Espoir

espoir

Title: Espoir

Author: emotionalangel4

Rating: PG-17

Genre: Psychology, Life

Length: Vignette

Main Cast:

Jung Soojung f(x)

Kang Minhyuk (CNBLUE)

Disclaimer: Insprired by Veronica Decides to Die (1998) and Tuesdays with Marrie (1997)

Note: FF ini pernah dipost di blog pribadi sebelumnya

‘Semakin besar kemungkinan seseorang bahagia, semakin tidak bahagia orang itu’

 

Ia membaca buku, menyalakan televisi, menyetel jam weker agar tepat tebangun pada jam yang sama seperti kemarin-kemarin, dan kembali mengerjakan tugas di firma. Lalu menyantap sandwitch di taman di seberang perputakaan, di bangku yang sama, sebagaimana orang lain memilih tempat yang sama untuk menikmati makan siang mereka. Selanjutnya ia bekerja kembali; mendengarkan cerita klien tentang suaminya yang selingkuh, hak asuh anak, istrinya yang meminta harta warisan, dan ia merasa beruntung; Ia cantik, punya pekerjaan mapan, hidupnya bahagia dan bisa memilih lelaki baik berstatus sosial tinggi manapun yang ia mau. Ia akhiri hari itu dengan pergi ke bar, dan segalanya kembali berulang.

Ia akan kembali bekerja di firma, makan sandwitch di taman di seberang perpustakaan, membaca buku yang tidak pernah diselesaikan, menonton acara televisi yang sama sampai sepuluh, duapuluh, atau limapuluh tahun lagi.

Segala sesuatu dalam hidupnya terasa sama saja. Begitu masa mudanya berlalu, semua akan layu, usia tua mulai meninggalkan tanda-tanda yang tidak dapat diperbaiki, dijangkiti penyakit, dan teman-temannya akan meninggal. Ia tidak akan memperoleh apa-apa dengan tetap hidup; mungkin justru penderitaan yang akan bertambah.

Maka pada 2 September 2013, Krystal memutuskan untuk mati.

Ia menatap pil-pil berwarna putih itu dalam telapak tangannya. Empat bungkus pil tidur yang dengan susah payah ia kumpulkan selama 4 bulan terakhir sudah siap ia telan. Ia memutuskan untuk menelan pil-pil itu satu per satu ketimbang menggerusnya dan melarutkannya ke dalam air. Toh, setelah lima menit semua pil itu akan habis tak bersisa.

Ia telah mempersiapkan segalanya agar kematiannya tidak terlalu merepotkan. Bisa saja ia memilih menyayat pergelangan tangannya, namun ia tidak ingin pemilik apartemen harus mengurus kamarnya yang berlumuran darah kelak. Bisa saja ia memilih terjun dari Namsan Tower agar terlihat lebih dramatis. Namun bagaimana perasaan kedua orang tuanya ketika mendengar putrinya mati dengan cara demikian? Selain terkejut dengan berita purtinya tewas, mereka tentu juga harus mengidentifikasi mayatnya yang berantakkan; tidak, itu bahkan lebih buruk daripada pendarahan menuju kematian. Maka dengan segala pertimbangan, ia lebih memilih cara ini. Yang lebih cocok dengan dirinya dan terkesan lebih romantis.

.

.

Lataran tidak tahu berapa lama obat itu akan bereaksi, maka Krystal memutuskan untuk berbaring di ranjang sambil membaca buku ‘Tuesdays with Morrie’ yang sudah hampir 5 bulan belum sempat ia rampungkan.

Miris memang, disaat ia tengah menunggu ajal menjemputnya, ia justru membaca sebuah buku tentang makna kehidupan. Tentang seorang dosen berpenyakit -yang nyaris tidak bisa melakukan apa-apa tanpa bantuan dan tinggal menghitung hari kematiannya- mengajarkan bagaimana menghadapi dan menjalani kehidupan dengan mengedepankan cinta dan harapan.

‘Sangat banyak orang hidup dalam kehidupan tanpa arti. Mereka seperti setengah tidur, meskipun tampaknya mereka sibuk melakukan hal yang penting. Itu karena mereka mengejar hal yang salah’

Krystal tertawa. Hati kecilnya terasa tersentil membaca satu kalimat pendek itu. Secara tidak langsung, ia merasa tersindir. Hidupnya sempurna jika dilihat dari sisi luar. Terlalu sempurna dan terlalu bahagia malah. Rutinitas yang menyita hampir seluruh hidupnya membuat dirinya merasa tenang, aman, nyaman hingga ia tanpa sadar telah membentuk dunia yang kebal ancaman dari luar, membangun perlindungan yang lebih dari dunia luar, orang asing, tempat baru, pengalaman baru, dan membiarkan batinnya tercabik. Hidupnya terlalu datar dan mudah ditebak, hingga pada akhirnya ia mulai kehilangan perasaan benci, cinta dan antusias. Jika semua itu benar-benar hilang, lalu apa gunanya ia hidup? Dan untuk apa ia menunda kematian?

Maka dari itu Krystal memutuskan mati. Sebelum dirinya tua, sebelum keriput di wajahnya muncul, sebelum suaminya memutuskan berselingkuh, sebelum dirinya berpenyakit dan menyusahkan anak-anaknya kelak, maka ia memutusnya mempersingkat kehidupannya di dunia ini. Toh, pada akhirnya semua manusia pasti akan mati. Mati itu sesuatu yang nyata. Absolute.

.

.

Sepuluh menit sudah berhasil Krystal lalui tanpa ada tanda-tanda pil itu bereaksi dalam tubuhnya. Maka ia putuskan untuk duduk di depan jendela kamarnya yang terbuka. Untuk terakhir kali, ia ingin kembali menatap keluar jendela apartemen kecilnya. Di mana di seberang jalan terdapat taman kecil yang ditumbuhi beberapa pohon maple yang hampir mengering memasuki awal musim gugur, Monumen Samjeondo yang sudah tua dan mulai mengelupas, serta seorang perempuan penjual chestnut yang selalu membuka lapaknya di seberang jalan.

Kali ini Krystal begitu menghargai jendela kecil yang membatasi dirinya dengan dunia luar. Dengan adanya jendela ini, ia bisa mengetahui waktu berlalu sebelum ajal menjemputnya. Ia menjadi begitu peka terhadap hal-hal kecil yang tidak pernah ia perhatikan. Mengenai berapa helai daun yang mulai gugur dari tangkai pohon, seberapa kuat angin yang bertiup, berapa kali perempuan penjualchestnut tersenyum dan menawarkan dagangannya atau sekedar menyapa pejalan kaki yang melintas. Semuanya bahkan bisa ia hitung dan ia jabarkan dalam sebuah laporan singkat tentang menit-menit terakhir dalam hidupnya.

“Apa yang sedang kau pikirkan?” seorang lelaki muda berhenti tepat di depan jendelanya. Wajah dan suaranya sangat familiar, membuat Krystal mau tidak mau menghentikan observasi kecil dari pemandangan di seberang jalan.

“Pergilah” Krystal dengan cepat mengusirnya. Ia tidak ingin saat-saat sekaratnya nanti menjadi tontonan bagi orang itu.

Lelaki itu justru berjalan mendekat. Cahaya rembulan berpendar pada wajah tirusnya yang ramah. “Aku hanya mengantarkan ini”. Ia meletakkan sebuah rantang kaca pada kunsen jendela.

Alis Krystal menyatu. Bertanya pada lelaki itu melalui tatapannya.

“Kimchi” ujar lelaki itu sambil tersenyum simpul tanpa cela. “Sebagai ucapan terimakasih dari kedua orang tuaku. Kau telah banyak membantu mereka, membantuku dan keluargaku. Terimakasih”

“Aku tidak membantu apa-apa. Aku hanya menjalankan pekerjaanku” sergah Krystal cepat. Sudut matanya tanpa ia perintah telah memperhatikan sosok lelaki itu yang entah sejak kapan mulai terlihat lebih dewasa.

Lelaki itu –Minhyuk- adalah tetangga di samping apartemennya. Tidak, mereka sama sekali tidak akrab. Krystal hanya mengenal Minhyuk sebagai sosok lelaki yang aneh dan hampir gila, tidak biasa dan melawan norma.

Minhyuk berusia 3 tahun lebih tua darinya. Setengah tahun yang lalu ia melepaskan pekerjaannya pada sebuah perusahaan paling bonafit di negara ini dan lebih memilih menjadi musisi jalanan bersama kawan-kawan gilanya yang lain. Mereka mencari uang di tengah jalan-jalan protokol ibu kota. Terkadang Minhyuk juga bekerja sebagai relawan di panti asuhan, ia juga terdaftar sebagai pendonor darah tetap pada palang merah remaja di kotanya.

Dua bulan lalu orang tuanya bertengkar dan memutuskan untuk bercerai. Lantas, Minhyuk menemuinya dan memintanya untuk menangani kasus kedua orang tuanya itu. Krystal membantunya; bukan karena mereka saling bertetangga, namun karena itu merupakan bagian dari  pekerjaannya. Dan setelah hampir satu setengah bulan melakukan pendekatan secara kekeluargaan, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali bersama.

“Bagaimana kabarmu?”Minhyuk bertanya.

“Baik”

“Kau yakin?”

“Tentu”

Pertanyaan basa-basi. Tanpa makna. Tipikal pertanyaan yang hanya perlu jawaban sederhana seperti ‘Aku baik’, ‘sedih’, ‘bosan’, atau ‘tidak merasa apa-apa’. Bagaimana jika tiba-tiba ia membelok norma dan melepaskan rutinitas dengan menjawab ‘Aku bahagia karena sebentar lagi aku mati’, akankah ia juga akan dianggap gila seperti lelaki itu?

Krystal menoleh sebentar, mencoba menebak benak pemuda yang telah bersandar pada dinding di sampingnya. Fonem bahasanya terdengar berbeda. Seperti ada rasa takut, putus asa, dan kesedihan dalam satu pertanyaan sederhana. Niat untuk mengusirnya sejak awal tiba-tiba musnah begitu saja. Jadi Krystal biarkan lelaki itu berada di sana lebih lama. Lagipula sepertinya reaksi obat penenang itu lebih lamban dari yang ia duga.

.

.

Krystal lalu menatap langit yang telah menggelap. Ia bisa melihat bintang-bintang yang bertaburan yang berjarak ribuan kilo meter darinya. Lantas ia teringat akan pembicaraannya dengan Minhyuk beberapa waktu yang lalu, di depan jendelanya, jauh sebelum hari ini.

Aku ingin menjadi Sirius. Bintang paling besar dan terang di seluruh Bima Sakti’

‘Ya, Kau memang harus menjadi  terang agar semua mengetahui keberadaanmu, keeksistensianmu’

Sebulan setelahnya, Krystal baru tahu bahwa Sirius merupakan bintang dengan umur paling pendek. Ukuran adalah skala waktu dalam benda di ruang angkasa. Lebih besar, maka lebih cepat mati. Lebih terang, maka lebih cepat hancur. Bintang raksasa akan lebih cepat kehabisan bahan bakar karena ia akan menggunakan lebih banyak gas. Suhunya akan menjadi tinggi dan terbakar dengan cepat. Jika massanya telah habis, maka ia akan meledak.

Maka, jika bisa dianalogikan dalam kehidupannya, ia benar-benar seperti Sirius. Lebih bahagia, maka lebih cepat mati.

Krystal merupakan anak yang baik. Sejak kecil selalu mematuhi perkataan ibunya dan menuruti kemauan ayahnya. Ibunya menyuruhnya mengikuti les piano di usia 6 tahun, maka ia melakukannya dan berakhir menjadi murid paling dibanggakan ketika itu. Di usia remaja, ayahnya memintanya untuk menjadi pengacara, maka iapun masuk jurusan hukum di Universitas ternama dan berhasil meraih gelar cumlaude ketika lulus.

Terlalu banyak kebahagiaan yang ia terima dan itu membuatnya tidak lagi memiliki tujuan hidup. Ia bekerja setiap hari, mengikuti jadwal yang sama, selalu berusaha agar tidak dicap sebagai ancaman bagi atasannya; ia cukup puas; ia tidak berjuang, karena itu ia tidak berkembang: Apa yang diharapkannya hanyalah gaji diakhir bulan.

.

.

Perutnya kini terasa seperti diaduk-aduk hingga ia amat kesakitan. Aneh. Ia pikir obat penenang over dosis akan membuatnya langsung tertidur. Namun apa yang dialami justru membuat telinganya berdengin dan ingin muntah.

Kalau ia muntah, ia tidak jadi mati.

Maka ia memutuskan tidak memikirkan rasa sakit yang mendera perutnya dan mencoba berkonsentarsi pada langit malam yang dipenuhi bintang, daun-daun yang mulai gugur tadi, perempuan penjual chestnut yang telah siap menutup lapaknya dan deru napas Minhyuk yang tenang dan teratur di sampingnya.

Tidak berapa lama, rasa mual dan sakit di perutnya perlahan mulai menghilang. Dan tanpa sengaja, seekor kunang-kunang hinggap di sisi jendela, di samping rantang kaca yang Minhyuk bawa. Krystal mengamatinya tanpa berusaha menganggu serangga kecil itu. Ini pertama kalinya seumur hidup ia melihat kunang-kunang dalam jarak sedekat ini, dan akan menjadi yang terakhir kalinya. Cahaya dari tubuh kecilnya terlihat begitu indah. Seperti bintang dalam bentuk lebih kecil dan lebih dekat.

Krystal pernah membaca dari sebuah buku bahwa kunang-kunang merupakan salah satu hewan dengan masa hidup paling pendek. Mereka hanya memiliki waktu 2 bulan sampai ajal menjemputnya.

‘Pernahkah kau berpikir kenapa kunang-kunang berada di tempat gelap?’. Krystal ingat Minhyuk pernah menanyakan hal itu kepadanya. Namun karena tidak tertarik, maka Krystal tidak menjawab.

“Karena jika kunang-kunang berada di tempat terang, ia tidak akan berusaha keras untuk menjadi indah. Cahayanya tidak diperlukan, dan ia tidak lagi memiliki tujuan hidup. Dan dengan begitu, ia akan mati lebih cepat. Mungkin tidak 2 bulan, melainkan 2 minggu atau mungkin 2 hari” Krystal tiba-tiba berkata, membuat Minhyuk menoleh kepadanya.

“Jawaban dari pertanyaanmu tempo hari” sambung Krystal, menjelaskan. Ia pikir ini waktu yang tepat untuk menjawab. Setidaknya ia tidak ingin merasa berhutang ketika ia mati nanti.

Minhyuk mengangguk-ngangguk. Jarinya mengusap ujung dagunya, seolah berpikir. “Jawabanmu bagus” pujinya kemudian nyengir lebar. “Tapi untuk sederhananya, kunang-kunang memilih berada di tempat gelap agar gelap menjadi terang. Simple bukan?”

Tanpa sadar, Kyrstal memikirkan perkataan Minhyuk. Dan tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan di benaknya; apakah terang dan gelap itu merupakan pilihan bagi kunang-kunang? Namun ia menolak menanyakan lebih lanjut. Pertanyaan itu pada akhirnya hanya menjadi sebuah pertanyaan. Ia tidak membutuhkan jawaban karena sebentar lagi ia sudah tidak perlu memikirkannya.

Suara di telinganya kini makin lama makin melengking. Dan untuk pertama kalinya sejak menelan pil-pil itu, Krystal merasa takut. Rasa takut yang luar biasa terhadap sesuatu yang tidak jelas.

Apakah sekarang ia merasa takut mati?

Apa seperti ini rasanya ketika jarak hidup dan mati hanya setipis kertas?

Tetesan keringat dingin mulai membasahi keningnya. Jantungnya memompa lebih cepat seolah tengah berusaha mengalirkan darah yang mulai berkurang ke seluruh bagian tubuhnya. Perutnya kembali bergejolak; terpelintir dan mual bersamaan. Krystal ingin menutup matanya, namun Minhyuk yang masih saja berdiri diam di sana membuatnya bertahan.

“Pergilah” usirnya. Kali ini ia sedikit bergumam, mencoba bertahan dengan rasa sakit yang makin mendera tubuhnya.

Krystal tahu waktunya tinggal sebentar lagi. Dan menjadikan Minhyuk satu-satunya manusia yang melihat proses kematiannya bukanlah opsi yang akan ia setujui. Ia lebih memilih mati di atas ranjangnya yang empuk sambil menutup mata dengan tenang.

Minhyuk beranjak dari tempatnya. Namun sebelum pergi, ia menatap Krystal sambil kembali menunjukkan senyumnya yang begitu mempesona.

“Kau tahu kenapa aku sependapat ketika kau berkata ingin seperti Sirius?” tanyanya sambil memperhatikan dahi Krystal yang membentuk kerutan tak beratur. “Karena kau memang pantas bersinar. Tidak masalah jika kau menjadi yang paling besar atau yang paling terang. Yang terpenting adalah kau bisa bermanfaat di tempatmu berada. Sirius membantu manusia menerangi malam dengan cahayanya, dan membantu kerja sang bulan; yang bahkan tidak memiliki cahaya sendiri.

“Begitu pula kunang-kunang. Ia tak pernah memilih, karena ia adalah sebuah pilihan. Pilihan untuk meninggalkan tempat yang terang dan pergi ke tempat gelap agar gelap menjadi terang. Karena di tempat gelaplah cahayanya akan begitu terang menyinari dan melenyapkan segala ketakutan dan ketidakberdayaan mata untuk melihat lebih jauh sekeliling.”

Minhyuk menatap kunang-kunang tadi yang telah terbang ke arah taman. Kemudian dengan pelan ia berkata, “Sirius dan kunang-kunang mungkin memang tidak memiliki waktu yang lama untuk hidup, namun dalam kehidupan yang singkat itu, mereka berhasil menjadi berguna bagi semua orang. Mereka seperti harapan di dalam kegelapan”.

Ia berputar dan kembali menatap Krystal. Sorot matanya redup. Ada sebersit iba yang terpancar di sorot matanya. Krystal bertanya-tanya, apa yang sedang dipikirkan lelaki itu?

Minhyuk mendekat dan mengusap puncak kepalanya. “Kau harus menjadi penerang bagi orang lain. Jika kehidupanmu memberikan manfaat bagi orang lain, maka saat itulah kamu benar-benar merasa hidup”. Ia tersenyum pilu, lalu kembali berkata, “Manusia berjuang untuk hidup, Krys, bukan untuk mati”

Dan tepat saat itu, air matanya meleleh. Ia tahu persis apa yang Minhyuk maksud. Mungkin benar ia sudah tidak lagi memiliki tujuan hidup, namun masih ada orang-orang yang membutuhkannya dalam hidup mereka. Orang tuanya, kakaknya, keluarga besarnya, rekan kerjanya, klien di firma, dan mungkin penjual sandwitch di belakang perpustakaan yang telah jadi langganannya selama 3 tahun terakhir. Dan untuk pertama kalinya, Krystal memiliki keinginan yang begitu kuat untuk tetap hidup.

Kau sadar akan kehidupan, ketika dekat dengan kematian.

Namun, itu mungkin hanya akan menjadi keinginan terakhirnya yang tidak akan tercapai. Karena di detik berikutnya, ia terkulai lemah tak sadarkan diri.

.

.

Ketika membuka mata, Krystal tidak yakin tengah berada di surga. Surga tidak menggunakan lampu neon untuk menerangi ruangan. Dan rasa sakit itu kembali terasa. Aneh sekali. Sangat nyata. Khas duniawi.

Yang pertama ia lihat adalah seorang pria tengah baya berjas putih yang sibuk memeriksa refleks bola matanya dengan sebuah senter kecil. Diikuti dengan seorang wanita berpakaian putih yang membenarkan letak selang-selang di mulut serta hidungnya. Namun bukan itu yang Krystal cari. Jika ia memang masih diberi kesempatan hidup, maka orang itulah yang pertama ingin ia lihat.

“Aku di sini, Krys” Minhyuk telah berada di sampingnya. Menatapnya sambil menggenggam tangannya yang tidak ditusuk jarum infus. Krystal tersenyum. Senyumnya lemah, namun sinar matanya berbeda. Ia memang mati tadi, dan sekarang ia telah terlahir kembali menjadi pribadi yang berbeda.

Krystal berjanji: Ia akan mencoba hal-hal baru, ia akan membelok dari norma jika suatu saat hidupnya terasa kembali datar, ia akan mencoba membolos kerja, menanggalkan cap ‘si anak berbakti’ dan ‘si karyawan biasa’, mencoba melakukan hal yang ia sukai tanpa sedikitpun memperdulikan ucapan orang lain. Ia juga akan menjadi seseorang yang lebih berguna; ia akan mencoba mengurus panti asuhan di pinggir kota, menjadi teman bicara yang baik di luar pekerjaannya, bahkan mungkin membantu perempuan penjual chestnut untuk membuka dan menutup lapak di seberang jalan. Ia akan melakukan semua yang belum pernah ia lakukan.Toh, ia masih punya waktu panjang dalam hidupnya.

.

.

‘Terkadang kita perlu melakukan hal gila agar tidak benar-benar menjadi gila’

Itu adalah jawaban Minhyuk mengenai keputusannya mempertaruhkan masa depannya yang terjamin

Awalnya aku menyimpulkan Minhyuk hanyalah tipikal orang gila yang tidak bertanggung jawab dan tidak berpikir panjang dalam menentukan jalan hidup

Namun perkataan Minhyuk membuatku berpikir ulang, bukan sekali dua kali saja, tapi bisa puluhan kali

Sekarang aku paham,

Minhyuk justru telah melakukan sebuah langkah hebat –yang justru dianggap gila oleh sebagian besar orang- dalam hidupnya

Ia berani keluar dari rutinitas hampa yang akan membuatnya gila dan memulai kehidupan baru

Di mana ia bisa menemukan sebuah tujuan dan harapan di dalamnya.

-FIN-

52 thoughts on “Espoir

  1. Akhirnya setelah sekian lama aku berhasil menemukan kembali ff yg berkualitas. Isinya sederhana tapi ngena banget. Ga terlalu banyak dialog, lebih dominan narasi, tapi malah itu yg bikin bagus.
    Well, good job buat emationalangel4 ! 😀

  2. keren ffnya. hanya dengan dua orang sebagai cast, dialig mereka mengandung pesan moral yang keren. analogi sirius dan kunang2 menjadi bagian yang menarik. so, pecinta astronomi. aku salah satu penyuka sirius. si bintang biru.

  3. aku suka quote nya.
    pesan moralnya bagus banget, bahasanya apik, alurnya pas! keren banget author-nim :))
    biasanya aku ga terlalu suka sama cerita yang banyak narasinya. tapi untuk yang satu ini aku kagum sekali^^
    ga banyak dialog, tapi bisa bikin aku ngerti maknanya dan terlarut sama jalan ceritanya yang bener-bener keren.

    oh iya, Novi imnida. 98line. Banjarmasin. aku suka segala cerita yang castnya Krystal, dan cuma mau baca kalau dia yang jadi peran utama 🙂
    bikin ff yang kece lagi ya author-nim. aku tunggu. anyeong! 😀

  4. Bagus banget… Tersentuh sama kata2nya yg gak pernah terfikirkan sama aku…
    Ff yg berbeda dan berkualitas dri ff yg lain.. Alurnya simple tapi bener2 tersirat banyak makna..
    Daebak
    tetapberkarya *bow

  5. Ini fanfic terbagus yang ku baca akhir – akhir ini~^^ bukan hanya bagus, tapi juga berkualitas. Pesan – pesan yang terkandung didalamnya juga penuh makna. Aku sangat menyukai fanfic ini..^-^*

  6. Ya ampun ini keren banget! Ngga cuma ngehibur tapi banyak pesan2 kehidupan yg disampaikan lewat ceritanya…good job thor!
    Btw authornya mahasiswi psikologi yah? Hehe *sok tau*

    • hahaha…
      bidang saya di kesehatan *ga nyambung ya?
      tapi saya mempelajari sedikit ttg psikologi manusia dan memang tertarik dengan ilmu psikologi…
      terimakasih udah menyempatkan baca dan meninggalkan comment ya… 😀

  7. Wah daebak thor! pesannya ngena banget:’)
    untung krystalnya masih bisa hidup, kalo ga pasti udah nyesel banget.
    tapi penasaran gimana caranya krystal bisa ada di rumah sakit/? wkwkk

  8. Kyaaaaa keren banget!! Jrg jrg aku ketemu FF bermoral :’) pokoknya keren!!

    Gimana ya.. Aku sampe gk bisa ngomong apa apa.. Bagus 😀

    Krystal ga jadi mati.. Leganya.. Minhyuk juga keren menurutku disini 😀

    • wah… justru klo udah jenuh sama hidup jangan sampai mati. Itu sebenernya pesan yg aku sisipkan di cerita ini…
      karena masih banyak hal yg bisa kita lakukan sebelum mati. sesekali ‘melenceng’ dari rutinitas bisa ngebuat hidup lebih berarti dan bermakna walaupun terkadang mesti mendapatkan cemoohan dari org sekitar.
      semoga pesan itu sampe ke para reader ya… 😀

  9. gw bingung, kenapa si minhyuk malah masih sempat2nya ceramah pas krystal sekarat. tp untunglah si krystal tetap hidup.
    bagus lho thor, topic.nya beda.

  10. suwerrrrrrrrrrrrrr keren bgt,,,,aq baca smpe ending dengan mata berkaca2,,,,dan aq suka bgt dengan kalimat ini “Terkadang kita perlu melakukan hal gila agar tidak benar-benar menjadi gila”
    good job author ^^
    #daebakkkkkkkkk

  11. Sederhana, tapi ngena :)…
    Ini cerita yang sebenarnya :)…
    Apalagi castnya :3… Aku sukaaaaaaaaaaaaaaaaaa >.< Hyukstal a.k.a BoYoung :v…
    Keep writing thor (y)
    aku suka penulisan author…
    BETTY…

  12. beautiful fic is beautiful 🙂 porsi ceritanya pas dan gak menye-menye, aku suka ♥ dan Minhyuk, baww he’s such a sweetheart hihi tadinya agak cemas juga takut krystal beneran meninggal, tapi untungnya happy ending 😀

    btw, aku juga suka buku veronica decides to die. tapi belom sempat baca yang tuesday with morrie haha i need to check it out on periplus 😀

    thank you for this lovely fanfic, please write more ♥

  13. Gila keren sekali :G tapi yg kebayang diotakku bukang muka krystal :/ aku terbayang wajah Kim ji won_- aneh bukan. Sudahlah itu my own problem_- keep writing 😉

Leave a reply to melodyara Cancel reply