I Found You [Chapter 5]

i found you 2

Author: ree

Genre: AU, thriller, action, romance

Rating: PG-15

Length: chaptered

Main Casts: Im Yoona SNSD, Lee Jonghyun CNBLUE, Lee Donghae Super Junior

Other Casts: Krystal Jung (Jung Soojung) f(x), Kang Minhyuk CNBLUE

Previous: Prologue | 1 | 2 | 3 | 4

Disclaimer: Just my imagination

 

 

 

***

 

 

 

 

 

Soojung mengetuk-ngetukkan pulpennya di atas meja. Pandangannya tidak lepas dari Yoona yang sejak tadi hanya duduk di meja kerjanya dengan tatapan kosong. Wajahnya lesu dan pucat, juga sedikit lebih kurus. Persis seperti mayat hidup. Tidak, bukan sejak tadi, tapi lebih tepatnya sejak seminggu yang lalu! Ya, gadis itu sudah bersikap bagaikan ‘hidup-segan-mati-tak-mau’ seperti itu sejak seminggu yang lalu. Semua karyawan yang menyapanya atau mengajaknya bicara hanya dijawab dengan gumaman, bahkan bos yang sempat beberapa kali memarahinya karena hasil kerjanya yang menurun pun tidak dihiraukannya.

Soojung sampai kehabisan akal untuk membujuk Yoona agar kembali menjalani kehidupan seperti biasa. Hampir setiap hari ia datang ke apartemen Yoona sekedar untuk menghiburnya dan membujuknya untuk makan, namun gadis itu tetap tidak bergeming. Dia melarang Soojung untuk menghubungi Donghae, bahkan sempat membentaknya ketika gadis itu ketahuan hendak menelepon pria itu diam-diam. Untung saja Yoona tidak sampai melampiaskan semua rasa sedih dan kesal yang menyelimuti dirinya dengan meminum minuman keras.

Sekarang Soojung sudah tidak tahan lagi. Ia menghentakkan pulpennya dengan kasar ke atas meja, kemudian bangkit dari kursinya menuju meja kerja Yoona.

“Yoona-ya, ayo kita makan. Dari tadi kau belum makan kan?” ajak Soojung.

Yoona menggeleng lemah tanpa sedikit pun menoleh ke arah gadis itu, “Aku tidak lapar. Kau makan saja duluan.”

“Bagaimana mungkin kau tidak lapar?! Kau melewatkan makan siangmu tadi. Bahkan seminggu ini aku tidak melihatmu makan siang. Hari ini kita akan pulang terlambat, Yoona-ya.” Soojung sedikit emosi. Bagaimana tidak? Setiap kali ia mengajak gadis itu makan siang, pasti ia selalu menolaknya seperti itu.

Soojung memegang pergelangan tangan Yoona, “Lihat, kau jadi kurus seperti ini. Kau sadar tidak?”

Yoona menepis tangannya dari Soojung, “Sudah kubilang aku tidak lapar, Soojung-ah.”

Soojung mendengus, kemudian menarik kursi yang ada di dekat situ dan duduk di sebelah Yoona, “Bagaimana pun juga kau harus makan, Yoona-ya. Demi kesehatanmu. Kau tahu? Wajahmu sangat pucat sekarang.”

“Kau tidak pernah kan, merasakan kehilangan?” ujar Yoona datar setelah beberapa saat, “Kehilangan karena ditinggalkan orang yang kau sayangi. Kau tidak tahu bagaimana rasanya.”

Soojung terdiam menatap wajah Yoona. Ekspresinya datar, namun sorot matanya menyiratkan kesedihan yang teramat dalam. Luka karena ditinggalkan orang-orang yang disayangi tampaknya masih menganga lebar didalam hati gadis itu dan tidak akan sembuh dalam waktu singkat. Yoona benar. Ia memang belum pernah merasakan yang seberat itu. Hal ini pasti sangat berat untuk ditanggung gadis itu sendirian.

“Aku mengerti perasaanmu, Yoona. Tapi kau tidak bisa seperti ini terus…”

“Kalau kau mengerti pergilah. Aku sedang tidak ingin diganggu siapapun.” potong Yoona. Ia memalingkan wajahnya membelakangi Soojung. Membuat gadis itu, untuk yang kesekian kalinya, hanya bisa menghela napas pasrah.

 

***

 

“BRUGH!!!”

Jonghyun menggerak-gerakkan tangannya, berusaha melepaskan ikatan yang mengikat kedua tangannya dengan kuat. Namun kedua pria yang berada disampingnya mencengkeram tangannya dan dengan cepat mengikatkan tambang yang melingkari tubuhnya ke belakang kursi tempat tubuhnya dihempaskan barusan, membuat ruang geraknya semakin terbatas.

Jonghyun terus berusaha melepaskan ikatan di tubuhnya, atau minimal membuat ikatan itu sedikit melonggar ketika terdengar suara langkah kaki memasuki gudang tua itu. Ia melirikkan matanya tajam ketika orang itu menghentikan langkah tidak jauh dari posisinya.

“Sia-sia saja, Jonghyun-ssi.” ujar orang itu tenang, “Kau masih berpikir bisa mengelabuiku lagi? Atau mengelabui bos lagi? Dasar tolol.”

Jonghyun tidak menjawab. Ia sudah cukup lelah setelah beberapa hari berusaha melarikan diri dari anak buah Jung Woo, atasannya yang sekarang berdiri dihadapannya. Bukan melarikan diri, tapi lebih tepatnya mengorbankan dirinya karena ia sudah tahu nantinya akan tertangkap juga. Ia hanya ingin mengulur waktu agar perhatian orang-orang itu teralih pada dirinya sehingga lupa akan tujuan mereka untuk mencari Yoona. Ia sengaja keluar dari rumah gadis itu untuk menjauhkannya dari incaran para mafia sesaat setelah mendengar bahwa rencana diubah dan Jung Woo-lah yang harus membunuh gadis itu. Dan sekarang ia harus menyimpan sisa tenaganya untuk kabur di saat yang tepat.

Jonghyun memutuskan pada dirinya sendiri untuk keluar dari misi ini karena merasa tidak mampu menjalankannya. Ia sudah terlanjur jatuh hati pada Yoona, gadis yang seharusnya menjadi target utamanya untuk dibunuh. Awalnya ia hanya main-main, memang, untuk melihat reaksi gadis itu, namun semakin lama perasaannya semakin berkembang walaupun ia sudah berusaha keras untuk mengelaknya. Jonghyun tidak bisa lagi membohongi dirinya bahwa ia menginginkan gadis itu, dan harus berusaha keras untuk melindunginya.

“Ternyata benar dugaanku selama ini. Kau sudah dibodohi oleh hal konyol bernama ‘cinta’ itu. Seharusnya dari awal aku sadar kalau kau sengaja mengulur waktu dan berlama-lama tinggal di rumah gadis itu. Kau benar-benar mengecewakan, Jonghyun-ssi. Kau bahkan berani membohongi bos kita.”

Jonghyun mendelik tajam. Napasnya masih memburu dan peluh bercucuran di dahinya. Sebisa mungkin ia berusaha untuk tidak terpancing kata-kata Jung Woo dan waspada terhadap setiap kata yang diucapkannya.

Jung Woo melangkahkan kakinya mendekati Jonghyun dan berjongkok dihadapan pria itu, “Tapi kau tidak perlu khawatir. Karena kau sudah dikeluarkan dari misi ini dan aku sendirilah yang akan menggantikanmu. Yah, walaupun nantinya pengkhianat sepertimu juga akan lenyap.” cibirnya dengan tatapan merendahkan, “Kau bisa lihat sendiri apa yang akan kulakukan pada gadis itu. Menyayat-nyayat tubuhnya, mungkin? Aku akan membiarkanmu hidup sampai saat itu.”

Jung Woo menyeringai. Merasa puas dengan ekspresi marah yang ditunjukkan Jonghyun. Ia lalu berdiri sambil terkekeh.

“Sialan kau.”

Jung Woo menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya ke arah Jonghyun. Ia mengerutkan kening dan menatap pria itu tajam, “Apa kau bilang?”

“Sialan kau, brengsek!!” ulang Jonghyun tegas. Ia menatap Jung Woo dengan pandangan merendahkan. Mendengar apa yang akan dilakukan pria itu kepada Yoona membuat emosinya tidak terkendali.

“PLAKKK!!!” Jung Woo menampar Jonghyun. Tamparannya tidak main-main, hingga cukup membuat pipi pria itu memar seketika.

Jung Woo mencengkeram kerah jaket Jonghyun dengan kasar, “Kau bilang apa tadi, hah?! Berani-beraninya kau berkata seperti itu pada atasanmu!!”

Jonghyun tersenyum sinis, “Maksudmu, mantan atasan?”

“Brengsek!!!” Jung Woo mendaratkan bogem mentah ke pipi Jonghyun yang satunya, sehingga berhasil membuat sudut bibir pria itu berdarah, “Selama ini aku selalu bersabar menghadapi sifatmu yang kurang ajar itu, tapi sekarang aku tidak akan main-main!!” ancamnya.

Jung Woo kembali berdiri dan membetulkan jas dan dasi yang dikenakannya, “Aku tidak punya waktu denganmu. Melihat wajahmu membuatku muak!” ia melirik tiga orang bawahannya yang berdiri mengelilingi Jonghyun, “Kalian awasi dia. Kalau coba kabur, habisi saja.”

Ye, algesseumnida.” sahut ketiga orang itu hampir bersamaan.

Jung Woo mendelik tajam ke arah Jonghyun, kemudian membalikkan badannya dan melangkah menuju pintu keluar.

Setelah pintu ditutup dan memastikan Jung Woo benar-benar sudah pergi, diam-diam Jonghyun melirik ke arah tiga pria yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Sebenarnya bisa saja ia mengalahkan mereka sekaligus, tapi dalam keadaan terikat seperti ini hal itu sedikit sulit dilakukan. Jonghyun memutuskan untuk menyandarkan kepalanya dan menghela napas panjang, berusaha menyusun strategi. Bagaimanapun juga ia harus segera kembali ke rumah Yoona dan membawa pergi gadis itu sebelum Jung Woo sampai disana.

“Sial! Tidak akan kubiarkan dia menyentuhnya!”

“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” tiba-tiba Jonghyun terbatuk. Tiga orang pria yang mengawasinya menoleh sekilas ke arahnya, namun tak lama kemudian kembali mengalihkan pandangannya. Mereka mengira pria itu hanya terbatuk akibat pukulan Jung Woo tadi, padahal Jonghyun sengaja berpura-pura lemah untuk membuat mereka lengah. Ia berakting seperti layaknya orang yang babak belur setelah dipukuli dan berpura-pura terkulai lemas di kursi.

Karena beranggapan bahwa tanggungan mereka itu sedang tidak berdaya, pengawasan ketiga orang itupun mulai kendur. Mereka terlihat lebih santai dan sesekali mengobrol satu sama lain walau hanya dengan gerakan bibir. Jonghyun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Secara tiba-tiba ia mengangkat kakinya dan menendang perut kedua orang disampingnya dengan keras sehingga mereka jatuh tersungkur di lantai. Sebelum yang satu orang lagi menahan gerakannya, ia sudah lebih dulu memutar kursi beroda yang didudukinya dan menendang dada orang itu.

Rupanya salah satu penjaga yang ditendangnya pertama tadi masih bisa bangkit berdiri. Yang satunya tampaknya sudah tidak sadarkan diri karena ketika terjatuh tanpa sengaja ia tergelincir dan kepalanya membentur lantai. Jonghyun langsung menendang wajah pria yang berjalan sedikit tertatih ke arahnya dengan bertubi-tubi. Satu kali, dua kali, tiga kali, Jonghyun berhasil mendaratkan tendangannya di wajah pria itu dengan telak, namun saat keempat kali pria itu seolah sudah bisa membaca gerakan Jonghyun dan menahan kaki kanan pria itu. Jonghyun tidak kehabisan akal, ia menggunakan kaki kirinya untuk menendang salah satu sisi wajah pria itu. Cengkeraman tangan pria itupun terlepas. Ketika pria itu terhempas ke lantai, Jonghyun mendorong kursinya mendekati pria itu dan menginjak pergelangan tangannya tanpa ampun.

“AAARRGGHH…!!!” pria itu mengerang kesakitan. Jonghyun membenturkan bagian belakang kepala pria itu ke dinding berkali-kali hingga akhirnya pria itupun tidak sadarkan diri.

“CTEK!”

Jonghyun segera memutar kursinya begitu mendengar suara cetikan peluru yang dimasukkan kedalam pistol. Sebelum penjaga ketiga yang berada dibelakangnya itu sempat menekan pelatuk pistol yang dipegangnya, Jonghyun sudah lebih dulu menendang pergelangan tangannya hingga pistol itu terlepas. Ia lalu menendang pria itu ke arah rak tua besar berisi botol-botol bir kosong yang ada di salah satu sudut gudang itu. Setelah pria itu terpojok, ia menendang wajah dan dadanya agar pria itu menjadi lemah, kemudian menendang rak besar dibelakangnya dengan keras sehingga jatuh menimpa tubuh si pria. Bagian belakang kepalanya membentur tiang rak dan beberapa pecahan botol bir menancap di kepalanya, membuatnya tidak sadarkan diri hanya dalam hitungan detik.

Jonghyun menghela napas lega. Akhirnya ia berhasil mengalahkan ketiga orang itu walaupun tangan dan tubuhnya terikat. Sedikit sulit dan melelahkan memang, karena ruang geraknya terbatas dan tambang yang mengikat kuat membuat pernapasannya terganggu dan aliran darah di sekitarnya terhambat. Untung saja retak pada kakinya waktu itu tidak mengurangi sedikitpun kekuatan dan kecepatan teknik menendangnya.

Jonghyun mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Yang harus dilakukannya sekarang adalah menemukan benda tajam yang dapat memotong tambang yang mengikat tubuh dan tangannya.

Pandangannya kemudian beralih pada pria yang sudah tergeletak tak berdaya dihadapannya. Kebetulan rak yang menimpa pria itu adalah rak botol bir bekas sehingga ia bisa memanfaatkan pecahan botol yang tajam untuk membuka ikatan tambang di tubuhnya. Jonghyun mennggerakkan kursinya mencari botol yang sudah pecah dan ujungnya tajam, kemudian mengangkatnya dengan punggung kakinya dan melayangkannya ke arah punggungnya seperti seorang pemain bola yang sedang memainkan akrobat menendang bola dan menempatkannya di atas punggung. Tidak ada cara lain yang dapat dilakukan karena kedua tangannya memang tidak bisa bergerak sehingga dia harus selalu memanfaatkan kakinya.

Setelah kedua tangannya dapat menangkap pecahan botol tersebut, ia mulai menggesekkan bagian tajam dari botol itu ke arah tambang yang mengikat tangannya sampai tambang tersebut menipis dan akhirnya terpotong. Membutuhkan waktu yang lama, memang, tapi Jonghyun berusaha melakukannya secepat mungkin. Sesekali ia meringis pelan ketika pecahan botol tersebut tanpa sengaja menggores pergelangan tangannya. Dapat ia rasakan perih saat cairan darah keluar dari sana, namun ia tidak peduli. Ia semakin mempercepat gerakan tangannya agar tambang itu lebih cepat terpotong. Napasnya memburu. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah ia harus secepatnya keluar dari tempat itu dan menuju apartemen Yoona.

Tak lama kemudian, akhirnya ikatan tambang itupun terlepas. Cepat-cepat Jonghyun menuju pintu keluar. Tak lupa ia membawa sebuah silinder besi berkarat yang tanpa sengaja ditemukannya untuk menghalau para anak buah Jung Woo yang pasti sedang berjaga di sekitar ruangan itu.

Jonghyun mendobrak pintu didepannya. Para penjaga yang mendengarnya segera berdatangan untuk menangkapnya. Namun dengan sigap Jonghyun menghajar semua penjaga itu tanpa ampun dengan bantuan silinder besi yang dipegangnya. Berkali-kali ia lolos dari tembakan yang diarahkan padanya. Sebenarnya bisa saja ia menggunakan pistol seperti mereka, tapi ia hanya punya satu pistol dan lima peluru rasanya tidak cukup untuk melawan mereka semua.

Satu per satu para penjaga itu pun berjatuhan. Tidak sedikit dari mereka yang babak belur karena mendapat pukulan bertubi-tubi dari Jonghyun. Setiap kali melangkah, pasti selalu ada penjaga yang berusaha menghalaunya, entah berasal dari mana dan berapa jumlahnya. Namun Jonghyun dapat dengan cepat membereskan mereka semua seolah mereka adalah sekumpulan semut kecil yang tidak berdaya ketika disiram air.

Ketika hendak menghajar salah satu penjaga yang menyerangnya, rupanya pria itu sudah mengetahui gerakan Jonghyun dan berhasil menahan tangan pria itu. Jonghyun menghajar wajah pria itu berkali-kali namun pria itu seakan tidak terpengaruh. Ia berusaha melepaskan tangannya, namun cengkeraman tangan pria itu terlalu kuat. Di saat bersamaan seorang penjaga yang lain berlari ke arahnya sambil mengepalkan tangannya ke udara, bermaksud untuk menghajarnya. Jonghyun yang menyadari kedatangan pria itu memanfaatkan sebelah tangannya yang ditahan dan melayangkan sebelah kakinya ke wajah pria itu. Tendangannya cukup telak sehingga berhasil membuat pria itu tersungkur.

“DORR!!!” tiba-tiba saja terdengar suara tembakan yang berasal dari ujung lorong. Jonghyun yang menyadari tembakan itu diarahkan padanya berusaha untuk menghindar. Ia beruntung tembakan itu meleset dan peluru yang nyaris menembus kepalanya tersebut hanya menggores tulang pipinya. Ia lalu menoleh ke arah sumber tembakan tadi. Tampak seorang pria berpakaian serba hitam yang tampaknya juga salah satu dari para penjaga berjalan perlahan ke arahnya sambil tetap mengacungkan pistol. Wajahnya tampak sangat serius dan sorot matanya tajam. Jonghyun merasa tidak asing dengan wajah pria itu. Dia adalah salah satu pengawal setia Jung Woo yang selalu ada ketika berkumpul dengan geng atau menjalankan tugas. Dan tidak seperti para penjaga yang lain, tampaknya pria itu tidak akan melepaskan Jonghyun begitu saja.

“ Dammit!”

 

***

 

”Ah, Soojung-ah!” panggil Minhyuk sambil melambaikan tangannya ketika melihat gadis yang sedari tadi ditunggunya itu baru saja keluar dari gedung.

Soojung tersenyum, kemudian setengah berlari menghampiri Minhyuk yang sedang bersandar didepan motor sport merahnya.

“Kau sudah lama?” tanyanya.

Minhyuk menggeleng, “Ani. Baru saja.”

Soojung mengangguk-angguk, kemudian menyodorkan sebuah tas jinjing kecil berisi kotak makan ke arah Minhyuk, “Ini. Terima kasih karena kau sudah mau membuatkanku makan siang.”

“Bagaimana rasanya? Enak kan?”

“Sangat enak.” jawab Soojung, “Tapi, apa benar kau sendiri yang memasaknya? Tidak dibantu Donghae sunbae? Kau kan masih asistennya.”

“Tentu saja. Walaupun sebenarnya aku masih belum boleh menyentuh alat-alat dapur sembarangan, tapi bekal untukmu kubuat sendiri. Donghae hyung hanya mengawasiku saja.” jelas Minhyuk. Sedikit tidak terima jika gadis itu meragukan hasil masakannya. Donghae memang chef yang hebat, tapi ia yakin suatu hari nanti ia juga tidak kalah hebatnya.

Soojung terkekeh, “Arasseo, arasseo.”

“Nah, sekarang pakai ini.” Minhyuk memakaikan salah satu helm yang dibawanya ke kepala Soojung. Tiba-tiba saja ia melihat sosok seorang gadis yang tampaknya tidak asing sedang berjalan keluar gedung dengan langkah gontai. Gadis itu sepertinya tidak menyadari keberadaan mereka berdua dan terus berjalan menyusuri trotoar.

“Itu Yoona kan?” tanya Minhyuk.

Soojung menoleh, kemudian mengangguk, “Sepertinya begitu.”

“Dia… masih belum membaik?”

Soojung menghela napas, kemudian menggeleng lemah, “Belum. Padahal hampir setiap hari aku datang ke rumahnya untuk menghiburnya dan membujuknya makan siang ketika di kantor. Tapi dia selalu saja menolak. Sepertinya masalahnya sangat berat. Kehilangan tiga orang sekaligus di waktu bersamaan bukan hal yang mudah kan?”

Minhyuk memandang Yoona dari kejauhan dengan iba. “Kasihan sekali gadis itu,” pikirnya. Setelah putus dengan Donghae, dia tidak memiliki siapapun yang berada di sisinya untuk menghiburnya.

Tiba-tiba saja terbersit sebuah ide di otak Minhyuk. Ide yang sangat brilian, menurutnya. Ini adalah satu-satunya cara untuk dapat mengembalikan Yoona seperti semula.

“Tunggu sebentar.” ujarnya pada Soojung, kemudian berjalan menjauh. Ia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan menekan beberapa tombol.

“Yeoboseyo, hyung?”

 

***

 

Yoona menghentikan langkahnya tepat sebelum kakinya melangkah memasuki halte bus yang berjarak cukup jauh dari kantornya. Gadis itu mendengus pelan, kemudian menolehkan kepalanya ke belakang.

“Mau sampai kapan kau mengikutiku, Oppa?”

Ya, sebenarnya dari tadi gadis itu menyadari ada sebuah mobil yang mengikutinya diam-diam dari belakang. Dan dia sudah terlalu hafal siapa pemilik mobil itu.

Tak lama kemudian kaca mobil itu pun terbuka. Tampaklah seseorang yang sudah tidak asing lagi dan sama sekali tidak membuat gadis itu terkejut.

“Ah, ternyata ketahuan juga.” sahut Donghae dari kursi kemudi. Yoona hanya memalingkan kepalanya enggan. Pasti Soojung yang telah menghubungi pria itu untuk pergi menjemputnya. Aish, padahal ia sudah mengancam agar tidak memberitahunya.

Entah sejak kapan, tahu-tahu Donghae sudah berada dihadapannya dan menggenggam sebelah tangannya, “Naiklah.”

Dengan perlahan Yoona melepaskan tangannya dari genggaman tangan pria itu, “Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri.”

“Dengan wajah pucat seperti itu? Semua orang yang melihatmu pasti merasa tidak lama lagi kau akan pingsan di tengah jalan.”

“Aku tidak apa-apa. Sudahlah.” ujar Yoona lirih. Ia hendak melanjutkan langkahnya menuju halte, namun Donghae menahan pundaknya.

“Yoona-ya, jebal, dengarkan aku sekali ini saja.” kata Donghae lembut, namun tegas, “Mana mungkin aku bisa tenang meninggalkanmu kalau keadaanmu kacau seperti ini?”

Yoona menatap Donghae lekat-lekat. Sorot mata pria itu menyiratkan ketegasan sekaligus kecemasan yang mendalam. Seharusnya Yoona ingat, pria itu tidak bisa membiarkannya terus terkurung dalam kesedihan sendirian, sekalipun ia mati-matian menghindar darinya.

“Baiklah…” Yoona memalingkan wajahnya, “Sekali ini saja.”

Donghae tersenyum lega, “Baiklah. Ayo kita pulang.”

Selama berada didalam mobil, Yoona hanya diam membisu. Ia mengarahkan pandangannya ke luar jendela dan tidak bergerak sedikitpun. Membuat Donghae yang berada disampingnya tidak bisa melihat wajahnya. Ia juga sedikit segan untuk memulai pembicaraan karena ketika ia mengajukan beberapa pertanyaan ringan tadi, gadis itu hanya menjawabnya dengan gumaman.

Donghae menghela napas pelan. Belum pernah sekalipun ia melihat kondisi Yoona yang seperti ini ketika mereka masih berpacaran. Ia sudah mengetahui keseluruhan ceritanya dari Soojung, yang tidak tahan lagi untuk menghubunginya diam-diam untuk memberitahukan keadaan Yoona. Ia tidak bisa membiarkan Yoona dalam kondisi seperti ini terus-menerus.

Baik Donghae maupun Yoona sama-sama terdiam sepanjang perjalanan. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Sampai akhirnya mereka sampai didepan apartemen Yoona. Gadis itu segera membuka seat belt yang melingkari tubuhnya dan bergegas keluar.

“Kuantar sampai kedalam ya?” tawar Donghae.

Lagi-lagi Yoona menggeleng lemah, “Gwaenchanha.” ia pun membuka pintu mobil dan segera keluar.

Ketika Yoona menutup pintu, cepat-cepat Donghae membuka seat belt-nya dan keluar sebelum gadis itu berjalan menjauh.

“Yoona-ya…” panggilnya pelan. Yoona menghentikan langkahnya dan menoleh, namun tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Donghae terdiam sejenak. Masih merasa ragu untuk mengatakan hal itu atau tidak. Namun ia memutuskan untuk mengambil pilihan pertama. Karena jika tidak mengatakannya, ia tidak akan mengubah apapun.

“Apa… keberadaan Jonghyun benar-benar sangat penting bagimu?” tanyanya hati-hati.

Yoona tampak sedikit tercekat dengan pertanyaan yang dilontarkan Donghae, namun tak lama kemudian wajahnya kembali datar.

Jonghyun. Rasanya sudah lama sekali ia tidak mendengar nama itu. Dirasakannya matanya mulai memanas. Luka hatinya yang masih belum sembuh seakan kembali terbuka.

“Jika dia tidak penting bagiku, aku tidak mungkin berpisah denganmu kan?” katanya lirih, hampir seperti berbisik. Namun karena keadaan parking area yang sepi, suara itu masih dapat terdengar jelas oleh Donghae.

Harus diakui, jawaban Yoona barusan membuat hati Donghae terasa sesak. Namun ia sudah memikirkan kemungkinan itu dan masih bisa menahan dirinya.

Donghae menatap Yoona lurus, “Berhentilah bersikap seperti ini. Sepenting apapun orang itu, kau tidak bisa meratapi kepergiannya terus menerus. Bagaimanapun juga ini keputusannya kan?” ujar Donghae lembut, “Soal Yoonji, aku yakin dia pasti bahagia di surga. Dan dia pasti ingin melihatmu bahagia juga.”

Yoona tersenyum mencibir, namun sorot matanya nanar, “Benarkah?” sebutir air mata menetes di pipinya. Buru-buru ia menghapus air mata itu dengan tangannya, “Dia bahkan tidak menungguku memberikan jawaban tentang perasaannya.”

Donghae berjalan perlahan mendekati Yoona dan menghapus air mata gadis itu dengan lembut. Melihat Yoona menangis seperti ini benar-benar membuat hatinya sakit. Rasanya ingin sekali ia merengkuh gadis itu kedalam pelukannya, merasakan apa yang gadis itu rasakan didalam relung hatinya, dan berbagi kesedihan dengannya. Namun ia sadar, ia bukan siapa-siapa sekarang.

“Kumohon, jangan seperti ini lagi, Yoona-ya. Kalau seperti ini, aku benar-benar tidak akan bisa melepaskanmu sepenuhnya.”

Yoona menyeka air matanya. Ia tidak bermaksud menangis dihadapan Donghae dan membuat pria itu khawatir. Namun pertahanannya selalu goyah jika sudah menyangkut soal Jonghyun. Ia selalu tidak kuasa menahan air mata.

Yoona mendongakkan wajahnya menatap Donghae dan tersenyum lembut, “Gomawo, Oppa. Aku sudah tidak apa-apa. Kau tidak perlu khawatir.”

Donghae terdiam memandang wajah gadis itu. Ia tahu kata-kata gadis itu tidak sepenuhnya benar, karena masih terlihat gurat kesedihan yang berusaha keras ditutupinya. Tampaknya perasaan Yoona pada Jonghyun sangatlah besar.

Donghae lalu menyodorkan sebuah tas jinjing berukuran sedang dan menggenggamkannya ke tangan gadis itu, “Kalau begitu setelah ini makanlah. Kau harus menjaga kesehatanmu. Aku tidak mau melihatmu sakit.”

Yoona mengangguk sambil tersenyum, “Ne. Gomawo.”

Donghae membalas senyuman Yoona, “Sekarang masuklah. Sudah malam.”

Yoona mengangguk, kemudian membalikkan badannya. Ketika baru beberapa langkah berjalan, ia kembali menolehkan kepalanya ke arah Donghae.

“Oppa…” Yoona terdiam sejenak, “Selamat tinggal…”

Untuk sesaat Donghae tertegun. Selamat tinggal. Entah kenapa rasanya kata-kata itu sangat mengena di hatinya. Gadis itu seolah sedang mengucapkan kata perpisahan bagi hubungan mereka. Kata-kata yang paling dihindari Donghae saat ini.

Donghae hanya tersenyum samar sebelum gadis itu kembali melanjutkan langkahnya. Ia tidak ingin mengucapkan kata itu, karena hatinya belum sepenuhnya mampu. Tapi jika gadis itu tetap memutuskan untuk berpisah dengannya dan menunggu Jonghyun, ia akan berusaha menerimanya dengan lapang dada.

Mungkin, sudah saatnya baginya untuk mengalah.

 

***

 

Yoona membuka pintu apartemennya dan lampu ruang tengah menyala secara otomatis. Sunyi, seperti biasa. Terkadang ia merasa jengah dengan kesunyian seperti ini. Padahal sudah bertahun-tahun ia hidup sendirian, namun kali ini sangat berbeda. Rasanya hampa.

Sebenarnya rumah ini yang terasa hampa, atau hatinya yang hampa?

Yoona berjalan menuju meja makan dan meletakkan tas jinjing yang tadi diberikan Donghae ke atas meja, kemudian melihat isinya. Dugaannya benar. Pria itu membuatkannya jeonbokjuk untuk makan malamnya. Pasti dia buru-buru membuatnya sebelum menjemput Yoona tadi. Gadis itu mendecak pelan. Sikap perhatian yang ditunjukkan pria itu terkadang membuatnya merasa tidak enak.

Yoona membongkar seluruh isi tas itu, mengeluarkan semua kotak makan yang tersimpan rapi didalamnya. Ternyata tidak hanya bubur, tetapi Donghae juga membuatkan sup rumput laut dan galbitang untuknya, lengkap dengan teh yang dimasukkan kedalam termos kecil. Kumpulan makanan hangat itu pasti dimaksudkan untuk menjaga kesehatan Yoona agar tidak sakit setelah berhari-hari tidak makan dengan teratur. Yoona bukannya tidak makan selama seminggu. Dia makan, tetapi hanya pada saat ia menginginkannya dan rata-rata sekali dalam sehari, itupun hanya mie instan. Rasanya sudah lama ia tidak memakan makanan lengkap seperti ini. Donghae benar-benar orang yang baik. Sangat baik.

Yoona menata kotak-kotak makan itu di atas meja dan mulai menikmatinya satu per satu. Karena Donghae sudah bersusah payah membuatnya, jadi dia harus memakannya. Ia pun tersenyum. Senang rasanya ia dapat merasakan masakan buatan pria itu lagi. Menurutnya, masakan buatan Donghae bisa membuat semua orang yang memakannya merasa bahagia.

Setelah perasaannya sedikit lega, Yoona baru menyadari kalau ia sangatlah lapar, sehingga semua makanan itu tandas tak bersisa hanya dalam hitungan menit. Yoona menghela napas lega dan menyandarkan badannya ke kursi, kemudian melihat ke sekeliling. Apartemen itu tampak kusam karena ia tidak mengurusinya selama berhari-hari. Donghae benar. Sudah saatnya ia bangkit. Ia tidak boleh bersedih terus-menerus.

Yoona merapikan semua alat makan itu dan menaruhnya kedalam kitchen sink, kemudian mulai mencucinya. Entah kenapa ia kembali teringat pada Jonghyun. Dulu, saat masih tinggal di rumah ini, pria itu selalu membantunya merapikan piring bekas makan malam dan mengembalikannya kedalam cabinet setelah piring-piring itu selesai dibersihkan. Tidak hanya itu, dia juga sering membantu Yoona dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Walaupun hanya bantuan kecil, tapi terasa sangat berarti dan semakin menumbuhkan kedekatan diantara mereka.

Walaupun sekarang Jonghyun telah meninggalkannya, Yoona sama sekali tidak menyesal telah menyukai pria itu. Hatinya sudah terlanjut tertambat pada Jonghyun dan dia tidak berdaya untuk mundur. Ia yakin, suatu hari nanti mereka pasti akan bertemu lagi.

“PRAAANGG!!!!”

Tiba-tiba saja tanpa sengaja siku Yoona menyenggol sebuah mug yang hendak dibersihkan. Mug itu akhirnya pecah dan terjatuh ke lantai. Yoona yang setengah melamun terkejut dan segera berjongkok untuk memungut pecahan mug itu. Ia sengaja tidak membuka sarung tangan karet yang dipakainya karena takut jarinya akan berdarah jika terkena pecahan mug.

Yoona memungut satu per satu pecahan itu dengan hati-hati. Setelah memperhatikan motif dan bentuknya, ia tersentak. Tangannya sedikit gemetar. Mug itu adalah mug yang sering dipakai Jonghyun untuk minum teh atau kopi ketika dia masih tinggal disana. Dan menurut takhayul, jika benda yang berhubungan dengan seseorang itu pecah, maka tandanya terjadi sesuatu pada orang itu.

Yoona memandangi mug yang sudah tidak jelas bentuknya itu. Wajahnya berubah cemas.

Jonghyun, sebenarnya kau pergi kemana? Apa yang terjadi denganmu?”

Ketika sedang serius memunguti pecahan mug itu, tiba-tiba saja terdengar suara pintu apartemennya dibuka. Yoona terbelalak. Didengarnya suara langkah kaki yang berjalan pelan mendekatinya. Jantungnya tiba-tiba saja berdegup kencang.

“Langkah kaki itu… tidak mungkin…”

Cepat-cepat Yoona bangkit dan membalikkan badannya. Jantungnya serasa berhenti berdetak begitu melihat siapa orang yang sudah berdiri tidak jauh dihadapannya.

“Jo…Jonghyun…?”

 

***

 

“Apa rencana tuan selanjutnya?” tanya salah satu pengawal Jung Woo ketika mereka sedang berada dalam perjalanan sepulang dari bangunan kosong tempat pria itu menyekap Jonghyun tadi.

“Seperti yang sudah kukatakan tadi. Kita habisi gadis itu malam ini juga.” jawab Jung Woo tajam.

“Perlukah kami ikut turun tangan?”

“Tidak perlu. Hanya seorang gadis kecil saja aku sendiri bisa mengurusinya.” Jung Woo menyeringai.

Tiba-tiba ponsel pengawal itu bergetar. Cepat-cepat ia menerima telepon yang masuk. Wajahnya berubah pucat seketika.

“Ada apa?” tanya Jung Woo sambil melirik pengawal itu.

“I…ini gawat, bos! Jonghyun… berhasil melarikan diri!” jawab pengawal itu tergagap.

“Apa?! Memangnya apa saja yang kalian lakukan?! Bukankah tadi kusuruh menghabisinya kalau dia coba-coba kabur?! Dasar anak buah tidak berguna!!” hardik Jung Woo.

“Jo…joisonghamnida, sajangnim…”

“Brengsek! Cepat bawa aku ke apartemen gadis itu!”

 

***

 

“Jo…Jonghyun?”

Yoona hanya berdiri membatu di tempatnya, tidak sepenuhnya percaya pada penglihatannya sendiri. Jonghyun, orang yang selama ini dianggapnya sudah meninggalkannya, tiba-tiba saja muncul di apartemennya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Pria itu hanya berdiri diam sambil menatapnya lekat-lekat.

Perasaan Yoona berkecamuk. Ia bingung harus marah, sedih, atau senang. Orang yang berhasil menjungkirbalikkan dunianya dalam waktu sesaat itu akhirnya kembali ke rumahnya. Seharusnya dia senang, namun setelah melihat ekspresi wajah Jonghyun yang terlihat sedikit cemas, ia merasakan firasat buruk menghinggapi hatinya.

Yoona akhirnya memberanikan diri untuk mendekati Jonghyun sambil berusaha menekan luapan emosi dalam dirinya. Ingin rasanya ia segera menghambur ke pelukan pria itu sekaligus memukulinya tanpa ampun karena sudah berani mempermainkan perasaannya. Tapi sorot mata Jonghyun menyiratkan ada sesuatu yang serius yang terjadi dan ia sedang tidak ingin bercanda sekarang.

Yoona menatap Jonghyun lekat-lekat. Ia sedikit terperangah melihat wajah Jonghyun yang berkeringat dan penuh luka, napasnya masih tersengal-sengal, rambutnya berantakan dan pakaiannya juga sedikit kotor. Seolah pria itu habis berkelahi dengan sekawanan penjahat saja.

“Jonghyun… ada apa?” pertanyaan itulah yang pertama kali dilontarkan Yoona. Ia mengangkat tangannya dan hendak menyentuh luka di tulang pipi pria itu, namun Jonghyun menahannya dengan lembut.

“Kau…” Jonghyun akhirnya membuka suara tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya dari Yoona, “Kau masih… hidup…?”

Yoona mengernyitkan dahi, “Aku… baik-baik saja. Kenapa…”

Belum sempat Yoona meneruskan kalimatnya, Jonghyun sudah menarik tangan gadis itu dan merengkuhnya kedalam pelukannya. Membuat Yoona merasa terkejut, senang, sekaligus bingung.

“Syukurlah…” ujar Jonghyun lirih. Ia semakin mengeratkan pelukannya kepada gadis itu seolah tidak ingin melepaskannya. Dan ia memang tidak ingin melepaskannya, setidaknya untuk yang kedua kali.

Meskipun awalnya sedikit ragu, Yoona akhirnya melingkarkan kedua tangannya di punggung pria itu dan mengusapnya perlahan, berusaha menenangkannya, “Ada apa, Jonghyun? Kalau kau tidak mengatakan apapun, aku tidak akan tahu kan?” tanyanya lembut.

Jonghyun tidak menjawab. Ia hanya menghela napas dan membenamkan wajahnya di bahu Yoona, menghirup aroma tubuh gadis itu. Aroma yang sangat disukainya, yang membuatnya merasa sesak ketika aroma itu tidak memenuhi paru-parunya selama beberapa hari. Ia merasa sangat, sangat merindukan gadis itu.

“Jonghyun, katakanlah sesuatu…” pinta Yoona. Ia tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang diselimuti kekhawatiran.

Dengan perlahan Jonghyun melepaskan pelukannya dan menatap gadis itu lekat-lekat. Membiarkan matanya menelusuri setiap lekuk wajah gadis itu. Wajah yang tidak dilihatnya selama beberapa hari, namun terasa seperti bertahun-tahun baginya.

“Aku mencintaimu, Yoona-ya…” ujar Jonghyun lembut.

Yoona tercekat. Untuk sesaat jantungnya serasa berhenti berdetak. Ia benar-benar terkejut dengan apa yang barusan Jonghyun ucapkan. Ini bukan kali pertama Jonghyun menyatakan perasaannya pada gadis itu. Namun, entah kenapa kali ini terasa sangat berbeda. Terdengar sangat tulus.

Yoona menatap Jonghyun lekat-lekat. Sorot matanya dapat menjelaskan semuanya, bahwa ia mencintai Yoona dan tidak ada lagi keraguan dalam hatinya. Yoona merasakan jantungnya berdegup kencang dan darahnya berdesir cepat. Membuatnya semakin salah tingkah.

“A…aku juga─”

Belum sempat Yoona menyelesaikan kalimatnya, Jonghyun sudah menarik tubuh gadis itu kedalam dekapannya dan mendaratkan bibirnya di bibir Yoona. Yoona pun terkejut dengan sikap Jonghyun yang tiba-tiba. Ciuman itu terkesan impulsif pada awalnya, namun lama-kelamaan melembut. Yoona menutup matanya, merasakan setiap sentuhan bibir Jonghyun di bibirnya. Terasa lembut dan manis.

Tangan kanan Jonghyun menekan tengkuk Yoona untuk memperdalam ciuman mereka. Mereka pun terbuai dalam ciuman yang menjadi jawaban atas perasaan mereka masing-masing.

Jonghyun bersungguh-sungguh dengan ucapannya barusan. Ia mencintai Yoona. Perasaan yang selama ini selalu disangkalnya demi mementingkan posisinya. Tapi sekarang ia sudah tidak peduli. Perasaannya pada gadis itu lebih kuat daripada keinginan untuk mempertahankan posisinya dalam geng. Soal bagaimana nasibnya nanti, ia sudah memikirkan segala resikonya bahkan sampai yang terburuk sekalipun.

Jonghyun melepaskan ciumannya dan menghela napas pelan. Semakin lama ia berada didekat Yoona, semakin kuat tekadnya untuk melindungi gadis itu. Ia menyadari perasaannya bahwa ia mencintai gadis itu lebih dari siapapun. Dan sekarang Yoona harus mengetahui keadaan yang sebenarnya. Keadaan bahwa dirinya menjadi incaran para mafia.

Jonghyun mencondongkan tubuhnya ke tubuh gadis itu. Kali bukan untuk menciumnya, melainkan untuk membisikkan sesuatu padanya.

“Yoona-ya, larilah…” bisiknya lirih.

Mata Yoona membulat. Ia terkejut sekaligus bingung. Kenapa Jonghyun tiba-tiba berkata seperti itu?

Ia menolehkan kepalanya ke arah Jonghyun dengan kaku, “A…apa mak─”

DOORRR!!!”

Tiba-tiba terdengar suara tembakan. Jonghyun segera melindungi kepala Yoona dengan kedua tangannya dan menundukkannya sebelum peluru tersebut mengenai mereka berdua. Yoona yang kaget setengah mati hanya bisa memekik sambil menutupi kedua telinganya dan bersembunyi didalam dekapan Jonghyun.

“Sial, mereka sudah datang!” umpat Jonghyun. Ia lalu melirik ke arah Yoona. Wajah gadis itu tampak sangat ketakutan.

“A…apa itu?” tanya Yoona tergagap. Bibir dan tangannya bergetar.

“Cepat masuk!” Jonghyun menggiring Yoona menuju kamar gadis itu sambil tetap menunduk, menghindari rentetan peluru yang menyusul kemudian. Tampaknya yang ada dibalik pintu itu bukan hanya Jung Woo, tapi juga para anak buahnya. Dan jika pria itu tidak datang sendiri, berarti mereka sudah mengetahui kalau dirinya ada didalam apartemen itu.

Setelah sampai di kamar Yoona, cepat-cepat Jonghyun menutup pintu dan menguncinya.

“Si…siapa mereka? Kenapa mereka datang kesini dan menembaki kita?!” tanya Yoona panik.

“Sssssttt..!!” Jonghyun menempelkan telunjuknya didepan bibir, mengisyaratkan agar gadis itu tidak berbicara terlalu keras, “Ceritanya panjang. Nanti kalau ada kesempatan akan kuceritakan. Sekarang cepat pakai mantel dan sepatumu!”

“Untuk apa?”

“Kita akan pergi dari sini! Kau tidak mau mati di tangan para penjahat itu kan?”

“BRAKK!!” terdengar suara pintu yang didobrak dengan kasar. Suara tembakan yang bertubi-tubi sedikit semi sedikit berhenti. Mata Jonghyun membulat. Pasti Jung Woo yang sudah mendobraknya. Ia menempelkan telinganya di pintu. Samar-samar terdengar suara langkah kaki beberapa orang.

“Aku tahu kalian ada didalam! Sebaiknya tunjukkan diri kalian ke hadapanku baik-baik sebelum aku yang mencari kalian!” seru Jung Woo yang sudah berada di ruang tengah. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, namun tidak ada jawaban.

“Begitu ya, jadi kau mau main-main denganku?” gumamnya. Ia pun memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mencari di setiap sudut ruangan, “Kalian, cepat cari!”

“Yoona, cepatlah!” ujar Jonghyun setengah berbisik. Yoona buru-buru memakai mantel dan sepatu boots-nya dengan panik.

“Bagaimana caranya keluar dari sini?” tanyanya kemudian. Mengingat para penjahat itu berada di luar kamar dan sudah pasti mereka tidak bisa mencapai pintu keluar tanpa melewati orang-orang itu.

Jonghyun memandang ke sekeliling. Masih ada satu cara. Ia pun menggandeng tangan Yoona menuju balkon.

“Kau mau menyuruhku loncat ke bawah?! Jonghyun, ini lantai 10!!” protes Yoona ketika mereka mencapai pinggir balkon.

“Tentu saja tidak. Yang kau lakukan hanya melewati pembatas balkon ini. Kita turun ke balkon di bawahnya.” Jelas Jonghyun. Ia lalu mengangkat kakinya memutari pembatas balkon itu, kemudian melompat ke balkon yang berada tepat dibawahnya.

Yoona melongok ke bawah. Tampak Jonghyun mendongak ke arahnya dan merentangkan kedua tangannya ke atas, “Sekarang giliranmu. Tenang saja, kau tidak akan jatuh. Aku akan menangkapmu.”

Yoona mengeratkan pegangannya pada besi penyangga. Sedikit ragu untuk menuruti kata-kata Jonghyun karena takut jika dirinya terpeleset dan jatuh ke bawah. Namun ketika mendengar suara para penjahat yang mulai memporak-porandakan isi rumahnya, Yoona pun akhirnya memberanikan diri. Ia mulai memanjat balkon itu dan melewatinya, kemudian dengan perlahan melompat ke balkon di bawahnya. Dengan sigap Jonghyun mengangkat tangannya dan menahan tubuh gadis itu agar tidak terhempas.

Setelah Yoona dapat berdiri dengan stabil, Jonghyun menendang pintu kaca dihadapannya hingga pecah, kemudian membuka kuncinya dan masuk kedalam apartemen itu. Tidak peduli jika ketahuan pemiliknya karena yang dipikirkannya sekarang adalah menghindar sebisa mungkin dari para penjahat itu. Ia terus menggandeng tangan Yoona menyusuri bagian dalam apartemen menuju pintu keluar.

“Si…siapa kalian?! Bagaimana kalian bisa masuk kesini?!” tanya seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahunan yang tampaknya adalah pemilik kamar itu ketika melihat Jonghyun dan Yoona melewati ruang tamunya. Ia nampak sangat terkejut.

“Jo…joisonghamnida…” hanya kata-kata itu yang dapat diucapkan Yoona sambil membungkukkan badannya karena ia tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Sementara Jonghyun terus menarik tangannya menuju pintu keluar.

Sementara itu didalam apartemen Yoona, para anak buah Jung Woo terus mencari ke setiap sudut rumah, hingga akhirnya sampailah di kamar gadis itu. Mereka mendobrak pintu kamar yang terkunci itu dengan kasar. Namun tidak ada siapapun didalamnya. Hanya pintu kaca yang menghubungkan kamar itu dengan balkon yang terbuka lebar.

“Sial! Mereka pasti sudah kabur! Cepat cari mereka di luar! Mereka pasti belum jauh!” perintah Jung Woo geram.

Ye, sajangnim.” sahut salah satu anak buahnya. Mereka pun bergegas keluar dari apartemen Yoona.

 

***

 

Jonghyun dan Yoona berlari menyusuri lorong, berusaha mempercepat langkah kaki mereka ketika mendengar suara langkah kaki beberapa orang yang berada jauh di belakang. Para anak buah Jung Woo pasti sedang berusaha mencari mereka. Jonghyun sengaja menghindari naik lift dan lebih memilih menuruni tangga darurat agar lebih cepat sampai ke bawah.

Merasa jarak para penjahat itu sebentar lagi akan semakin dekat, Jonghyun menarik tangan Yoona dan bersembunyi dibalik tembok ketika mereka berbelok di tikungan lorong untuk mengecoh para penjahat itu.

Jonghyun merapatkan tubuhnya ke tembok dan melirik ke arah Yoona. Gadis itu tampak tersengal-sengal, napasnya memburu. Raut ketakutan masih tampak jelas di wajahnya. Tapi ini barulah awal. Perjalanan mereka masih sangatlah panjang.

“Yoona-ya, gwaenchanha?” Jonghyun menyentuh pipi Yoona. Memastikan tidak ada bagian tubuh gadis itu yang terluka.

Yoona mengangguk, “Gwaenchanha.”

“Aku tahu kau disitu, Jonghyun-ssi.” tiba-tiba terdengar suara Jung Woo. Baik Jonghyun maupun Yoona sama-sama tercekat. Didengar dari suaranya, pria itu pasti sedang berdiri tidak jauh dari posisi mereka, hanya saja mereka terhalang oleh tembok.

“Oh ya, satu lagi, kau juga, nona Im Yoona.” lanjut Jung Woo.

“Ba…bagaimana dia bisa tahu namaku?” bisik Yoona panik.

Jonghyun menghela napas. Ia bingung harus menjelaskannya dari mana. Ceritanya cukup panjang dan ia tidak punya cukup banyak waktu untuk mengatakannya.

“Karena kaulah yang sebenarnya diincar…” kata Jonghyun akhirnya. Rasanya sangat berat baginya untuk mengatakan hal ini.

“A…aku?!” Yoona terbelalak, “Memangnya apa yang kulakukan sampai harus menjadi incaran penjahat?!”

“Kau tidak akan percaya jika aku mengatakannya.”

“Katakan padaku, Jonghyun!”

Jonghyun menatap Yoona lekat-lekat. Gadis itu terlihat sangat serius untuk mendengar penjelasannnya. Sebenarnya ia tidak tega mengatakannya, tapi sebagai korban, Yoona berhak untuk mengetahuinya.

Jonghyun menghela napas berat, “Baiklah… Tapi kau harus harus berjanji untuk tidak terkejut. Tahan semua emosimu.”

Yoona mengangguk mantap.

“Mereka adalah anggota geng mafia. Mungkin kau tidak tahu karena kalian tinggal terpisah, sebenarnya ayahmu adalah mantan mafia. Mereka mencarimu untuk membunuhmu karena ayahmu telah berkhianat. Beberapa waktu yang lalu mereka berhasil membunuh Yoonji, adikmu, di rumah keluargamu di Detroit.” jelas Jonghyun.

Yoona menelan ludah. Ia benar-benar tidak menyangka tentang kebenaran keluarganya yang sebenarnya. Terbayang di benaknya kejadian seminggu yang lalu ketika ayahnya memberi kabar bahwa Yoonji telah meninggal.

Jadi, ayahku adalah… mantan anggota mafia?! Tapi… kenapa selama ini aku tidak tahu?!”

“Bagaimana kau bisa tahu tentang adikku? Dan… bagaimana kau bisa mengenal mereka?”

Jonghyun tidak langsung menjawab. Ia tahu, cepat atau lambat pertanyaan seperti ini pasti akan muncul. Namun ia merasa belum siap untuk memberitahu Yoona siapa dirinya yang sebenarnya.

“Yah, bukankah sudah kukatakan kalau pertemuan kita itu bukan suatu kebetulan?”

“Maksudmu?”

Belum sempat Jonghyun membuka mulut, Jung Woo sudah kembali berujar, “Kasihan sekali kau, nona Im. Kau harus jatuh cinta pada orang yang salah. Nasibmu berada di ujung tanduk sekarang. Jonghyun, orang yang berada disampingmu itu sebenarnya adalah anggota geng mafia yang kusiapkan untuk membunuhmu!”

Yoona terbelalak. Cepat-cepat ia menoleh ke arah Jonghyun. Anggota geng mafia? Pembunuh? Benarkah itu sosok Jonghyun yang sebenarnya? Jadi selama ini, Jonghyun hanya berpura-pura mendekatinya untuk memancingnya dan kemudian membunuhnya?

Yoona menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kaku. Pandangannya nanar.

“Tidak mungkin…”

“Yoona-ah, dengarkan aku…”

“PLAKKK!” sebuah tamparan mendarat pipi Jonghyun. Tidak terlalu sakit sebenarnya, karena tenaga gadis itu yang tidak begitu besar, tapi rasanya sangat menohok.

“Siapa kau sebenarnya, hah?! Jadi kau hanya mempermainkanku untuk membunuhku?! Orang macam apa kau ini?!?!” hardik Yoona.

“Bukan seperti itu, Yoona, aku…”

“Apa tujuanmu sebenarnya?! Membunuhku, hah?! Kau bisa membunuhku sekarang! Cepat bunuh aku!” tantang Yoona. Sebutir air mata mulai menetes di pipinya. Diam-diam ia menertawakan kebodohan dirinya karena bisa dengan mudah jatuh hati pada pria itu.

“Cepat bunuh aku, brengsek!!”

Sementara itu, Jung Woo yang hanya bisa mendengar teriakan Yoona dari balik tembok tertawa terbahak-bahak. “Benar-benar gadis yang bodoh,” pikirnya. Setelah mengetahui kebenarannya, ia malah menyuruh Jonghyun untuk membunuhnya. Sama bodohnya dengan Jonghyun yang lebih memilih menuruti perasaannya untuk menyukai gadis itu dan berharap gadis itu mau memaafkannya.

Wae? Bukankah sekarang kau bisa lebih leluasa menjalankan tugasmu itu? Dengan begitu semua langsung beres kan?” Yoona tersenyum sinis ke arah Jonghyun, namun sorot matanya menyiratkan kesedihan.

“Jangan terburu-buru, nona Im. Kau bisa menyerahkan diri padaku dengan baik-baik. Dengan begitu kau tidak perlu mati.” seru Jung Woo.

Yoona yang mendengar itu langsung mendelik tajam pada Jonghyun, “Kalau kau tidak mau membunuhku, baiklah, aku akan menyerahkan diri.” ia lalu berjalan menuju persimpangan lorong, hendak menampakkan dirinya dihadapan Jung Woo.

Jonghyun yang merasa janggal buru-buru mengejar Yoona, “Yoona, awas!”

“DORRR!!” terdengar suara tembakan. Rupanya dugaan Jonghyun benar. Jung Woo hanya memancing Yoona agar keluar dan bermaksud menembaknya begitu ia muncul. Beruntung dengan sigap ia memeluk gadis itu dan menjatuhkan badan mereka ke lantai saat peluru tersebut ditembakkan.

“Ada ribut-ribut apa ini?!” tiba-tiba beberapa petugas keamanan datang. Mereka pasti terkejut setelah mendengar suara tembakan tadi.

“Sial!” geram Jung Woo.

“Yoona-ya, gwaenchanha?” tanya Jonghyun panik.

Yoona tidak menjawab. Ia mendorong tubuh Jonghyun menjauh dan segera berlari menuju tangga darurat. Cepat-cepat Jonghyun bangkit dan mengejarnya.

“Yoona-ya, dengarkan aku! Aku akan menjelaskan semuanya!”

“Pergi!”

“Yoona-ya, tunggu!”

“Kubilang pergi!!”

“Dengar, memang benar aku anggota geng mafia itu dan bertugas membunuhmu. Tapi itu dulu, sebelum aku bertemu denganmu. Sekarang semuanya sudah berubah.” Jonghyun menarik tangan Yoona sehingga langkah kaki gadis itu terhenti, kemudian membalikkan tubuh gadis itu ke arahnya dan memeluknya.

“Lepaskan!” Yoona meronta melepaskan dirinya dari pelukan Jonghyun, tapi pria itu jauh lebih kuat menahannya.

“Tentang perasaanku padamu, Yoona-ya, aku tidak main-main.” Jonghyun mengeratkan pelukannya, “Aku menolak tugas itu dan kembali untuk melindungimu. Mereka akan membunuhmu, cepat atau lambat. Dan aku harus secepatnya menjauhkanmu dari mereka. Kau harus percaya padaku.”

“Bagaimana aku bisa mempercayai pembunuh sepertimu?!”

“Terserah kau mau memanggilku apa. Yang jelas aku tidak akan membiarkanmu mati di tangan mereka.” Jonghyun melepaskan pelukannya dan menarik tangan Yoona tanpa sedikitpun memberikan kesempatan gadis itu untuk menolak, “Sekarang ikut aku.”

 

***

 

Jonghyun dan Yoona terus berlari menyusuri jalanan yang sepi. Mereka merasa cukup beruntung karena tadi tiba-tiba saja petugas keamanan datang dan menahan Jung Woo beserta anak buahnya sehingga bisa sedikit menjauhkan jarak diantara mereka.

“Hosh…! Hosh…!” terdengar suara napas Yoona yang tersengal-sengal. Maklum saja, mereka sudah berlari entah berapa kilometer jauhnya dan belum juga beristirahat untuk sekedar mengatur napas. Yoona memaksakan dirinya untuk terus berlari, namun sekarang ia sudah tidak kuat lagi. Naik kendaraan umum pun percuma. Karena sudah larut malam, jumlah kendaraan umum yang lewat sudah mulai berkurang. Yang ada di pikiran mereka sekarang hanyalah bagaimana caranya menghindar sejauh mungkin dari pria-pria itu.

Sadar bahwa gadis itu tidak lagi berlari dibelakangnya, Jonghyun pun menghentikan langkahnya dan berbalik. Ia mendapati gadis itu sedang menunduk sambil menumpukan kedua tangannya di atas lutut dengan napas terputus-putus.

“Apa kau sudah tidak sanggup berlari lagi?” tanya Jonghyun. Sorot matanya terlihat panik.

Yoona tidak langsung menjawab. Ia masih sibuk mengatur napasnya dan menelan ludah. Tenggorokannya terasa sangat kering, “Pergilah duluan.”

“Mana mungkin aku melakukannya?” Jonghyun kemudian berlutut membelakangi gadis itu dan menunjuk punggungnya, “Naiklah.”

Shireo, kau pergi saja.”

“Jangan membantahku, Yoona-ya.”

“Dan kenapa aku harus menurutimu?”

Jonghyun kembali berdiri dan menatap gadis itu lurus, “Kau masih marah padaku?”

“Apa menurutmu aku bisa begitu saja memaafkanmu? Setelah kebohongan dan kepura-puraan yang telah kau lakukan?”

Jonghyun mendecak. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk meyakinkan gadis itu kalau ia bersungguh-sungguh. Apa ciuman tadi tidak bisa menjelaskan semuanya?

Tiba-tiba mata Jonghyun menangkap siluet seorang pria jauh dibelakang Yoona. Ia menyipitkan matanya untuk memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. Dan benar, pria itu sedang mengacungkan pistol ke arah mereka, tepatnya ke arah gadis itu.

“Awas!!” Jonghyun menarik tubuh Yoona dan menjatuhkannya ke aspal bersama dirinya sebelum gadis itu terkena peluru yang baru saja ditembakkan pria tidak dikenal itu. Meskipun ia tidak bisa melihatnya karena gelap, tapi pastilah pria itu adalah salah satu anak buah Jung Woo.

Jonghyun merasakan sakit dan panas di lengan kirinya. Dengan refleks ia pun memegangi lengan itu. Pasti peluru tadi berhasil menembus lengannya. Dapat ia rasakan darah mengalir deras dari tempat peluru itu bersarang. Rasanya benar-benar sakit. Namun sebisa mungkin ia menahan dirinya. Masih ada hal yang lebih penting yang harus ia pikirkan.

“Gawat! Mereka semakin dekat!” batin Jonghyun, berusaha mengabaikan rasa sakit itu. Ia lalu menoleh ke arah Yoona, “Kau masih sanggup berlari?”

Yoona mengangguk samar. Cepat-cepat Jonghyun membantu gadis itu berdiri dan menarik tangannya. Mereka pun kembali berlari menyusuri trotoar yang sepi. Sesekali Jonghyun memegangi lengannya yang tertembak. Larinya menjadi sedikit tidak stabil. Membuat Yoona yang sedari tadi memperhatikannya merasa curiga.

Mata Yoona membulat melihat noda darah yang merembes di jaket Jonghyun. Ia segera menahan bahu pria itu, “Jonghyun-ah, lenganmu berdarah!”

Jonghyun menoleh sekilas, “Gwaenchanha. Tanpa sengaja aku terkena tembakan tadi. Bukan luka serius.”

“Bukan luka serius?! Ya! Sebenarnya apa yang kau pikirkan?!”

“Keselamatanmu lebih penting, Yoona-ya! Ayo cepat!” Jonghyun kembali menarik tangan gadis itu agar mempercepat langkahnya. Ia tidak ingin memulai pertengkaran di saat genting seperti ini.

Tidak lama kemudian, sampailah mereka di daerah pertokoan. Yoona tidak tahu kemana Jonghyun akan membawanya karena mereka hanya melangkah ke sembarang arah, asalkan tidak sampai bertemu dengan para penjahat itu. Kecepatan berlari mereka sedikit terhambat oleh orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar daerah itu, namun cukup menguntungkan karena para penjahat itu akan sedikit sulit menemukan mereka yang membaur diantara orang-orang lain.

Ketika hampir mencapai sebuah minimarket, tiba-tiba saja Jonghyun melihat sebuah motor sport berwarna merah yang baru saja parkir didepannya. Terbersit ide di otaknya untuk memanfaatkan motor itu. Cepat-cepat ia melangkahkan kakinya menuju minimarket itu.

“Pakai ini!” Jonghyun menyambar sebuah helm dan memberikannya pada Yoona, “Kita pakai motor ini saja.”

“Yoona?” ketika Yoona hendak memakai helm tersebut, tiba-tiba saja Soojung sudah berdiri disampingnya. Disebelahnya berdiri Minhyuk yang tampak terkejut karena helm miliknya tiba-tiba diambil begitu saja. Jika Soojung tidak mengenali bahwa gadis itu adalah Yoona, mereka pasti sudah dikira pencuri.

“Minhyuk-ssi, kami pinjam motormu dulu! Mianhae, ini keadaan darurat!” jelas Yoona sambil buru-buru memakai helm yang diberikan Jonghyun, “Bisa kau berikan kuncinya?”

Wae geurae?” tanya Soojung bingung. Ia lalu melirik ke arah pria yang berada disamping Yoona. Dahinya mengernyit, “Jonghyun-ssi?”

Jonghyun hanya tersenyum samar dan mengedikkan kepalanya, “Bangabseumnida.” Ia lalu segera naik ke atas motor dan men-staternya setelah menerima kunci yang dilemparkan Minhyuk.

“Se…sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Minhyuk.

“Ceritanya sangat panjang. Tenang saja, pasti kami kembalikan. Gomawo, Minhyuk-ssi!” Yoona cepat-cepat naik ke atas motor. Setelah gadis itu duduk, Jonghyun pun segera melesatkan motor itu, meninggalkan Soojung dan Minhyuk yang masih berdiri terpaku di tempatnya dengan perasaan bingung.

“Bukankah kau bilang pria yang bernama Jonghyun itu sudah pergi meninggalkan Yoona? Kenapa tiba-tiba dia muncul?” tanya Minhyuk tidak mengerti. Ia sudah mengikhlaskan motornya dibawa pergi oleh kedua orang itu.

Soojung hanya bisa mengedikkan bahu dan menghela napas pendek, “Her life is so complicated, isn’t it?”

 

***

 

“Jonghyun-ah, apakah terasa sakit?” tanya Yoona cemas setelah melihat dengan jelas luka akibat tembusan peluru di lengan kiri Jonghyun. Lengan jaket itu sudah robek dan kainnya berwarna merah kehitaman akibat rembesan darah yang terus mengalir. Kalau dibiarkan seperti ini terus, ia takut pria itu akan pingsan karena kehabisan darah.

“Tidak seberapa. Jangan dipikirkan.” Jawab Jonghyun sambil tetap fokus menyetir.

Yoona segera merogoh saku mantel dan celananya, berharap menemukan selembar saputangan yang mungkin pernah diselipkannya dan lupa dikeluarkan tempo hari. Tidak mungkin pria itu merasa baik-baik saja. Ia dapat merasakan perbedaan kondisi fisik Jonghyun setelah tertembak peluru itu.

Akhirnya Yoona menemukan sebuah saputangan yang terselip di salah satu saku mantelnya. Ia lalu melebarkannya, melipatnya menjadi bentuk segitiga, melingkarkannya ke lengan kiri Jonghyun, kemudian mengikatnya dengan kencang. Sedikit sulit karena laju motor yang kencang dan angin yang menerpa membuat sapu tangan yang ringan itu hampir terlepas dari tangannya.

“Nah, sudah selesai.” Ujar Yoona sedikit lega. Dengan mengikatkan sapu tangan itu kuat-kuat, ia berharap aliran darahnya bisa sedikit ditekan.

Gomawo.” Sahut Jonghyun setelah melirik lilitan sapu tangan di bagian kiri lengannya.

Yoona hanya bisa menunduk. Jujur, ia merasa bersalah karena sudah membentak Jonghyun dan berprasangka buruk pada pria itu. Rupanya Jonghyun sangat bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Dia bahkan sampai harus tertembak demi melindunginya. Berkat itu Yoona menjadi yakin bahwa Jonghyun tidak lagi bermaksud untuk membunuhnya.

“Jonghyun-ah…”

DORR!!!” tiba-tiba kembali terdengar suara tembakan.

“Jonghyun-ah, knalpotnya!” pekik Yoona. Saat tembakan tadi, ia merasa sesuatu membentur knalpot yang berada di bawah kakinya dengan keras. Setelah dilihat, ternyata di bagian samping knalpot itu ada bekas tembakan.

Jonghyun melirik ke kaca spion. Tampak sebuah sedan hitam melaju dengan kecepatan tinggi dibelakang mereka. Dari kaca bagian belakang menyembul kepala seseorang yang sedang mengacungkan senapan ke arah motor yang dikendarainya. Orang itu tampak akan menembakkan peluru kedua setelah peluru pertama tadi meleset. Jonghyun segera menambah laju motornya dan membelokkan motornya ketika orang itu menembakkan senapannya.

“Yoona-ya, pegangan yang erat!” seru Jonghyun sambil menarik tangan Yoona melewati pinggangnya. Yoona mengangguk.

Jonghyun melajukan motor sport merah itu dengan kecepatan tinggi. Sesekali Yoona menengok ke belakang, sekadar untuk memastikan jarak diantara motor yang dinaikinya dengan mobil para penjahat itu. Ia bergidik ngeri saat melihat salah satu dari para penjahat itu masih mengacungkan senapan ke arahnya.

“Apa kau sudah punya tempat tujuan?” tanya Yoona sedikit panik.

Jonghyun menolehkan kepalanya sekilas, kemudian kembali fokus menyetir.

Seoul Station.”

(To be continued)

____________________________

Halo! Maaf aku baru ngepost lagi. Makasih buat comment reader semua di chapter-chapter sebelumnya maupun di FF-ku yang lain, maklumi saja kalo aku ngepost lama banget *bow*

Buat yang nungguin ‘Pandora’, mohon maaf sebesar-sebesarnya karena kayaknya aku belom bisa lanjutin dalam waktu dekat ini. Aku lagi kena writer’s block dan pikiran yang bercabang-cabang bikin tambah ga punya waktu buat nulis. Sekali lagi maaf…

Mungkin genre action-nya baru mulai kerasa dari chapter ini, karena chapter selanjutnya akan lebih terasa….. melelahkan. Hahaha… And you know what? Aku cukup suka nulis adegan berantem-beranteman kayak gitu. Tiap adegannya mengalir gitu aja di otak, jadi lebih gampang menuangkannya kedalam bentuk tulisan. And yes, the next chapter will be the last chapter of this story, so please look forward to it 🙂

Oke, sampai ketemu di chapter selanjutnya 😀

 

24 thoughts on “I Found You [Chapter 5]

  1. sukaaaaa~~~
    baru aja aku mau bilang kalo aku kangen banget sama pandora, ternyata lagi kena WB cerita itu 😦

    looking forward to the last chap 🙂

  2. WOW!! keren banget kamu Chingu..adegan laga ny bener2 masuk di otak dan berasa real bnget,waaah..dari tadi aku ga bisa santai baca ny,ikutan tegang..keren sangat.
    Bener kan Jonghyun pergi sebenerny buat ngelindungi Yoona..hoho..
    Haduuuh gatau deh mau koment apa lagi,chapter ini bener2 DAEBAAAK,,!

  3. Aduh jonghyun so sweet sekali ya. Mafia tobat hihi.
    Love it as usual. Suka ama adegan berantemnya. Last part? Aku tunggu yaaa reee 😉

  4. aaaaaa tinggal 1 part lagi ya
    aduuuuh cinta bs mengubah seorang mafia jd tobat ya hihi.
    ternyata ayah yoona mafia jg aduh.
    part terakhir smoga happy ending
    jonghyun yoona keluar negri hidup bahagia slamanya hihi *ngatur* mian
    ditunggu lanjutannya author keceeeh

  5. Akhirnya ff nya terbit juga setelah lama nunggu… hampir lupa ceritanya, terpaksa review sedikit… hehehe… tambah seru ceritanya Deerburning so sweet….

  6. aaaaaaah ini cerita yang ditunggu2! ayo lanjutkan lagi thor:p selamatkan yoona dan jonghyun!
    ah, aku nunggu pandora:(

    • hai! makasih udah baca 🙂
      aduh, maaf ya… kalo boleh jujur nih, sebenernya waktu itu udah sempet aku post, tapi trus aku baru ngeh kalo selama FF competition masih berlangsung, FF lain jangan dipublish dulu, jadi aku re-scheduled deh.
      tapi aku udah post di satu tempat lagi kok. kalo mau di-cek boleh 🙂

      I Found You [Chapter 6 – End]

Leave a reply to nafisa Cancel reply