhampar luas sejauh matanya memandang, membuatnya merasa seperti berada di surga. Jangankan Yonghwa yang memang baru kali ini berkunjung kesana, Seohyun yang selama ini bekerja di tempat yang tidak jauh dari taman bunga itu saja masih sangat terpukau dengan keindahan yang disuguhkan berbagai kumpulan bunga tersebut. Rencananya untuk datang ke tempat ini bersama Yonghwa ketika musim semi memang benar-benar tepat.

Untungnya Seohyun masih teringat akan tujuannya. Ia lalu membawa Yonghwa ke tempat lain, dimana bunga-bunga fuji─yang menjadi ikon utama taman bunga tersebut─menggantung indah membentuk sebuah terowongan. Warnanya yang sengaja dibuat berselang-seling ungu-putih semakin menambah kecantikan tempat tersebut.

Begitu melewatinya, Yonghwa baru ingat jika ia pernah menginjakkan kakinya di terowongan itu. Hanya saja waktu itu masih musim gugur, sehingga tidak ada bunga yang tumbuh.

“Kau tahu? Aku pernah berencana mengajakmu kesini saat musim semi.” Celetuk Yonghwa.

“Benarkah? Berarti pikiran kita sama.” Seohyun menyunggingkan senyumnya, “Aku benar kan? Bunga-bunga disini sangat indah. Bunga fuji di Ashikaga bisa mekar lebih lama dari bunga fuji di Tokyo.”

Yonghwa mengangguk dalam diam. Matanya terus memperhatikan gerak-gerik Seohyun yang nampak sangat bahagia berada diantara kumpulan bunga-bunga khas Jepang itu. Andai gadis itu tahu, bagi Yonghwa ia tidak kalah cantik dengan bunga-bunga tersebut.

Seohyun masih asyik mengamati dan mencoba menggapai bunga fuji yang menggantung di atas kepalanya ketika tiba-tiba saja ia merasakan sepasang tangan melingkar di pinggangnya. Spontan gerakannya terhenti. Kedua kakinya yang berjinjit perlahan kembali menapak tanah seluruhnya ketika Yonghwa yang berada persis dibelakangnya meletakkan dagunya di bahunya dan mengeratkan pelukannya.

 Yonghwa memejamkan matanya dan menghirup napas dalam-dalam. Aroma tubuh gadis itu sama seperti harum musim semi baginya. Mungkin ia sudah terbawa dalam suasana romantis dengan berada di tengah-tengah hamparan bunga yang indah itu. Tapi justru itulah yang diinginkan Yonghwa, karena sama seperti gadis itu, ada sesuatu yang ingin ia tunjukkan.

“Gomawo, Hyun…” ujar Yonghwa lembut, hampir seperti berbisik.

“Untuk apa?” Seohyun memiringkan kepalanya, berusaha melihat wajah Yonghwa walaupun nyatanya sedikit sulit dengan posisi mereka seperti sekarang.

“Untuk keberadaanmu di dunia ini. Untuk kau yang berada di sisiku.” Terdengar sedikit gombal, memang, namun Yonghwa sungguh-sungguh mengucapkannya.

Seohyun menunduk. Ia merasa sedikit beruntung karena dengan posisi begini Yonghwa tidak perlu melihat semburat merah yang menghiasi pipinya. Ia hanya bisa tersenyum, masih malu menanggapi perkataan Yonghwa.

Entah sejak kapan, tahu-tahu dihadapan Seohyun sudah terdapat sebuah kotak bludru merah dengan sepasang cincin emas di bagian dalamnya yang terbuka. Refleks Seohyun menutup mulutnya dengan kedua tangan, belum sepenuhnya percaya pada penglihatannya.

“Joohyun-ah, menikahlah denganku…”

Seohyun memutar badannya menghadap Yonghwa. Dilihatnya laki-laki itu tengah menatapnya dengan sungguh-sungguh, membuat matanya mulai memanas karena terharu.

Seohyun mengangguk mantap. Ia tidak ingin membuat Yonghwa menunggunya tanpa kepastian untuk kedua kali. Lagipula, bagaimana bisa ia menolaknya? Sebelum air matanya melesak keluar, Seohyun sudah lebih dulu menghambur ke pelukan laki-laki itu, mendekapnya kuat, menyalurkan rasa bahagianya yang tidak mampu ia ungkapkan lewat kata-kata.

Sama halnya dengan Seohyun, Yonghwa balas memeluk gadis itu dengan penuh kasih sayang. Mungkin rasa bahagianya lebih besar, jika mengingat masa-masa sulit yang sudah dilaluinya selama mereka berhubungan. Setelah ini ia akan menempuh kehidupan baru bersama gadis itu. Kehidupan yang lebih baik lagi.

Yonghwa melepaskan pelukannya ketika merasakan dekapan gadis itu merenggang. Cukup lama mereka saling menatap sebelum akhirnya Yonghwa mengecupkan bibirnya di bibir gadis itu. Mereka kemudian saling melempar senyum, dengan hati berdebar-debar membayangkan saat-saat hubungan mereka berada di jenjang yang setingkat lebih tinggi dari sebelumnya. Pernikahan.

“Gomawo, karena kau telah menjadikanku laki-laki paling bahagia di dunia…”

***

Seoul National University Hospital, Gangnam-gu, Seoul

5.45 PM

-Author’s POV-

Minhyuk tengah mengamati file milik salah satu pasiennya ketika tiba-tiba saja merasakan sesuatu yang dingin menyentuh kulit pipinya. Laki-laki itu segera menoleh. Dilihatnya Krystal─yang entah sejak kapan─sudah berdiri di sampingnya dengan senyum mengembang. Gadis itu menyodorkan sekaleng lemon tea dingin─sesuatu yang ternyata menyentuh pipinya tadi─ke hadapannya.

“Gomawo.” Minhyuk balas tersenyum sambil meraih kaleng minuman tersebut, kemudian membuka tutupnya dan meneguknya beberapa kali. Ia baru sadar jika dirinya memang sedang haus.

Krystal mendudukkan dirinya di salah satu ayunan di samping Minhyuk. Di hari yang sudah mulai senja seperti sekarang ini memang tidak banyak pasien anak dan balita yang bermain di taman yang dibuat khusus di rumah sakit itu, jadi mereka bebas mendudukinya tanpa ada gangguan.

“Bagaimana kau tahu aku ada disini?” tanya Minhyuk. Matanya masih sibuk menelusuri barisan huruf yang tertera di atas kertas file yang dipengangnya.

“Hanya ini satu-satunya tempat yang terpikir setelah tidak menemukanmu di ruanganmu, toilet, dan atap.” Jawab Krystal.

Minhyuk menoleh ke arah gadis itu dan mengerjapkan matanya beberapa kali, “Kau mencariku di toilet? Astaga… Aku tidak tahu kau sebegitu kangennya padaku.”

“Bercanda, Kang uisanim.” Jawab Krystal datar. Diam-diam menyesal telah menjelaskan bahwa sejak tadi ia mencari-cari Minhyuk meskipun secara tidak langsung.

“Bagaimana keadaan pasienmu?” Krystal memilih mengganti topik pembicaraan. Ia melirik sekilas ke arah file yang dibaca Minhyuk. Disana tertera foto seorang wanita berusia empat puluh tahunan, yang ia ketahui sebagai pasien Minhyuk sejak beberapa bulan yang lalu.

Minhyuk menghela napas berat, kemudian menggeleng lemah, “Masih belum ada perubahan yang signifikan. Ia terlalu menutup diri. Beberapa hari yang lalu ia bahkan mengalami dehidrasi karena terus-menerus menolak untuk makan dan minum. Yang dilakukannya hanyalah memojokkan diri seharian di ranjang sambil terus menyebut nama kedua anaknya… Changmin dan Kyuhyun…”

Krystal terperangah, “Jadi… wanita itu─”

“Ibu mereka.” Potong Minhyuk, “Menurut informasi yang kudapat, wanita itu bernama Yoon Hyejin, mantan istri dari mendiang Shim Donghyun. Mereka memiliki satu anak dari pernikahan mereka, yaitu Shim Changmin. Setelah suaminya meninggal, Yoon Hyejin menikah dengan Cho Seunghwan, ayah Kyuhyun, yang sudah lebih dulu kehilangan istrinya yang meninggal karena kanker.”

“Jadi, sebenarnya Changmin dan Kyuhyun saudara tiri?”

Minhyuk mengangguk, “Ibu Kyuhyun dan ayah Changmin adalah saudara kandung. Tidak ada yang tahu pernikahan ayah Kyuhyun dan ibu Changmin setelahnya, makanya semua orang masih menganggap hubungan Changmin dan Kyuhyun adalah sepupu.”

“Entah kenapa ayah Kyuhyun merahasiakan pernikahannya dengan ibu Changmin hingga ia meninggal dunia. Ia juga memperlakukan kedua anaknya berbeda. Changmin merupakan salah satu lulusan terbaik di Harvard dan sudah lebih dulu berpengalaman menjalankan perusahaan, namun ayah Kyuhyun malah menyerahkan kepemimpinan perusahaan pada Kyuhyun yang saat itu masih berstatus sebagai fresh graduate. Mungkin karena itulah Changmin merasa tidak adil dan dendam pada Kyuhyun.” Lanjut Minhyuk.

Krystal terhenyak, tidak sanggup menanggapi apa-apa. Dibalik kesuksesan perusahaan keluarga Cho ternyata tersimpan kisah yang berliku dan menyayat hati. Sedikit banyak ia bisa mengerti perasaan Changmin dan alasan kenapa selama ini ia melakukan itu semua.

“Meskipun begitu, Yoon Hyejin tetap menyayangi Kyuhyun seperti anak kandungnya sendiri. Rasa sayangnya pada kedua orang itu sama besarnya.”

Krystal menghela napas panjang. Timbul rasa iba dalam dirinya jika membayangkan keadaan wanita itu sekarang, “Menghadapi kenyataan bahwa anak kandungnya pergi untuk selama-lamanya dan anak tirinya yang dijebloskan kedalam penjara pasti sangat sulit baginya…”

Minhyuk terdiam. Bukan pertama kalinya ia memiliki pasien dengan kasus seperti ini. Ia mengerti bagaimana besarnya kasih sayang seorang ibu pada anaknya, seburuk apapun keadaan mereka. Dan melihat para ibu menangisi anaknya selalu membuat hatinya terenyuh.

“Kau tahu? Ada persamaan antara orang gila dengan orang yang sengaja melakukan operasi plastik.” Celetuk Krystal.

Kening Minhyuk berkerut, tanda tak mengerti.

“Mereka sama-sama ingin lari dari kenyataan.” Krystal tertunduk, “Mereka sama-sama ingin membuat dunianya sendiri, dunia yang sesuai dengan keinginan mereka. Bedanya yang satu hanya ilusi, sedangkan yang satu lagi nyata, tetapi palsu.”

Minhyuk mengangguk-angguk, membenarkan perkataan Krystal.

“Ngomong-ngomong soal operasi, bagaimana dengan pasienmu?” tanyanya setelah beberapa saat terdiam.

“Maksudmu Nyonya Ahn? Ia masih belum siuman, tapi sudah berhasil melewati masa kritis. Kami sudah berusaha melakukan yang terbaik.” Krystal memang baru saja selesai melaksanakan operasi pada salah seorang korban kebakaran yang baru saja terjadi di daerah Gangnam.

“Kami?” Minhyuk merasa janggal dengan kata tersebut, “Kau bekerja dalam tim lagi?”

Krystal mengangguk, “Luka bakarnya cukup parah, meskipun tidak melukai bagian vital. Hanya tim kecil yang terdiri dari tiga dokter bedah; aku, Baekhyun, dan Kim uisanim.”

Minhyuk mendecak, “Byun Baekhyun.”

Krystal menatap wajah Minhyuk lekat-lekat. Ia tidak bisa menahan senyumnya, “Kenapa? Kau cemburu?”

Minhyuk menutup file yang tadi dibacanya dengan kasar. Kentara sekali ia tidak senang dengan jawaban Krystal barusan. Ia lalu balas menatap gadis itu.

“Ya, aku cemburu. Lalu kenapa?”

Krystal terkekeh pelan, “Astaga… Kami hanya rekan kerja. Baekhyun dokter yang cukup handal, makanya ditarik kedalam tim.”

“Kuharap kau tidak lupa kalau dia menyukaimu.”

“Kenyataannya aku tidak menyukainya.” Krystal menghela napas pendek, “Hentikan sikap posesifmu itu.”

Minhyuk memiringkan ayunan yang didudukinya dan menarik salah satu tali ayunan yang diduduki Krystal hingga mereka duduk berhadapan. Perlahan ia mendekatkan wajahnya ke arah gadis itu dan menatap kedua manik matanya lekat-lekat.

“Maaf… Aku memang posesif…”

Perlahan namun pasti, Minhyuk mengecup bibir gadis itu dan melumatnya lembut. Krystal memejamkan matanya, membalas lumatan Minhyuk seolah menghisap sari bibirnya yang terasa manis di bibir Krystal. Ia merasakan sebelah tangan Minhyuk menyentuh tengkuknya dan menahannya disana, untuk memperdalam ciuman mereka. Mereka pun terbuai dalam ciuman yang lembut dan hangat namun penuh gairah.

 “Saranghae…”

***

Seoul National University, Gwanak-gu, Seoul

3.30 PM

-Author’s POV-

“Lee Jungshin-ssi, terima kasih atas kebaikanmu selama ini. Aku sadar, selama ini aku telah banyak merepotkanmu dan terkadang menyakiti perasaanmu. Kau orang yang benar-benar baik, dan ingin rasanya aku membalas semua kebaikanmu. Tapi apa boleh buat, aku tidak bisa.

Soal pernyataan cintamu waktu itu, sekali lagi aku minta maaf. Aku tidak mau membohongi perasaanku dan membuat kita berdua sama-sama tersakiti nantinya. Kau sudah tahu jawabannya, Jungshin-ssi. Dan jawaban itu masih sama hingga sekarang.

Aku hargai usahamu untuk menghiburku, tapi kurasa aku butuh waktu untuk mengobati luka ini sendiri. Entah sampai kapan. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, Jungshin-ssi. Aku baik-baik saja. Aku akan baik-baik saja.

Kuharap kau segera menemukan seseorang yang lebih baik. Yang lebih pantas kau sayangi dan menyayangimu, yang peduli padamu lebih dari siapapun.

Kutitipkan buku ini padamu. Semoga buku ini bisa mengantarmu membuka lembaran baru kehidupanmu yang lebih baik lagi.

Sekali lagi terima kasih, Jungshin-ssi… Semoga kita bisa tetap menjadi teman. Sekarang dan selamanya…”

 

Jungshin termangu memandangi deretan kalimat pada secarik kertas dalam genggamannya. Entah sudah keberapa kalinya ia membaca surat tersebut, yang selalu berakhir dengan terkoyaknya kertas berwarna putih gading itu akibat remasan tangannya. Namun Jungshin selalu tidak sampai hati membuangnya. Ia akan memungut kertas itu lagi, menyimpannya, dan membacanya kembali seolah ia benar-benar lupa apa yang tertulis disana.

Terdengar menyedihkan, memang. Namun itu bukan berarti Jungshin tidak ingin menerima kenyataan bahwa gadis itu menolaknya. Ia hanya belum bisa menyelami isi hatinya sendiri dan memutuskan apa yang akan dilakukannya setelah membaca surat tersebut.

Dan disinilah Jungshin sekarang. Berdiam diri di dalam mobil setelah memarkirkannya di depan salah satu gedung kampus paling prestisius di Korea Selatan. Entah kenapa dirinya terdorong untuk datang ke gedung ini setelah semalaman ia membaca diary pemberian Sulli beberapa hari yang lalu. Ketika itu ia menyempatkan diri untuk berkunjung ke kediaman keluarga Choi, dan dikejutkan dengan kenyataan bahwa Sulli telah memutuskan untuk menetap di Paris selama beberapa waktu untuk melanjutkan studinya. Sebagai gantinya, ia hanya menerima secarik kertas dan sebuah diary dari Sooyoung.

Ya. Diary. Awalnya Jungshin tidak mengerti kenapa Sulli memberikan ini padanya, hingga ia membaca keseluruhan isi buku itu dan mengetahui kenyataan yang cukup mengejutkan. Jungshin berpikir mungkin selama ini ia terlalu tenggelam dalam dunia yang dibuatnya sendiri hingga tidak menyadari satu hal─yang mungkin jika Sulli tidak segera memberitahunya akan membuat keadaan semakin runyam.

Jungshin menghela napas panjang, kemudian melipat kertas tersebut dengan rapi sebelum nantinya disimpan di tempat yang jauh dari jangkauannya. Ia memutuskan hari ini adalah  hari terakhirnya untuk membaca surat tersebut. Sulli sudah menegaskan secara halus penolakannya melalui surat itu, dan rasanya ia tidak perlu lagi berharap.

Jungshin memandangi sekali lagi diary bersampul ungu yang tergeletak di atas dashboard sebelum menyambarnya dan keluar dari mobil. Ia sudah memantapkan hati untuk mencoba apa yang diharapkan Sulli; membuka lembaran baru kehidupannya yang lebih baik lagi.

Cukup lama Jungshin bersandar pada pintu mobil hingga akhirnya ia melihat seseorang yang ditunggu-tunggunya. Ia pun bergegas menghampiri orang yang bahkan belum menyadari kehadirannya tersebut dan menepuk pundaknya pelan.

Orang itu menoleh. Jungshin dapat melihat ekspresi terkejut yang tidak mampu disembunyikan olehnya.

“Jung…Jungshin-ssi…?”

Jungshin tersenyum, “Hai, Seolhyun-ah. Apa kabar?”

Orang yang ternyata adalah Seolhyun itu mengerjapkan matanya, masih tidak percaya pada apa yang ia lihat, “A…aku… baik…”

“Aku hanya ingin mengembalikan ini padamu.” Jungshin menyodorkan diary berwarna ungu dalam genggamannya.

“Waktu aku menginap di rumah Seolhyun, tanpa sengaja kutemukan diary ini dan membacanya. Dari situlah aku sadar, aku pasti sudah dianggapnya sebagai teman yang paling jahat sedunia.” Ia teringat akan kata-kata yang tertera di bagian pojok bawah surat yang dibacanya. Mungkin Sulli benar. Karena diary itu menggambarkan keseluruhan rasa cinta Seolhyun yang selama ini dipendamnya. Rasa cintanya pada seorang Lee Jungshin.

Seolhyun terbelalak, “Bagaimana bisa─”

“Akan kuceritakan. Nanti. Jika waktunya tepat.” Jawab Jungshin.

Dengan ragu Seolhyun mengambil diary miliknya itu dan cepat-cepat mendekapnya dengan kedua tangan. Wajahnya tertunduk. Ia merasa malu barang pribadinya bisa ada di tangan orang lain, apalagi di tangan Jungshin, walau entah bagaimana caranya. Ia bahkan tidak sadar jika diary-nya hilang.

“Apa kau… membacanya…?” Seolhyun melirik sekilas ke arah Jungshin, masih tidak berani menatap laki-laki itu secara langsung.

“Tidak.” Jawab Jungshin berbohong. Ia tahu jika ia berkata jujur, maka Seolhyun akan semakin merasa sungkan berada di dekatnya.

“Nah, Seolhyun-ah. Karena aku sudah berada disini, bagaimana kalau kita makan pasta? Aku yang traktir.” Jungshin mencoba mencairkan suasana.

“Te…terima kasih, tapi─”

Belum sempat Seolhyun menyelesaikan kalimatnya, Jungshin menggenggam sebelah tangan gadis itu dan menariknya pelan. Ia pun tersenyum, “Kaja!”

Seolhyun─yang masih terpesona melihat senyum Jungshin─tidak mampu menolak dan membiarkan kakinya melangkah mengikuti laki-laki itu menuju mobilnya. Ia masih menganggap semua ini hanya mimpi. Ingin rasanya ia meminta seseorang untuk mencubit pipinya dan merasakan sakit, yang menandakan bahwa semua ini adalah nyata.

Sementara itu tanpa sepengetahuan Seolhyun, Jungshin tersenyum di sepanjang perjalanan. Diam-diam ia mengeratkan genggaman tangannya, seolah ingin menyampaikan suara hatinya pada gadis itu.

“Seolhyun-ah, bantu aku mengisi lembaran baru kehidupanku…”

***

Yeongdeungpo Prison, Yeongdeungpo-gu, Seoul

3.30 PM

-Author’s POV-

Tuk. Tuk.

Sooyoung mengetuk-ngetukkan kakinya yang mengenakan heels putih dengan pelan. Meskipun pelan, namun suara sol yang beradu dengan lantai cukup bergema dalam ruangan sunyi tersebut. Sesekali ia melirik jam tangannya. Terhitung sudah hampir lima belas menit ia menunggu, namun tidak ada tanda-tanda seseorang yang akan masuk maupun langkah kaki yang terdengar.

Sooyoung menengadahkan kepalanya begitu mendengar suara pintu berderit. Tak lama kemudian masuklah dua orang kedalam ruangan tersebut. Salah satu dari mereka─yang diketahui sebagai sipir─duduk di kursi di balik meja yang berada di pojok ruangan, sedangkan yang seorang lagi─narapidana yang sejak tadi ditunggu Sooyoung─duduk di kursi dihadapan gadis itu yang dibatasi oleh sebuah sekat kaca dan teralis besi.

Ketika orang itu menatap ke arahnya, Sooyoung pun menyunggingkan senyum tipis. Sebagai balasan, orang itu─Minho, yang notabene adalah Kyuhyun─malah memalingkan wajahnya ke arah lain dan mendengus kecil, menunjukkan rasa tidak senangnya akan kehadiran Sooyoung.

“Kenapa kau datang kesini?” tanya Minho dingin.

Sooyoung tidak langsung menjawab. Ia menatap wajah Minho─wajah baru Kyuhyun yang baru kali ini dilihatnya dengan jelas─lekat-lekat. Meskipun tampak seperti orang lain, namun dalam dirinya tetaplah Kyuhyun. Ia tahu wajah dan ekspresi dingin yang ditunjukkannya hanya sebagai kedok untuk menutupi perasaan bersalah yang masih menyelimuti hatinya.

Sooyoung kembali menyunggingkan seulas senyum, “Menjengukmu, tentu saja.”

“Kau sudah melihat keadaanku sekarang. Jadi pulanglah.”

Sooyoung menghembuskan napasnya perlahan, kemudian menatap Minho lurus, “Oppa… Aku ini masih temanmu. Keberadaanku disini bukan sebagai pihak yang ingin memastikan apakah lawannya diberi hukuman yang setimpal.”

“Lalu apa yang kau inginkan dariku? Kenyataannya aku memang musuh yang harus kau benci, virus yang harus kau jauhi, dan bajingan yang harus kau enyahkan dari muka bumi.”

“Aku tidak tahu kau sebegitu bencinya padaku.”

Kedua alis Minho bertaut, “Apa?”

“Kalau aku bisa membencimu, aku sudah melakukannya dari dulu,” Sooyoung terdiam sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya, “Kau… percaya adanya Tuhan?”

Minho tercekat. Kenapa gadis itu tiba-tiba menanyakan soal Tuhan? Apa ia sedang mempertanyakan keimanannya?

“Jika Tuhan saja bisa memaafkan hamba-Nya, kenapa aku tidak bisa?” Sooyoung melanjutkan kalimatnya.

“Siwon oppa pernah bilang, setiap orang pasti punya alasan untuk berbuat jahat. Yang mestinya kita lakukan bukanlah membalas kejahatannya, tapi mengambil hikmah dari dampak yang kita peroleh. Kita harus bersyukur Tuhan masih menyayangi kita, memberikan kita kesempatan untuk introspeksi diri dan menjadi manusia yang lebih baik lagi.”

Minho tertegun mendengar penuturan Sooyoung. Baru kali ini ia menyadari sisi lain dari diri Siwon yang belum pernah ia ketahui. Mungkin selama ini dirinya telah dibutakan oleh urusan duniawi yang hanya membuatnya menjadi manusia egois dan penuh ambisi.

Minho tersenyum sinis. Ia semakin merasa dirinya bukanlah siapa-siapa jika dibandingkan dengan Siwon. Ia benar-benar tidak pantas bersanding dengan gadis baik-baik seperti Sooyoung. Kebaikan hati pria itu otomatis mengangkatnya ke derajat yang lebih tinggi darinya.

“Kumohon pergilah, Sooyoung-ah… Dan jangan temui aku lagi.” Pinta Minho. Ia ingin segera mengakhiri percakapannya dengan gadis itu. Namun ketika hendak beranjak meninggalkan tempat duduknya, suara Sooyoung menahannya.

“Aku akan datang,” Tegas Sooyoung, “Aku akan datang lagi besok.”

Dengan kaku Minho kembali mengarahkan pandangannya pada Sooyoung. Dilihatnya gadis itu tengah menatap lurus ke arahnya, menunjukkan kesungguhan ucapannya barusan.

“Kau pasti tidak suka makanan penjara, jadi besok akan kubawakan bekal.” Gadis itu tersenyum manis, membuat Minho tidak tahan untuk berlama-lama menatapnya.

Laki-laki itu bergegas bangkit dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah Sooyoung tanpa mengucapkan sepatah kata pun sebelum salah seorang sipir membawanya keluar dari ruangan tersebut, mengabaikan begitu saja sisa waktu kunjungan yang masih beberapa menit lagi.

Tak berselang lama, Sooyoung juga ikut berdiri dari tempatnya. Ia memandangi punggung Minho hingga menghilang di balik pintu. Sebenarnya masih banyak hal yang ingin ia  sampaikan, namun sepertinya kali ini Minho masih merasa canggung untuk bertemu dengannya. Ia akan mencoba mendekatinya perlahan-lahan, berusaha memperbaiki hubungan pertemanan mereka yang sempat terkoyak.

“Oppa… jaga dirimu baik-baik…”

***

__________________________________

Annyeonghaseyo! 😀

Akhirnya sampailah kita di penghujung cerita Black Flower. Dengan di-publish-nya epilog ini, maka tuntaslah sudah keseluruhan FF ini. Ga bosen-bosennya kita author berdua ngucapin makasih yang sebesar-besarnya kepada semua readers yang udah ngikutin FF ini dari awal sampe akhir. Kita tau pasti masih banyak kekurangan, karna kita emang masih belajar.

Setelah ini, aku mau hiatus dulu. Rencananya sih sampe bulan Desember. Berhubung aku udah mulai masuk kuliah lagi dan jadwal di semester ini sama sekali ga mentolerir eksistensiku di dunia per-FF-an *apasih* Jadi aku akan hiatus selama satu semester ini. Semoga bulan Desember nanti aku udah bisa comeback *amin…*

Yaudah segitu aja dari aku. Sampe ketemu di FF-ku yang selanjutnya 😀

46 thoughts on “Black Flower [Epilog]

  1. akhirnya semua bahagia..
    makasih jg tlah menyediakan ff yg bgus, smpai gak bosan baca..
    di tunggu ff selajutnya..
    buat kuliahnya author smoga brjalan lancar..

    FIGTHING For Everything…

  2. Sedih ϑέčĥ pisah ma ff ini..
    Tp cerita’a luar biasa keren. 1000 ──╔╗────────╔╗──
    ──╠╬═╦══╦═╦═╣║──
    ──║║╚╣║║║╬║╬║╚╗─
    ─╔╝╠═╩╩╩╣╔╩═╩═╝─
    ─╚═╝────╚╝────── buat author ber2. Τнäηκ чöü ya…..

  3. FFnya bagus thor… Ga bosen”nya aku baca nih ff… Tiap hari mampir kesini cuma buat liat apa lanjutan ff ini udah keluar… Hehehe ditunggu ff lainnya yah thor! Jjang!!!

  4. huaaah benar-benar sudah selesai sekarang huhu
    nice story dan penjabaran yang sempurna. terima kasih atas karyanya yang bagus ini 🙂 sampai berjumpa di ff selanjutnya ya, semoga hiatusmu tidak lama 😀

  5. Rasa pnasaranq sdikit hilang bca epilog Black Flower. Yah aq blum bca chpter 12.
    Tp ff ini bner2 keren!!
    Bkalan kangen nih sma karya author ree.

  6. Semuanya tuntas n bahagia semua…paling suka ma pasangan yongseo n minhyuk-krystal, mereka cocok bgt deh..
    Akhirnya semua chapter udh aq baca n penasaran q pun hilang..hehe
    Makasih buat authors yg udh buat FF sekeren ini….
    DAEBAK….^_^

  7. wahh akhirnya bisa koment juga ^^
    mianh thor, udah jadi silent reader selama ini ._. *ditendang author
    ceritanya kereeeennnn.. 4 jempol buat author deh hihihi
    oiyaa kenapa minho yg jadi jahat sihh? kan diliat dari wajahnya minho oppa kan masih polos, jadi bingung ngebayangin kalo jadi jahat —-
    trus sulli juga, kok sendirian?? kasihan kann~ bahagianya cuma di awal aja -,- *banyak protes nih
    tapi tetep keren kok ^^
    hwaiting author~

  8. Annyeong author-nim
    aq reader bru d blog ini..setelah berkeliling ria nyari blog tntng cnblue..krna aq lagi ngidam ngidamnya sm band yg stu nie..
    Thor mian aq ngebut bacanya dr teaser-part 11 ..
    Dn well part 12 nya malah d protect..
    Aq pgn mnta pwnya boleh??
    Krna critanya keren bgt!!
    Ampe penasaran bwt baca part 12 nya..
    Mngkin dh lama ya..tp ku hrap d kasihnya..

  9. makin seru nih, tp di capster 12 di proteks jd terasa ga sreg bc nya nih
    bs minta password nya chingo, mau langsung baca lanjutanya nih ^_^, aq dah baca epilog nya.

    email q erinjensen4@yahoo.co.id or sms ke no kamu ree (aq dah minta via sms, moga di respon ^_^)

    btw kamu mau buat ff baru lg yah kayaknya???, dah liat prolognya kyknya keren jd di buat kan chingo…. i’m very excited waiting your next project.

    • Hai, makasih udah baca 🙂
      Ehem, gini… bukannya aku sombong atau apa, tapi alangkah lebih baik jika pihak yang membutuhkan yang menghubungi pihak terkait. Mohon dimaklumi…
      Untuk ketentuan request password bisa dilihat di page ‘Say H-E-L-L-O’ ya 🙂

  10. Kekekeke… Belum sempat baca sih!
    Ini FF pertama yang aku (pengen) baca di WP ini! Hahaahaha..
    Sepertinya ceritanya saangat menarik! Well, tunggu aja comment aku! Kekekeke…

    See ya!

  11. ,, akhirnyaa slsai jugaa dehh…
    Epilognya ckup mmuaskan..!! 🙂

    Ditunggu comebacknya yaa, Thor..!!
    F.I.G.H.T.I.N.G ! ! ! 😉

  12. wah keren ceritanya.. author daebak!! yah jungshin kasian.. cintanya tak terbalas gitu… ya semoga sulli bener ya, jungshin bisa nemuin yg terbaik buat dia.
    gw rasa author ini bisa jadi salah satu author favorit gw nih..
    thanks thor ffnya.. 🙂

  13. seprrtinya aku bisa tidur nyenyak nih.. udah katam baca Black Flowernya hehe. terimakasih udah bikin ff sekeren ini.. sugohaesseo authornim 🙂
    aq seneng semua happy ending. meski yong ga jadian ma suzy aku tetep suka mereka berdua. kocak bgt, klo ketemu pasti berantem haha. dan jungshin meski di tolak sulli.. dia ktmu sama orang lain yg mencintainya. bahkan sooyoung, dia tidak membenci kyu yg sdh membunuh siwon. loh ko jadi panjang gini haha.. gomawo authornim. aq mau baca karya2 keren mu yg lain lagi ^.^

  14. Authornim… kok bisa sih jenius bgt bikin storynya he3… suka deh… eh maksudnya SUKA BUANGETTT!!! Aku agak telat bacanya, baru tau sekarang sih. Alur cerita sama kontennya siiippp, trus thanks God for the epilogue nya krn memuaskan dan happy ending. Walau kaget akhirnya jungshin sama seolhyun tp aku suka juga kok he3… setuju2 *angguk2… tp aku ga bisa baca yg chap 12 krn ada password. Boleh kirim passwordnya ke emailku puput_rahayu_31@hotmail.com ? Thanks before ya 😉

  15. hahhhhha akhirnya selesai.juga baca nya.. cerita nya ngena bgt thorr.kurang pnjang nih cerita nya
    geheh di tunggu ya cerita selanjut nya
    fighting author..

Leave a reply to maya Cancel reply