Lost Star (Part 3)

Kang Minhyuk,Jung Soojung;Chaptered;Angst.

Aku akan pulang ke California dalam minggu ini, tapi sebelum hari kepulanganku tiba aku ingin melakukan banyak hal bersama keluargaku.

Hari ini ibu Minhyuk keluar dari rumah sakit dan Sooyeon memberitahuku bahwa kami akan ke sana untuk menjemputnya. Dia ada di undakan depan, tengah mengikat tali sepatu botnya, anak perempuan dan suaminya sudah menunggu di dalam mobil.

“Aku mengerti dia tidak akur dengan ayahnya, tapi ini kan ibunya, seharusnya dia ada di sana dan menjemputnya pulang,” dia menggerutu ketika kami semua masuk ke dalam mobil. “Lama-lama aku juga kesal padanya, kekanakan sekali.”

Suaminya hanya mengusap-usap lengannya. Aku tidak memberikan tanggapan apa pun, mobil meluncur perlahan. Salju masih terlihat memenuhi jalanan, tapi tidak sebanyak di bulan Desember.

Kami tiba di rumah sakit dan Sohee melompat turun dari mobil, mengetuk-ngetukkan sepatunya di undakan rumah sakit agar saljunya tidak menempel. Kami berjalan menuju ruangan ibu Minhyuk dan menemukan lelaki itu di sana. Mengemasi barang-barang ibunya, sedangkan ayahnya berbincang-bincang dengan ibunya. Kuharap kakakku senang melihat semua ini.

“Minhyuk!” Sohee melompat ke pelukannya dan Minhyuk mengayunkannya di udara. Aku tidak tahu dia seakrab itu dengan keponakanku.

“Kupikir aku tidak akan melihat batang hidungmu lagi,” Sooyen berkata kepada Minhyuk dan suaminya merasa tidak enak. “Hussh,” katanya kepada Sooyeon.

Setelah semua barang dikemas, kami menuju parkiran mobil. Minhyuk mengantar pulang kedua orang tuanya dan keluargaku mengekor dari belakang. Ibu bilang kami akan tinggal di rumah Minhyuk sebentar untuk memasak dan mengobrol bersama.

Ketika tiba di rumahnya semua orang mulai meributkan apa yang akan mereka masak tapi tidak ada bahan makanan yang cukup di rumahnya, karena tidak ada yang mengurus perbelanjaan di rumah itu selama ibunya di rumah sakit. Semua orang setuju kami harus pergi berbelanja dan yang mereka maksud dengan kami adalah aku dan Minhyuk.

“Tidak masalah,” kataku agak gugup. Setelah malam tahun baru kupikir aku akan bersikap seperti seorang teman pada Minhyuk. Seperti mengobrol dengannya tanpa canggung, bercanda atau apa pun itu yang dilakukan tanpa pikir panjang, tapi tidak begitu kenyataannya. Keadaan tidak semudah itu. Namun untung saja Sohee merengek ingin ikut, jadi kami pergi bertiga.

Kami berjalan menyusuri super market dengan mendorong troli, Sohee berada di antara kami, “Menyenangkan juga ya kegiatan seperti ini,” Minhyuk berkata.

“Kami biasanya melakukan ini seminggu sekali, ya kan Soojung?” Sohee mendongak dan aku berkata ya.

“Kalian pergi bersama ibu dan ayahmu?” tanya Minhyuk dan Sohee menggeleng dengan cepat tanpa bisa kucegah, “Tidak, hanya aku, Soojung dan Ron.”

“Ehmmm….” Minhyuk berdeham, dan aku bisa melihat ekspresi jahil di wajahnya. “Ternyata kau dan pacarmu sudah sedekat itu ya. Maksudku hingga ke tahap mengenal dan akrab dengan keluarga.” Aku mengangkat bahu, bersikap seolah-olah tidak peduli.

Kami memasukkan sayuran dan buah ke dalam troli dan Sohee kembali bicara, “Kalau pergi belanja dengan Soojung, orang-orang di sana akan mengira aku adalah putrinya. Mereka bilang wajah kami mirip.”

“Hm…” Minhyuk mengusap-usap dagunya sendiri, seolah berpikir dan kemudian melirik wajahku dan wajah Sohee bergantian, “Betul juga. Kalian seperti ibu dan anak. Nah, apa orang di sana juga mengira pacarnya Soojung itu ayahmu?”

“Oh Minhyuk, bisakah kau tutup mulut dan tidak meladeni keponakanku?” tiba-tiba aku gelagapan. Aku merasa wajahku panas, aku malu.

“Tidak. Semua orang tahu Ron bukan keluarga kami.”

“Jadi…” Minhyuk mulai melirikku dengan jahil, “jika orang-orang itu melihat aku mungkin mereka akan pikir aku ayahmu. Yah… bisa jadi mereka mengira kau anak kami berdua, ya kan Soojung?”

“Ha ha ha. Kau sungguh tidak lucu,” aku berjalan menjauhi mereka berdua dan merasakan jantungku berdebar kencang.

Kami kembali ke rumah Minhyuk dan semua orang mulai sibuk di dapur. Ibu Minhyuk terlihat sangat senang dengan keberadaan anaknya di sini, tapi Minhyuk mengatakan bahwa dia harus pergi karena ada yang akan dia lakukan. Mau tidak mau semua orang membiarkannya pergi. aku mengantarnya ke depan rumahnya.

“Seharusnya kau tinggal lebih lama di sini.”

“Kenapa, kau rindu padaku?” dia tersenyum hingga matanya hilang.

“Wah… aku tidak punya perasaan sejenis itu padamu. Tapi kurasa ibumu sangat merindukanmu,” aku memberitahunya.

“Aku akan pulang secepat yang aku bisa,” dan aku bersyukur mendengarnya. Kemudian dia mengatakan bahwa sebenarnya dia juga tidak ingin pergi karena tinggal di dalam bersama kami semua terasa menyenangkan baginya, tapi dia harus ke perusahaan dan bertemu CEO, dan membicarakan tentang konser yang akan mereka lakukan dalam waktu dekat ini.

“Semoga lancar,” kataku ketika dia sudah melangkah pergi. Dia sudah agak jauh ketika berbalik lagi ke arahku dengan langkah kecil, “Kenapa?” aku bertanya.

“Sini, pinjam ponselmu,” dan aku memberikan ponselku padanya. “Nih,” katanya setelah mengembalikan benda itu padaku, “itu nomorku, jika ada apa-apa telepon saja aku.”

“Oh…” aku tidak tahu harus berkata apa.

“Sampai jumpa lagi,” dia berkata dan kali ini benar-benar pergi tanpa berbalik ke arahku lagi.

“Apa kau tahu di mana si bodoh itu bersembunyi?” Sooyeon datang ke kamarku di suatu sore, tangannya dia lipat di depan dada.

“Siapa?” tapi kemudian aku tahu siapa maksudnya, “Minhyuk? Tidak, aku tidak tahu. Kupikir dia ada di rumahnya bersama ibu dan ayahnya. Dia bilang dia akan kembali ke sana secepatnya, itu yang dia katakana padaku.”

“Ah… tapi nyatanya dia tidak pulang selama dua hari. Dasar tolol, makin hari makin menyusahkan saja. Bisakah kau ke rumah orangtuanya, mereka bilang ingin membicarakan sesuatu padamu.”

“Oh… kurasa aku bisa.”

Aku ke rumah orangtua Minhyuk keesokan paginya dan mereka berdua menyambutku dengan sangat ramah. Kami minum teh di teras depan dan makan biskuit. Kami membicarakan keluargaku dan pekerjaanku, tapi aku tahu itu semua bukan inti mengapa mereka ingin aku datang.

Ibunya berdeham sebelum berkata kepadaku, “Kau tahu di mana Minhyuk berada?”

“Maaf, aku tidak tahu.”

“Kupikir dia memberitahumu. Andai saja kau tahu dia di mana,” aku bisa melihat raut sedih di wajah ibunya dan ayahnya mengulurkan lengan di sekeliling bahu ibunya.

Malamnya ketika aku di rumah aku menemui Sooyeon dan menanyakan kepadanya di mana kira-kira Minhyuk berada.

“Kenapa kau ingin mencarinya?”

“Aku tidak tega melihat orangtuanya, mereka ingin anaknya ada di sana.”

“Kurasa Ibu tahu di mana band mereka tinggal. Kau yakin akan ke sana?”

Mulanya aku ragu, tapi setelah mengingat kembali paras ibu Minhyuk pagi tadi membuatku yakin, “Tentu saja,” kataku.

Lelaki itu kurus dan tinggi, kurasa dia juga berprofesi sebagai seorang model.

“Ada perlu apa?” tanyanya agak dingin setelah membuka pintu apartemennya dan bertatapan denganku.

“Hai, maaf mengganggumu. Aku bukan fan yang mencoba menerobos masuk, aku ke sini untuk bertemu seseorang, dia anggota kalian juga.”

“Minhyuk?”

“Ya,” jawabku. “Dan… oh, aku lupa mengenalkan diri, namaku..-”

“Soojung,” potongnya cepat, “kau pasti Jung Soojung itu kan?”

Aku mengangguk dengan bingung, dia mempersilakan masuk. Apartemen mereka agak berantakan, aku duduk di sofa dan dia bilang tidak bisa menghidangkan minuman atau cemilan apa pun karena mereka belum mengisi dapur bulan ini.

“Tidak apa-apa,” kataku sopan dan dia mulai memperkenalkan dirinya padaku, namanya Jungshin dan dia adalah yang termuda di band dan dia mengatakan bahwa kedua orang hyung-nya yang jorok masih tidur pulas di kamar mereka. Aku hanya tersenyum.

“Jadi… ada apa?” tanyanya mulai serius.

“Aku harus bertemu dengan Minhyuk. Orangtuanya ingin dia pulang ke rumah.”

“Jangan berlebihan begitu, dia pasti akan pulang nanti.”

“Tapi tidak bisakah mereka bertemu anaknya besok atau lusa atau dalam waktu dekat ini?”

“Dengar ya Soojung,” dia menggaruk pelan kepalanya dan aku merasa agak aneh setiap kali dia menyebut namaku, “dia tidak pergi ke mana pun, dia tidak sedang melarikan diri. Dia hanya sedang… apa ya istilahnya, mungkin mencari ketenangan atau inspirasi atau bersemedi sebelum kami tampil di konser.”

“Oh,” aku merasa agak malu.

“Jadi jangan khawatir. Oke?”

“Oke. Kapan konser itu akan dilangsungkan?”

“akhir minggu ini.”

Aku bukanlah orang yang banyak bicara, dan aku tidak tahu siapa yang menyuruhku untuk mengatakannya, tapi lidahku bagai meloncat keluar dan memuncratkan kata-kata, “Tapi aku akan pulang akhir minggu ini juga.”

“Apa hubungannya?” dia menaikkan satu alisnya dan aku merasa begitu bodoh.

“Tidak ada. Terima kasih atas waktumu, aku akan pulang sekarang.” Dia mengantarku hingga pintu dan kami berpamitan dengan sopan. Aku duduk di dalam taksi dan merasa tidak keruan. Aku merasa kosong. Hampa sekali, entah apa penyebabnya.

Aku menelepon Ron dan mengatakan akan pulang akhir minggu ini. Dia akan menjemputku di bandara dan aku berterima kasih.

Sampai jumpa di sana, kataku dan dia bilang aku mencintaimu. Aku hanya tersenyum, namun sayang dia tidak bisa melihat senyuman bodohku yang murung.

Hari kepulanganku semakin dekat dan aku sudah mengepak barang-barangku. Seseorang meneleponku dan aku masih mengenal suara itu. Kami berjanji akan bertemu di sebuah kafe sore itu, dan aku memanggil taksi untuk membawaku ke sana.

Jungshin menyodorkan sebuah carikan kertas padaku, “Dia ada di sana setiap kali ingin menyendiri.”

“Terima kasih,” balasku.

“Entahlah, apa yang akan dia katakana padaku setelah ini. Dia hanya memberitahukan tempat itu padaku, bahkan tidak kepada dua hyung kami. Tapi nanti kau akan ada di sana, mengetuk pintunya dan mungkin dia akan meneleponku dan mengatakan bahwa aku adalah babi kurus pengkhianat.”

“Dia tidak akan memarahimu, percayalah,” kataku berusaha menenangkannya. Aku menyeruput minumanku, kemudian kembali berkata, “Kenapa kau mau repot-repot memberitahuku di mana di berada sekarang?”

Dia tampak berpikir sebentar, lalu mulai bicara, “Ingat ketika kita pertama kali bertemu di depan pintu apartemen kami?” aku mengangguk dan dia melanjutkan, “Aku sudah tahu namamu kan? Apa kau tidak kaget?”

“Ah…” aku mulai memikirkannya. Bagaimana dia bisa tahu namaku, kemudian bersikap baik padaku seperti hari ini. “Bicaralah,” pintaku.

“Aku sudah mengenal Minhyuk sejak lama, bahkan ketika kami masih seorang Trainee. Kami selalu berdua dan dia tidak banyak bicara. Dia hanya mendengarkan aku dan kadang tersenyum, jika aku sedang tidak ada dia lebih memilih menyendiri. Lalu dia mengatakan padaku bahwa dia merasa agak tertekan, kau tahu kan… dia dan ayahnya itu bagaimana.

“Kemudian kami debut, kami mulai membiasakan diri dengan kehidupan dunia hiburan dan sering keluar. Aku melihat perubahan pada Minhyuk, dia tampak lebih bahagia. Dan dua tahun setelah debut dia mulai berkencan dengan banyak gadis. Aku tidak tahu ini mengejutkanmu atau tidak, tapi gadis-gadis yang dia kencani semua mirip denganmu. Walau tidak seratus persen mirip tapi aku bisa melihatnya bahwa gadis-gadis itu punya rupa yang hampir sepertimu.”

Dia berhenti, menatap sekeliling kafe. Aku bisa mendengar suara jantungku meninju-ninju dadaku. Kadang kita sulit untuk percaya dengan sesuatu yang kita dengar.

“Pernah ketika dia mabuk dulu, dia memberitahukan padaku bahwa dia sudah lelah mencari seseorang seperti Soojung. Aku bertanya apa maksudnya dan dia menjelaskan bahwa dia telah menemukan wajah-wajah yang hampir mirip denganmu tapi tidak punya sifat sepertimu. Kemudian aku paham. Kau mungkin sangat berarti baginya. Akhir-akhir ini dia menjadi tidak menentu, kadang dia kulihat bahagia dan tersenyum sendiri saat bercukur dan kadang dia pulang dengan wajah murung dan tidak ingin diganggu. Lalu kau datang ke apartemen dan aku mulai berpikir bahwa mungkin saja itu semua terjadi karenamu.”

“Kau mungkin saja salah. Aku dan Minhyuk tidak punya hubungan apa-apa. Hanya teman sekolah selama satu tahun di Amerika. Tapi itu pun sudah lama sekali.”

“Terserah apa yang akan kau katakana. Kau sendiri tahu kebenarannya. Bahkan, Soojung, aku bisa melihat sesuatu saat kau mengatakan dengan sedih kau akan pulang akhir minggu ini,” dia berkata seolah ingin menamparku, kemudian melanjutkan, “Aneh juga kan melihat tingkah laku manusia. Ketika pada akhirnya takdir memberikan kesempatan, mereka malah ingin membuangnya jauh dan bersikap seolah-olah mereka tidak menginginkannya sama sekali.”

…to be continued

14 thoughts on “Lost Star (Part 3)

  1. Hai kak! Eheheh, mungkin agak sok akrab, tapi aku lahir yah 03 line. Lama banget nunggu fanfic ini, nyaris tiap hari bolak-balik kesini cuman mau liat apa udah ada chap baru. Dan entah kenapa si minhyuk jadi agak ganjen di chap ini dan saya gak mau nuntut untuk post fanfic yg lebih panjang, karena mungkin kak author ini sibuk, heheh 😀

    Tapi yah cukup seneng juga liat fanfic ini ada chap terbarunya. Fighting buat chap selanjutnya 🙂

  2. aaaaaaa makasih eonn udah d next !! i’m so happy *cengir kuda.
    noh kan, minhyuk ny sbnr ny suka kan ama soojung *yesss coment aku d chap sblm ny nyenggol chap ini.. 😀
    kata-kata ny bagus mirip novel terjemahan.. hhe
    married dong minhyuk soojung ny.. lol
    next chap baper abis nih nguak kbnaran minhyuk sm kisah cinta mereka.wkwkwkwk

  3. Kyaaaaak ini angst tp semoga ga berakhir sedih.
    Nah ini knp minhyuk ga ngungkapin aja perasaannya. Atau cerita apa gitu knp dulu ninggalin soojung tanpa kata perpisahan. Hmmmm
    Mungkin ada kesalah pahaman nih.
    Soojung ma ron bukan cinta deh kayanya hehe. Kasian ron ya

    Suka ma gaya bahasanya.
    Lanjuuuut

    • iya ini angst huuhuu…. semoga aja saya bisa bikin ending yang bagus dan gak mengecewakan ya Shinrin. btw makasih udah baca dan meninggalkan jejak! 🙂

  4. Cukup lama nunggu kelanjutan ini, dan akhirnya lanjut juga 😊. Suka alur ceritanya, tapi rada sedih bacanya, mungkin saya baper haha. Lanjut terus yah 😊

    • maaf ya hanum udah dibikin nunggu lama… semoga part selanjutnya saya gak ngaret lagi yaa. makasih masih setia baca cerita ini 🙂

  5. oh iya ktinggalan, nant pas soojung ketemu minhyuk, minhyuk ny jangan lg bobo ama cwe lain yah…wkwkwkwk *yakali

  6. hali thor~ akgirnya ada yg update juga… kyaaa~ ampunan dah si minhyuk kode bet pas belanja..
    haha..
    ntah lah ini perasaan gw aja atau gimana, kok ngerasa agak terburu2 ya nulisnya? memang begitu kah?
    tp tenang aja feelnya ttp dapet kok.. semangat nulis di trngah kesibukan ya thor.. ^^

  7. Asemmm suka jalann critany
    Biasany w baca ff Harz bs tauu smw muka castny,biar bs gpg bayangin
    Wlaupun w ga bs bayangin muka Ron,ttp bs dpt feelnya

    Mgkn krn Ron toko ga ptg y,(maunya w kek gn)
    Lolll
    Ljtt cus ke chapp 4

  8. annyeong eonni, mian aku baru commentbdi chap ini. soalnya udah lama bgt gak baca gara” nunggu dan akhirnyaantadaaaaaaa ada juga lanjutannya.
    entah yaa eonni, ff yg ini bikin apaa yaa? kayak bner bener bisa dapet gitu feelnya apa karena gaya nulis eonni yaa. tapi sumpah kerenn bgt, bener bener nyaru ff yg pake kata kata baku kyak gini. terus feel sedih nya dpt bgt, entah yaa nyesegg aja pas bacaa ngerasaa diremes remes jadi soojung atau minhyuk.
    eonni pokoknya semagat terus yaaa. HWAITING, ohiyaa ngomong” aku juga 96 line eonni

Guest [untuk kamu yang tidak punya acc *cukup masukkan nama & email**email aman*] | [Bisa juga komen melalui acc Twitter & Facebook]