[[FF EVENT – JONGHYUN’S BIRTHDAY]] DIAMOR

87

Author: mmmpeb

Length: oneshot

Genre: Romance, friendship, AU

Rating: T

Cast: CNBLUE Lee Jonghyun & SNSD Im Yoona

Note: Sebenarnya ff ini udah pernah dipublish dengan main cast si Onew dalam rangka ultah dia di tahun 2011 lalu. Tapi ff nya udah aku hapus. Jadi kalo udah pernah baca, yaaa cerita sama, cuma ada yg aku edit-edit sedikit karena menurutku ada yg aneh hehe xD Happy reading & HAPPY BIRTHDAY LEE JONGHYUN :*

——————————————————————–

 

Dia duduk sendirian di depan sana. Menekuri ponselnya tiada henti sejak kedatangannya setengah jam yang lalu. Teman-teman yang lain masih asik berbicara dengan lawannya masing-masing atau sibuk sendiri tanpa mempedulikan Jonghyun yang sendirian. Termasuk aku. Bukan karena merasa benci seperti teman-teman yang lain rasakan, hanya saja aku akan merasa gugup jika berada di dekatnya.

Jonghyun yang ramah dan selalu bisa membuat orang-orang di sekitarnya tertawa karena kegaringannya kini sudah hilang.

Sudah menginjak hampir dua minggu teman-teman sekelas menjauhinya. Semua berawal ketika Changmin kehilangan ponselnya saat kami semua mengikuti mata pelajaran olah raga. Salahnya sendiri karena meninggalkan barang berharga di laci meja. Kami semuapun sepakat untuk menggeledah tas masing-masing.

Tidak pernah menyangka anak orang kaya seperti Jonghyun ternyata mencuri.

Aku tidak yakin sepenuhnya. Untuk apa Jonghyun mencuri? Ponselnya jauh lebih mahal dari milik Changmin. Dan anehnya, justru Jonghyun tidak mengelak. Yang membuat keyakinan mereka bertambah jika Jonghyunlah si pencurinya saat Suji mendapati Jonghyun dan Yongguk di dalam kelas, detik-detik pelajaran olah raga usai.

Mungkin satu-satunya orang yang masih berbicara dengannya di kelas hanya guru dan aku. Gugup, sih! Namun aku berusaha menyembunyikannya serapat mungkin. Hanya sekedar bicara basa-basi seperti menanyakan pr. Dan setelah berbicara dengannya, teman-teman dekatku selalu saja melarangku berbicara dengannya lagi. Tentu saja aku tidak melakukannya. Mana bisa aku tahan untuk tidak mendengar suaranya?

 

***

Bel istirahat berbunyi. Serempak kami semua menutup buku-buku kami dan memasukkannya ke dalam laci meja kami. Beberapa ada yang mengobrol dan sisanya memilih keluar kelas, entah ke kantin atau mungkin mengunjungi teman mereka di kelas lain.

“Yoona-ya, kau mau ikut kami ke kantin?” ajak Sukki.

“Tidak! Aku mau mengerjakan pr kimia yang belum sempat aku kerjakan! Bisa mati aku kalau Han sonsaeng tahu aku tidak mengerjakannya. Lagi pula aku sudah bawa bekal.”

“Makanya jangan kebanyakan main internet! Ambil buku tulis kimiaku di dalam tas. Mengerjakan sendiri akan memakan waktu lebih lama.”

Kutangkupkan kedua tanganku dan tersenyum padanya. “Gomawo, Sukki-ya!”

Sukki membalas senyumanku dan melesat pergi bersama teman-teman yang lain. Segera kuambil buku miliknya.

Saat aku sedang merogoh tas Sukki, manik mataku tidak sengaja menangkap sosok Jonghyun dengan kedua matanya yang tertutup. Tanganku berhenti mencari-cari buku yang Sukki maksud. Seperti besi yang bertemu magnet, aku memberanikan diri mendekatinya.

Aku dapat melihat seluruh wajahnya. Kepalanya tidak menunduk, tapi matanya terpejam. Bagaimana bisa dia tidur dalam keadaan seperti itu? Setidaknya aku harus bersyukur. Aku bisa melihatnya sedang tertidur seperti ini. Wajahnya tenang. Sungguh tanganku gatal ingin mengusap pipi putihnya yang terlihat lembut. Kalau di kelas ini hanya ada aku dan Jonghyun, mungkin aku akan melakukannya. Hanya sekedar ingin memenuhi rasa penasaranku.

Ya Tuhan! Jantungku berdebar-debar lagi. Rasanya lebih cepat dari sebelum-sebelumnya. Seperti sehabis berlari dengan kencang dan terus memaksakan untuk berlari. Saat berhenti, kau akan merasakan wajahmu memanas dan jantungmu berdebar dengan sangat cepat. Tidak ada bedanya dengan keadaanku sekarang.

“Sudah puas melihatiku, nona Im?”

Bodoh! Ternyata dia tidak tidur!

“A-aku hanya ingin… meminjam buku tulis kimiamu! Aku belum sempat mengerjakannya. Aku pikir kau sudah dan… kalau boleh aku ingin meminjamnya!”

Untung saja aku tidak jadi mengambil buku Sukki. Semoga dia tidak menyadari kegugupanku.

Jonghyun tersenyum padaku. Kedua tangannya masuk ke dalam laci mejanya dan mengeluarkan sebuah buku berwarna hitam.

“Igeo!”

“Gomawo! Aku akan menyalinnya dengan cepat! Oh ya, aku kira kau tidur.”

Jonghyun sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. Sebelah tangannya berdiri tegak di atas meja, menahan kepalanya. Lagi-lagi dia tersenyum manis padaku.

Gawat jika lama-lama berada di dekatnya, bisa-bisa aku meleleh.

Diamor Women!”

Eh? Maksudmu parfumku? Dari mana kau tahu?”

“O! Wangimu menusuk!”

“Oh, mianhae!”

Dengan sedikit tergesa-gesa aku kembali ke mejaku dengan buku Jonghyun digenggamanku. Sial! Wangi parfum baruku ternyata memberi kesan yang buruk.

“Yoona-ya?”

Buru-buru kutolehkan kepalaku ke arah Jonghyun.

“Ne?”

“Aku suka wanginya!” Jonghyun kembali tersenyum, lalu membalikkan tubuhnya membelakangiku.

Aku tarik kata-kataku tadi!!

Diamor Women. Aku bersyukur memilih parfum ini saat membelinya kemarin. Dan semoga dia menyukai hadiah dariku yang akan kuberikan besok di hari ulang tahunnya.

 

 

Sekolah hari ini –akhirnya- berakhir, tapi Wooyoung selaku ketua kelas melarang kami semua untuk keluar sebelum pembagian kelompok dibicarakan. Guru biologi memberikan tugas kelompok yang akan langsung dikumpulkan besok dan beliau mempercayakan kami untuk memilih pasangan kelompok kami masing-masing.

“Maaf aku menyita waktu kalian! Aku hanya ingin memberikan usul mengenai pembagian kelompok. Bagaimana kalau kita undi saja? Jaekyung belum mendapatkan pasangan!” katanya lantang di depan kelas. Suasana mendadak riuh. Yang mereka bicarakan tidak jauh dari Jonghyun karena namja itu juga belum memiliki pasangan.

“Ya, Jaekyung-ah! Kau sekelompok saja dengan orang itu!” kata Eunchae sambil menunjuk Jonghyun seolah menunjuk seorang tersangka dengan kasus yang berat.

“Shireo! Kau saja bagaimana?”

“Aku juga tidak mau!”

Jahat sekali mereka!

Apa yang dirasakan Jonghyun sekarang ini? Dia hanya diam saja, sibuk dengan ponselnya. Tapi aku yakin dia mendengar semuanya. Pasti rasanya sangat sakit.

“Ada yang mau dengannya tidak? Kalau tidak ada yang mau, aku akan mencoba menawar pada Kim sonsaeng untuk membentuk satu kelompok berisi tiga orang.”

Tiga orang? Jumlah murid di kelas kami genap enam belas orang, itu berarti Jonghyun tidak akan mendapatkan kelompok. Ketua kelas macam apa dia? Bukannya memberikan solusi yang tepat, justru dia bertindak secara subjektif. Tidak bisa dibiarkan!

BRAK!

Tidak tahu kenapa aku malah menggebrak mejaku. Semua mata kini tertuju padaku, termasuk Jonghyun.

“Aku saja yang jadi pasangannya kalau tidak ada yang mau!”

Suji yang duduk di depanku spontan melototiku. “Ya! Lalu aku bagaimana?”

“Kau bisa satu kelompok dengan Jaekyung!”

“Kau idiot ya mau sekelompok dengan pencuri itu?”

“DIAM, Bae Suji!”

“Kau membela si pencuri itu? Oh, baiklah! Lebih baik bersama Jaekyung dari pada denganmu yang tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang tidak!”

Aku mulai merasa tatapan mata teman-temanku berubah sinis.

“Oh, ayolah, teman-teman! Jonghyun berhak mendapatkan maaf dari kalian. Semua ini pasti ada alasannya!”

“Alasan apa?” Hyunjong menimpal. “Karena kekuarangan uang? Dengan uang jajannya satu minggu, dia bisa membeli dua jenis ponsel milik Changmin.”

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Yang Hyunjong katakan memang benar. Lalu untuk apa Jonghyun mencuri? Aku juga masih bertanya-tanya soal itu.

“Ya, Jonghyun-ssi! Bicaralah!” perintahku. Namun Jonghyun hanya diam seolah membenarkan apa yang teman-teman kami bilang. Aku bingung dengan sikapnya. Tapi aku yakin sekali dia tidak mencuri.

Kuraih tasku dan berjalan menghampiri Jonghyun.

“Kita pergi saja!” kataku seraya menariknya. Tidak mempedulikan beberapa pasang mata yang masih saja memperhatikanku dan Jonghyun.

 

 

Sudah lima belas menit kami habiskan hanya berdiam diri sejak aku menariknya keluar dari kelas hingga bus melaju. Entahlah, aku juga bingung kenapa membawanya ke halte bus dan menaiki bus yang kebetulan datang disaat kami tiba di halte begitu aja.

Dan sekarang Jonghyun lebih memilih iPodnya ketimbang bicara padaku yang duduk di sampingnya. Bus hari ini cukup sepi dan makin terasa bosan bagiku.

Ngomong-ngomong kenapa dia diam saja, sih? Bus ini membawaku ke arah rumahku. Dia tidak protes sama sekali. Apa rumahnya juga ke arah yang sama?

Sepuluh menit kemudian kami turun. Lebih tepatnya seharusnya hanya aku,  Jonghyun tahu-tahu sudah mengikutiku. Karena tiba-tiba saja hujan turun, kami terpaksa menunggu di halte dan berharap hujan reda dengan cepat.

Hari sudah gelap dan di halte ini hanya ada kami berdua. Jantungku kembali berdebar-debar. Hanya berdua dengannya. Mimpi apa aku semalam?

Aku memilih duduk, begitu pula Jonghyun. Aku menoleh padanya. Matanya menerawang menatap hujan. Tidak. Tatapannya kosong. Seperti sedang memikirkan sesuatu yang membebani pikirannya selama ini.

“Jonghyun-ssi?”

“Hmm?” Jonghyun menoleh padaku.

Astaga! Dia tampan sekali, ya Tuhan!

“Rumahmu di dekat sini?”

Jonghyun menggeleng-geleng. Masih dengan senyuman manisnya. “Rumahku di daerah Gangnam.”

“Gangnam? Kau salah naik bus, Jonghyun-ssi!”

“Aku tahu!”

Sulit ditebak!

Jadi, kenapa dia mau-mau saja aku membawanya naik bus yang tidak searah dengan rumahnya? Saat aku turunpun dia juga ikut turun.

“Jonghyun-ssi?”

“Ne?”

“Ah…hmm, aniya! Kau dari tadi hanya diam saja. Jangan dipikirkan sikap teman-teman padamu belakangan ini. Aku yakin seiring berjalannya waktu, mereka akan lupa dengan masalah itu. Lagi pula aku yakin kau tidak mencuri.”

Jonghyun kembali tersenyum. Oh God! Tolong berhenti tersenyum seperti itu, Lee Jonghyun! Bisa-bisa aku mati meleleh.

“Benar kau percaya padaku? Percaya jika anak orang sepertiku tidak mencuri?”

“T-tidak! Eh… maksudku yah salah satunya itu! Hehe! Kita sekelas sudah hampir lima bulan. Aku selalu memperhatikanmu dan aku yakin kau bukan tipikal orang seperti itu.”

“Jadi kau selalu memperhatikanku?”

GLEK!

Bodoh! Matilah kau, Im Yoona! Aku kelepasan bicara.

“Aku bilang memperhatikan kalian bukan memperhatikanmu!” kataku berusaha menyembunyikan kesalahan terbodohku.

“Tidak! Aku mendengar jelas kau bilang ‘memperhatikanmu’!”

“Kau salah dengar!”

“Yah, baiklah! Mungkin aku memang salah dengar!” katanya sedikit terkekeh.

TIDAK!!!! Ini memalukan! Aku yakin wajahku sekarang memerah karena aku bisa merasakan panasnya.

Bodoh, bodoh, bodoh!

“Aku tidak memikirkan itu! Aku tidak peduli dengan masalah itu!” Jonghyun kembali membuka suara di saat aku sedang merutuki diriku sendiri.

“Lalu apa yang sedang kau pikirkan? Kau… bisa cerita padaku.”

Senyum manisnya memudar. Matanya lekat menatap mataku. Aku merasakan hawa serius terpancar darinya.

“Aku hanya berpikir apakah pergi adalah jalan yang terbaik?”

“M-maksudmu? Pergi ke mana?”

Perasaanku mulai tidak enak. Semoga pergi yang dia maksud adalah pergi berlibur. Siapa tau dia sedang merencanakan untuk liburan semester bulan depan. Sugesti, sugesti!

 

Author pov

 

“M-maksudmu? Pergi ke mana?”

“Pergi dari sini!”

Kedua mata Yoona membulat seketika. Bagaikan petir besar yang menyambar dirinya. Dan entah kenapa dia tiba-tiba jadi marah pada Jonghyun.

“Sini apa? Kau pergi hanya karena masalah itu? Picik sekali pikiranmu! Masih ada aku, Jonghyun! Aku masih mau berteman denganmu. Kau bisa marah jika kau merasa sikap teman-teman sudah keterlaluan padamu. Kalau kau pendam malah justru hanya akan menambah pikiranmu, bodoh! Jebal! Jangan bertindak bodoh! Kau harus memikirkan perasaanku!”

Jonghyun tersentak begitu Yoona berteriak padanya. Lengannya sudah mulai terasa sakit karena Yoona mencengkeramnya terlalu erat. Namun rasa sakit itu tidak dipikirkannya lagi begitu menyadari Yoona mulai menangis.

“Yoona-ya? Kau menangis?”

“KAU PIKIR AKU SEDANG MAKAN?”

Jonghyun kembali tersentak. Rasa bersalah mulai menjalari dirinya.

Tidak ada yang mereka lakukan setelah itu. Yoona masih menangis dengan kepala tertunduk. Tangannyapun masih mencengkeram lengan Jonghyun. Bingung dengan apa yang harus dilakukan, sebelah tangan Jonghyun meraih dagu Yoona hingga ia bisa melihat jelas wajah Yoona yang sembab karena air matanya.

Jonghyun mengusap bawah mata Yoona dengan jari jempolnya. Tangannya sedikit bergetar seiring debaran jantungnya yang terlampau cepat. Terasa lebih cepat dibanding sebelum-sebelumnya. Ditambah kedua manik mata Yoona yang menatap intens matanya, serasa jantungnya ingin meledak.

“Yoona-ya, kau membenciku?” tanya Jonghyun yang masih mengusap pipi Yoona dari air mata yang sudah mulai mengering.

“Kenapa aku harus membencimu?”

“Aku merasa kau membenciku sejak aku menginjakkan kakiku di sekolah. Hanya kau yang terkesan mengacuhkanku. Aku pikir kau membenciku.”

Yoona tersenyum. Memberanikan diri menggenggam pergelangan tangan Jonghyun yang masih sibuk dengan wajahnya.

“Kau tidak tahu apa yang aku rasakan jika aku di dekatmu. Dan aku rasa kau tidak menyadarinya!”

Sejurus mata mereka saling terkunci satu sama lain dalam diam. Bahkan mereka bisa mendengar debaran jantung mereka masing-masing. Serasa dunia kosong, tanpa suara hujan dan kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang.

Tanpa Jonghyun sadari, wajahnya mulai maju mendekat pada wajah Yoona. Gadis itupun perlahan menutup matanya, merasakan nafas hangat yang keluar dari mulut Jonghyun menyapu wajahnya. Dan pada akhirnya, hal yang tidak pernah Yoona duga tapi ia inginkan terjadi.

Disaksikan derasnya hujan yang turun membasahi kota Seoul, Jonghyun mencium Yoona. Serasa seperti tersengat listrik bagi keduanya begitu bibir mereka saling bersentuhan. Dan kali ini benar-benar seperti hanya ada mereka berdua di dunia ini. Saling melumat, saling menautkan jari-jari mereka dan saling berbagi kasih sayang melalui ciuman manis mereka.

Tidak peduli di mana Jonghyun mencium Yoona, sebelah tangannya menarik gadis itu mendekat dan memeluknya dengan erat tanpa melepaskan ciumannya. Tangan Yoonapun tanpa sadar memeluk pinggang Jonghyun. Bagaikan dua besi yang menempel karena adanya medan magnet yang kuat.

Dengan perlahan Jonghyun melepas diri. Memilih duduk membelakangi Yoona dari pada memandang wajah gadis itu, gadis yang sangat jarang mengajaknya bicara dan berhasil membuatnya penasaran.

“J-Jonghyun-ssi! Aku ingin bicara jujur!” kata Yoona lirih.

“Iya! Aku tahu itu!” Jonghyun mulai merubah posisi duduknya dan kembali menatap mata Yoona dengan serius. “Tapi maaf, aku tidak bisa! Aku tidak menyukaimu!”

Yoona terbelalak mendengar kata-kata Jonghyun barusan. Tidak mungkin menciumnya jika Jonghyun memang tidak menyukainya. Kecuali jika Jonghyun hanya ingin mempermainkan perasaan Yoona.

“Kenapa berbohong?”

“Aku tidak berbohong!”

“KAU BERBOHONG!”

Emosi Yoona sudah ada pada puncaknya. Suaranya mengalahkan suara derasnya hujan yang tidak kunjung berhenti.

“Maafkan aku, Yoona-ssi! Aku hanya terbawa suasana!”

“Suasana kau bilang? Kau hanya ingin mempermainkan perasaanku, huh?”

“Maaf!”

Hening. Diam kembali menyelimuti mereka. Sebisa mungkin Yoona menyembunyikan perasaan sakitnya. Ingin sekali menangis. Dengan sekuat tenaga dia menahannya walaupun imbasnya dadanya menjadi terasa sesak.

“Besok hari terakhirku di sekolah. Lusa aku akan pindah.”

Kedua tangan Yoona mengepal. Iapun tidak bisa menahan tangannya sendiri untuk tidak menampar sebelah pipi Jonghyun sehingga meninggalkan bercak merah di pipi putih milik lelaki itu.

“Yoona?”

“Kau pengecut!”

“Yoona! Kau tidak tahu apa-apa!” seru Jonghyun lantang.

“Yang aku tahu, kau itu pengecut! Pengecut karena hanya diam saat teman-teman menyudutkanmu. Pengecut karena kau lari dari masalahmu. Dan kau terlalu pengecut untuk berterus terang tentang perasaanmu sendiri. Pergi saja sana kalau begitu! Aku juga sudah muak denganmu!”

Yoona bangkit berdiri dalam satu hentakan dan memilih pergi meninggalkan Jonghyun tanpa menghiraukan hujan deras yang masih belum reda dan barangnya yang jatuh dari dalam tasnya yang ternyata tidak sepenuhnya tertutup. Jonghyun yang menyadari itu langsung memungutnya. Sebotol parfum berpita biru dengan pesan singkat yang tergantung di ujung pita tersebut.

Happy Birthday, Lee Jonghyun! Hwaiting ^^

Rasanya ingin menangis dan Jonghyun sudah tidak bisa membendung air matanya lagi.

Yang ia rasakan kini adalah penyesalan. Andai saja hal barusan terjadi sebelum Jonghyun memutuskan untuk menerima suatu tawaran, mungkin akan berakhir happy ending.

 

***

Yoona memasuki kelasnya dengan enggan. Langkahnya pelan seperti orang malas. Pada awalnya ia tidak ingin masuk hari ini. Namun, Yoona bukanlah gadis yang lemah yang tidak akan masuk sekolah hanya karena sesuatu yang menyangkut perasaan. Ia ingin membuktikan jika pria di dunia ini bukan hanya Jonghyun saja.

Namun, Yoona sadar bukan itu alasan dirinya memilih pergi ke sekolah ketimbang meringkuk di balik selimut. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan terakhirnya melihat seseorang yang disukainya secara diam-diam. Hatinya yang masih sakit tidak menghalangi niatnya melihat Jonghyun untuk yang terakhir kalinya. Sebisa mungkin Yoona melupakan kejadian kemarin.

Kedua matanya terpaku pada bangku Jonghyun yang kosong. Bertanya-tanya kemanakah sang pemilik sekarang ini. Yoona kecewa karena tidak mendapati sosok Jonghyun yang selalu datang lima belas menit sebelumnya.

“Haaah! Lagi-lagi aku berharap!” gumam Yoona.

“Berharap apa?”

Yoona tersentak begitu menyadari seseorang sudah berdiri di belakangnya.

“Sukki?”

“Jonghyun ingin pindah dari sini. Itu yang aku dengar tadi dari Kang sonsaeng.”

“Oh!” jawab Yoona sekenanya.

“Kau menyukainya, ya?”

“Iya! Eh.. maksudku tidak!” Yoona menggeleng-geleng kepalanya, dengan buru-buru ia mengganti perkataannya yang kelepasan.

“Tidak perlu berbohong! Tsk! Apa yang kau suka dari si pencuri itu?”

“Sudahlah! Aku tidak mau membahas Jonghyun!”

Yoona berjalan menuju bangkunya, meninggalkan Sukki yang masih diam menatap punggung Yoona. Dengan lengkah cepat gadis itu kembali ke bangkunya sendiri.

“Yoona-ya?” panggil Sukki begitu ia membalikkan badannya menghadap Yoona.

“Wae?” jawab Yoona dengan acuh.

“Maafkan aku untuk yang kemarin!”

“Gwaenchana! Aku juga sudah melupakannya.”

Sukki sadar suasana hati Yoona sedang tidak baik. Iapun memilih untuk kembali ke posisi semula, mengambil komik dari dalam tasnya dan membacanya sembari menunggu pelajaran pertama di mulai.

Yoona kembali menghela nafas panjangnya tanpa suara. Takut Sukki mendengarnya dan kembali menanyai dirinya.

Kemudian gadis itu tersadar sesuatu. Yoona merogoh isi tasnya.

“Kemana parfum itu?” gumamnya.

Parfum sepasang yang ia beli lusa lalu, bersamaan dengan parfum miliknya. Parfum itu rencananya ingin Yoona berikan pada Jonghyun hari ini dan berharap hubungan mereka bisa membaik.

Yoonapun bangkit berdiri. Kembali teringat sesuatu.

“Atau mungkin terjatuh di toilet? Aigoo! Semoga saja tidak pecah!”

Dengan langkah terburu-buru Yoona berjalan menuju tempat yang ia kunjungi terlebih dahulu sebelum memasuki kelas. Saking terburu-buru, ia tidak sengaja menabrak Yongguk yang sedang melangkah searah dengannya.

“Mianhae!” seru gadis itu.

Yoona tidak berhenti, melainkan tetap berlari tanpa menghiraukan Yongguk yang melihatinya dengan pandangan bingung. Yang ada dipikirannya kini hanya parfum Diamor Men yang sengaja ia beli untuk Jonghyun.

Ia sampai di toilet tersebut. Dengan nafas yang tersengal-sengal, manik matanya bergerak kesana-kemari mencari botol parfum tersebut.

“Sial! Kemana dia?” gumamnya.

Pada akhirnya Yoona menyerah karena tidak kunjung menemukan barang itu. Kali ini ia hanya bisa pasrah. Mendesah panjang karena putus asa.

Yoonapun keluar dari toilet wanita. Satu langkah menuju kelasnya, Yoona melihat segerombolan kakak kelas berkumpul di depan ruang tata usaha. Iapun lebih memilih jalan memutar lewat belakang gedung dari pada melewati gerombolan tersebut. Yoona paling benci berbasa-basi, tegur sapa dengan orang yang tidak dikenalnya.

Langkahnya lemas. Bagaimanapun, dia merasa sangat sayang harus kehilangan benda itu. Tidak ada waktu lagi untuk membeli kado ulang tahun Jonghyun.

“YA!”

Langkah Yoona terhenti begitu mendengar teriakan seseorang. Terasa tidak asing di telinganya. Matanya kembali bergerak kesana-kemari mencari sumber suara tersebut. Tak lama ia terkejut karena melihat dua orang lelaki sedang baku hantam. Lebih tepatnya, Yongguk duduk di atas tubuh Jonghyun dengan sebelah tangan terkepal ke atas.

“STOP!” teriak Yoona hingga Jonghyun dan Yongguk menoleh padanya. Yoona berlari menghampir mereka dan langung menarik Yongguk dari Jonghyun.

“Kalian apa-apaan, sih?”

Jonghyun bangkit berdiri. Membenarkan seragamnya yang berantakan dan kemudian menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya yang sedikit robek.

“Bukan urusanmu!” jawab Jonghyun sekenanya.

Ingin sekali Yoona mengulang kejadian kemarin, tapi sebisa mungkin ia menahan tangannya sendiri. Kedua tangannya terkepal kuat seiring menahan rasa amarahnya yang kembali memuncak.

“KAU-“

“Sudahlah, Yongguk!” Yoona kembali menarik tubuh Yongguk yang siap kembali menerjang Jonghyun. “Lupakan saja masalahmu dengan orang itu! Toh dia akan pergi. Kita kembali saja ke kelas!” katanya tanpa melepas tatapannya yang sinis pada Jonghyun.

Yongguk dan Yoonapun pergi meninggalkan Jonghyun.

Jonghyun menangis. Bukan karena rasa sakit yang ia rasakan akibat pukulan Yongguk yang ia terima, melainkan kata-kata Yoona barusan yang seolah sudah tidak menganggap dirinya lagi. Luka semalam belum sembuh, dan sekarang luka itu terasa melebar.

“Ayolah, Jonghyun bodoh! Kenapa menangis hanya karena yeoja, cengeng? Ini yang kau inginkan, bukan?” tanyanya pada diri sendiri. Diusapnya air mata yang terlanjur jatuh dan berusaha tegar dengan tersenyum.

 

 

Hari terasa panjang dan itulah yang dirasakan Yoona sekarang. Hingga sekolah berakhirpun, pikirannya masih melayang jauh dari mata pelajaran yang ia dapat hari ini. Semua yang para guru ucapkan tidak ada yang masuk ke dalam telinganya. Beruntung bagi Yoona karena guru-guru yang mengajar tidak menyadari jika ucapannya tidak di dengar oleh gadis itu.

“Ottokhae? Apa yang harus aku lakukan?”

Kata-kata Yongguk tadi pagi kembali terngiang. Yoona merasa harus melakukan sesuatu. Baik demi kebaikan Jonghyun maupun kebaikan teman-temannya.

Yoona berlari dengan cepat. Menutup pintu dan mencegah teman-temannya keluar dari kelas.

“Kau mau apa, Yoona-ya?” tanya Changmin. Lelaki itu berusaha menembus pertahanan Yoona, tapi Yoona berusaha menghalangnya.

“Aku ada les sepuluh menit lagi, Yoona! Cepat minggir!” timpal Hanjoon.

“Aku ingin bicara dengan kalian semua!”

“Tentang Jonghyun lagi? Aku tidak mau dengar!” teriak Inseok yang duduk di ujung kelas.

Please! Aku mohon dengarkan aku kali ini. Lima menit saja!”

Suasana menjadi hening. Tak lama kembali riuh. Teman-teman Yoonapun akhirnya kembali ke tempat duduk mereka masing-masing. Dengan perasaan gugup Yoona berjalan menuju  depan kelas, berdiri tepat di tengah-tengah.

Lidahnya kelu begitu menyadari semua pasang mata menatap dirinya. Kata-kata yang sudah ia siapkan seakan hilang begitu saja.

“Katanya mau bicara?” tegur Wooyoung pada gadis itu.

“Ehm! Teman-teman! Kita semua tahu kalau Jonghyun akan pergi meninggalkan kita. Maukah kalian memaafkannya?”

Hening.

“Kau sudah tahu apa jawaban kami, bukan?” celetuk Jaekyung.

“Kalian harus tahu yang sebenarnya!”

“Yang sebenarnya, Jonghyun itu mencuri ponselku! Kau melihatnya sendiri kan ponsel itu ada di dalam tasku, Im Yoona? Kenapa sih kau masih saja membelanya?”

Riuh menyelimuti kelas 1A, kelas khusus dengan IQ di atas rata-rata. Yoona hanya bisa menghela nafas panjang. Putus asa. Aksinya baru saja dimulai dan ia sudah kehilangan kata-kata.

Namun tiba-tiba suasana kembali hening. Yoona tersadar jika Yongguk ternyata sudah berdiri di sampingnya. Tersungging senyuman lega dari bibir gadis itu.

 

 

Jonghyun terpaksa menekan rem motornya kuat-kuat begitu mendapati sesosok laki-laki muncul secara tiba-tiba di depannya. Ia menetralkan gigi motornya dan menarik gas kuat-kuat agar sosok itu menyingkir. Sekeras apapun suara motor Jonghyun, Yongguk tetap tidak akan beranjak dari posisinya.

“Kau mau apa, huh?” teriak Jonghyun begitu membuka kaca helmnya.

“Kau harus membantuku!”

Dengan malas Jonghyun mematikan mesin motornya dan turun dari benda kesayangannya itu. Ia membuka helmnya dan nafasnyapun menyembul bak asap.

“Bantu apa? Kau masih ingat aku?”

“Aku selalu mengingatmu! Aku bukan tipe orang yang dengan mudahnya bisa melupakan sahabat sendiri dalam sekejap sepertimu!” sindir Yongguk.

Jonghyun hanya diam. Ia sadar memang dirinyalah yang menjauhi Yongguk, bukan sebaliknya.

“Kau ini menganggapku apa, huh? Kau bukan sekedar teman. Aku sudah menganggapmu seperti saudaraku sendiri. Tapi yang aku dapatkan justru seperti sebuah pengkhianatan.”

“Aku tidak mengkhianatimu apa-apa, Yongguk-ie!”

“Tidak menganggapku ada sama saja mengkhianatiku! Kau memendam masalahmu sendirian dan kau tidak bilang padaku soal kepindahanmu besok. Oh, hebat!” Yongguk bertepuk tangan seiring perkataannya.

Jonghyun masih terdiam. Ia tidak ingin berkata apa-apa saat ini. Ia sungguh menyesal atas sikapnya pada Yongguk. Jonghyun hanya tidak ingin menambah beban Yongguk di masa-masa berkabungnya. Kesedihan atas kematian ayah Yongguk satu bulan yang lalu pasti masih melekat pada diri Yongguk dan Jonghyunpun akhirnya memilih untuk merahasiakan sesuatu dari sahabatnya itu.

“Sudah selesai ceramahnya? Aku masih ada urusan! Cepat minggir!” seru Jonghyun seolah mengabaikan apa yang Yongguk katakan padanya. Yongguk tidak bergeming dari tempatnya. Ia tercengang mendapat perlakuan acuh dari Jonghyun.

“Kau boleh memperlakukan aku seperti orang lain. Tapi tolong bantu aku untuk yang terakhir kalinya. Setidaknya ini untuk Yoona.”

Kedua tangan Jonghyun berhenti bergerak, helmpun tidak jadi terpasang di kepalanya.

 

 

“Kenapa tidak meminta bantuan penjaga sekolah?” tanya Jonghyun setengah berlari menyusuri lorong sekolah yang hanya diterangi lampu temaram.

“Kim ahjussi tidak ada. Aku bingung harus minta tolong pada siapa, yang terpikir olehku cuma kau,” jawab Yongguk. Langkahnya tak kalah cepat dengan langkah Jonghyun.

“Ya Tuhan! Ini masalahku. Kenapa Yoona yang dibawa-bawa? Tega sekali mereka!”

“Dia melakukan itu semua untukmu! Teman-teman jadi ikut membencinya karena terus-terusan membelamu. Aku tidak bisa berkutik saat mereka tega mengurung Yoona di lapangan indoor. Dia pasti sedang ketakutan sekarang.”

Langkah mereka berdua makin mendekat. Yang terdengarpun hanya suara derap langkah mereka yang cepat. Sekolah sungguh sunyi menjelang tengah malam.

Mereka berhenti di depan pintu besar. Jonghyun berusaha membuka pintu itu dan hasilnya nihil. Gagang pintu terbelit rantai besar dan dikaitkan dengan sebuah gembok.

“Yongguk, cari linggis atau benda apapun yang bisa menghancurkan rantai ini di gudang!”

Tanpa babibu Yongguk pergi meninggalkan Jonghyun. Jonghyun sendiri masih berusaha membuka pintu itu dengan sekuat tenaga.

“YOONA! KAU ADA DI DALAM?” teriak Jonghyun dari luar. Namun ia tidak ada respon dari dalam. Jonghyunpun mulai khawatir, takut terjadi apa-apa pada gadis itu.

“Ya, bicaralah!”

Jonghyun membuka paksa pintu itu dan ajaibnya pintu terbuka. Rantai jatuh, menimbulkan suara gaduh yang cukup memekakkan telinga. Dan Jonghyunpun tersadar jika gemboknya ternyata tidak terkunci.

Tanpa membuang-buang waktu Jonghyun memasuki lapangan indoor tersebut. Gelap sekali. Jonghyun tidak tahu di mana saklar berada. Yang bisa ia lakukan adalah menelusuri setiap sudut lapangan dan berharap bisa melihat Yoona.

JRENG!

Suara gitar tiba-tiba mengalun.

 

And I 
Never thought I’d feel this way
And as far as I’m concerned I’m glad I got the chance to say
That I do believe I love you

And if I should ever go away
Well then close your eyes and try to feel the way we do today
And than if you can’t remember…..

Keep smilin’
Keep shinin’

Knowin’ you can always count on me
for sure
that’s what friends are for

In good times
And bad times
I’ll be on your side forever more
That’s what friends are for

Well you came and open me
And now there’s so much more I see
And so by the way I thank you….

Ohhh and then
For the times when we’re apart
Well just close your eyes and know
These words are comming from my heart
And then if you can’t remember….Ohhhhh

 

(Stevie Wonder – That’s What Friend Are For)

 

 Jonghyun terkejut karena ia mengenal suara ini. Matanya bergerak kesana-kemari dan tidak menemukan apapun kecuali hitam. Ia benar-benar tidak melihat apapun.

JTEK!

Sebuah lampu besar dari atap lapangan menyorot seseorang di sudut ruangan. Mata Jonghyun menangkap sosok Yoona yang berdiri dengan sebuah gitar putih.

Yoona kembali memetik gitarnya seraya berjalan perlahan menghampiri Jonghyun. Lampu sorot masih menyinarinya bak seorang penyanyi yang menguasai panggung nan gelap.

 

Ohhh and then 
For the times when we’re apart
Well just close your eyes and know
These words are comming from my heart
And then if you can’t remember….Ohhhhh

 

Nyanyiannya terhenti begitu Yoona sudah berdiri di hadapan Jonghyun. Ia tersenyum melihat mulut Jonghyun yang menganga.

“Hai!” sapa Yoona lirih. Ia memutar gitarnya ke belakang tubuhnya agar ia leluasa berbicara.

“Ada apa ini sebenarnya?”

“Ini kejutan, bodoh!”

Jonghyun terdiam. Menatap intens mata Yoona yang berbinar-binar. Dirinya masih belum sepenuhnya mengerti dengan keadaan.

“Kejutan untuk apa?”

“Ya Tuhan! Ke mana otak cerdasmu kau sembunyikan? Sekarang sudah jam dua belas lewat. Ini tanggal 15 Mei, Jonghyun! Hari di mana seseorang yang aku sukai dilahirkan tujuh belas tahun yang lalu.”

Lelaki itu benar-benar tidak mengingat sama sekali dengan hari ulang tahunnya. Pikirannya terlalu dipenuhi dengan masalah-masalah yang menimpanya dan perihal kepergiannya yang mungkin akan membuatnya menyesal seumur hidup.

“Kau tahu tanggal ulang tahunku?”

“Kau sungguh menyebalkan, ya? Bodoh! Kalau aku tidak tahu, aku sekarang di rumah dan sibuk berkelana di mimpiku.”

Suasana kembali hening. Mereka hanya diam saling tatap.

“Tunggu! Siapa orang yang kau sukai?”

Gigi Yoona saling beradu hingga menimbulkan suara gemeretak yang cukup keras. Ia menghentakkan kakinya dengan keras lalu berbalik dari hadapan Jonghyun. Cukup kesal karena laki-laki yang terkenal paling pintar nomor satu di kelas setelah Jaebum tidak bisa menangkap situasi.

“Hei!”

Jonghyun buru-buru menangkap lengan Yoona sebelum gadis itu pergi. Ditariknya Yoona. Saking terlalu kencang, bibir Jonghyun nyaris saja mencium kening Yoona. Jantung Yoona berdesir dengan hebat begitu merasakan nafas Jonghyun kembali menyapu wajahnya untuk yang kedua kalinya.

Dengan segenap keberanian, Yoona mendongakkan wajahnya.

“Gomawo!” seru Jonghyun dengan suara yang amat pelan tapi masih mampu Yoona dengar.

Kedua tangan gadis itu gemeteran begitu menyadari Jonghyun menundukkan kepalanya. Jantungnya seakan ingin meledak karena jarak wajah mereka yang sudah tidak terelakkan lagi. Iapun menutup kedua matanya dan pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ini yang kedua kalinya bagi Yoona dan kedua kalinya untuk Jonghyun. Ciuman kali ini lebih hangat dan lebih bermakna, terutama bagi Jonghyun.

“Nado joahae!” kata Jonghyun.

“Kau juga menyukaiku?”

“Karena keacuhanmu padaku!”

Kedua tangannya turun dan menggenggam kedua tangan Yoona yang dingin.

“Kau kedinginan!”

“Sepertinya kau tahu bagaimana cara menghangatkanku?”

“Maksudmu seperti ini?”

Jonghyun menarik tubuh Yoona ke dalam dekapannya. Memeluknya dengan erat seakan tidak ingin melepaskannya lagi.

“Maafkan aku untuk yang kemarin. Disebut pengecut olehmu rasanya menyakitkan.”

Tubuh mereka berdua bergerak pelan ke kanan dan ke kiri, beriringan dengan musik dansa yang mengalun.

Dijarak sedekat itu, Yoona tersenyum. Ia bisa merasakan debaran jantung Jonghyun yang tidak ada bedanya dengan debarannya sendri.

“Kau wangi sekali, Jonghyun-ssi! Mau pergi ke mana malam-malam begini?”

“Ke rumahmu. Memperbaiki keadaan. Dan mengucapkan terima kasih untuk kado ulang tahunnya. Aku suka. Wanginya tidak terlalu jauh berbeda dengan wangimu.”

Gerakan Yoona terhenti.

“Kau menemukannya?” tanya Yoona dengan matanya yang melebar.

“Kemarin jatuh saat kau pergi.”

“Tsk! Pantas aku tidak menemukannya!”

Jonghyun terkekeh pelan saat Yoona mengumpat. Tangannya kembali menuntun Yoona untuk kembali berdansa bersamanya. Keduanya tidak sadar jika lampu kembali menyala secara perlahan.

“Tapi syukurlah kau menyukainya. Aku membelinya sehari sebelum kau memuji aroma parfumku.”

“Gomawo!”

Mereka berdua kembali diam. Terlalu sibuk menenangkan debaran mereka yang terlampau cepat. Jonghyun kembali tersenyum mengingat apa yang terjadi padanya barusan ini. Terasa sangat sulit untuk mempercayainya.

“Jonghyun, boleh aku tahu apa alasan kepergianmu?”

Kali ini Jonghyun yang menghentikan gerakannya. Sedikit mendorong tubuh Yoona perlahan agar ia bisa menatap kedua mata gadis yang disukainya itu.

“Mengejar mimpi. Aku mengikuti sebuah audisi dan aku berhasil menjadi trainee di sana.”

“Jeongmal?” Yoona mencengkeram kedua bahu laki-laki itu dan mengguncang tubuhnya. “Kau hebat! Kenapa tidak menceritakan ini padaku?”

“ Tidak ingat ya, kita bicara bisa dihitung dengan jari? Bagiku, ini berita baik dan berita buruk. Berita baik karena tinggal beberapa langkah lagi menuju impianku menjadi seorang penyanyi. Dan berita buruk karena aku harus meninggalkan orang-orang yang kusayangi.”

“Dan kau sengaja menutupi kesalahan pencuri yang sesungguhnya agar kau bisa pergi dengan tenang?”

“Aku pikir begitu! Bagaimana kau bisa tahu kalau bukan aku yang mencuri?”

Tangan Yoona mencari tangan Jonghyun dan menggenggamnya dengan erat.

“Aku sudah bilang kalau aku mempercayaimu. Lagi pula Yongguk sudah menceritakan semuanya.”

Jonghyun menghela nafasnya karena kebohongannya telah terbongkar.

“Kami berdua tidak sengaja memergoki seseorang dari kelas sebelah sedang berada di dalam kelas kita dengan sebuah ponsel digenggamannya. Cukup iba mendengar alasan yang ia katakan sampai-sampai dia menangis. Tiba-tiba Suji datang untuk memanggilku dan Yongguk. Entah kenapa kami justru menyuruhnya bersembunyi dan ternyata dia malah menyembunyikan ponsel itu di dalam tasku.

Kau tahu? Aku terlalu amat menyukai teman-teman di kelas. Aku sudah menerima berita bahagia perihal mengenai lulus audisi itu satu bulan yang lalu. Dan meninggalkan kalian rasanya terlalu amat disayangkan. Dan bodohnya, terpikir olehku untuk menggunakan masalah itu sebagai tameng kepergianku. Dengan membenciku, kalian akan cepat melupakanku dan akupun bisa pergi dengan tenang.”

“Tapi nyatanya kau tidak tenang, kan?”

Jonghyun mengangguk.

“Kau tahu kenapa?”

Yoona menggeleng dengan pelan.

“Karena terasa sangat sulit untuk meninggalkanmu. Impianku bisa diraih kapan saja, tapi kau? Aku akan sangat menyesal karena meninggalkanmu!”

Yoona tertawa lirih. Air matanya tiba-tiba saja jatuh.

“Maaf karena aku telah menghalangi semua itu.”

“Hei!”

Jonghyun merengkuh dagu gadis itu dan menyeka air mata Yoona. Bukan ini yang ingin ia lihat darinya.

“Jangan menangis!” kata Jonghyun di sela senyuman yang mampu menenangkan hati Yoona. “Aku tetap akan di sini. Untukmu!”

“Hanya untuknya?”

Sebuah suara mengejutkan Jonghyun. Iapun menoleh ke belakang dan mendapati teman-teman sekelasnya berdiri menatapnya.

“Kenapa kalian di sini?”

“Kau pikir Yoona bisa melakukan semua ini sendirian? Tidak jika tanpa bantuan kami.”

Manik mata Jonghyun bergerak ke kiri dan ia mendapati sahabatnya berdiri seraya memegang kue tart.

“Yongguk? Kau juga sekongkol?”

“Seperti yang kau lihat!”

Wooyoung berjalan menghampiri Jonghyun dan Yoona, memimpin teman-teman yang lain.

“Aku, selaku ketua kelas 1-A, mewakili teman-teman yang lain ingin meminta maaf padamu,” Wooyoung menjulurkan tangannya pada Jonghyun.

Jonghyun menatap sosok-sosok itu bergantian dan terdiam sejenak. “Sudahlah! Lupakan saja!” seru Jonghyun sembari membalas uluran tangan Wooyoung. Diiringi suara tepuk tangan dan sorak sorai orang-orang di sana.

“Kau benar-benar akan pergi, Jonghyun?”

“Tidak! Aku akan sangat menyesal jika aku meninggalkan kalian.”

“Meninggalkan kami atau Yoona?” cetus Sukki seraya menunjuk Yoona.

“Yoona adalah alasan utamaku!”

Yoona menarik tangan Jonghyun hingga laki-laki itu berdiri di hadapannya. “Jangan jadikan aku sebagai penghalangmu.”

“Tidak! Justru impianku yang akan menjadi penghalang.”

Yoona ikut tersenyum begitu melihat Jonghyun tersenyum. Segera ia meraih kedua tangan Jonghyun dan menggenggamnya dengan erat.

“Gomawo! Aku menyukaimu!”

“Nado!”

“Bisa kita hentikan dramanya? Kau pikir kue ini ringan?”

Semua tertawa mendengar celetuk dari Yongguk. Namun tawa mereka segera berhenti begitu mendapati Yoona yang secara tiba-tiba ambruk tidak sadarkan diri.

 

 

***

Kedua mata Yoona mengerjap begitu merasakan sinar mentari yang menyeruak melalui jendela kamarnya terasa begitu menusuk matanya yang terpejam. Iapun bangkit dari tidur dan meregangkan tubuhnya yang terasa kaku.

Terdengar helaan nafas keras darinya.

Kecewa.

“Hanya mimpi? Terasa seperti kenyataan!”

Yoona bangkit berdiri dari tempat tidurnya. Berjalan dengan malas menuju ke kamar mandinya hanya untuk sekedar mencuci wajahnya.

“Ya Tuhan! Matamu sipit sekali, Yoona? Kau tidur berapa bulan?” katanya begitu ia melihat dirinya sendiri melalui cermin. Dengan cepat ia menggosok-gosok wajahnya dengan air. Diraihnya handuk kecil di dekat wastafel dan membersihkan wajahnya dari air-air yang menempel. “Better!”

Perutnya tiba-tiba keroncongan. Iapun keluar dari kamar mandi, menuruni anak tangga dan dengan sedikit tergesa-gesa berjalan menuju dapur.

Baru disadarinya jika hanya ia seorang diri di rumah karena suasana yang terlalu hening. Ia pikir orang tua sekaligus kakaknya sedang lari pagi.

“Hari apa ini?”

Langkahnya sedikit berbelok. Hanya untuk mengecek jam digital yang ada di samping televisi.

“MWO?”

Yoona terkejut begitu menyadari hari ini adalah hari Selasa dan dalam waktu satu jam lagi gerbang sekolah akan ditutup.

“Kenapa tidak ada satu orangpun yang membangunkanku?”

Yoona melesat pergi menuju kamarnya untuk mengganti baju dengan seragam sekolah. Tanpa memperhatikan seragamnya yang masih sedikit berantakan, ia berlari menuju meja belajarnya dan memasukkan buku pelajaran seadanya.

“Oppa bodoh! Kenapa dia pergi sekolah tanpa membangunkanku?”

Ia kembali berlari menuju rak sepatu yang terletak di dekat pintu sembari merutuk kesal karena kakaknya yang sekolah di sekolah yang sama tidak membangunkannya. Masih dengan tergesa-gesa ia memakai sepatunya. Perutnya sungguh terasa sangat lapar seperti belum makan selama seminggu. Namun sekarang ini ia sangat dikejar waktu dan tidak ada waktu untuk memikirkan makanan.

CKLEK!

“Yoona? Kau mau kemana?” tanya ibunya yang muncul dengan satu kantung kertas coklat yang ia gendong.

“Mau sekolah lah, umma! Masa iya mau lari pagi!”

“Tapi-“

Yoona bangkit berdiri dan dengan cepat mencium sebelah pipi ibunya.

“Aku berangkat!”

“Ya! Yoona-ya?”

Gadis itu tidak menggubris sang ibu. Yang ada dipikirannya kini hanya gerbang sekolah yang masih terbuka.

 

 

Bersyukur jam masuk sekolah masih terhitung sepuluh menit lagi sehingga iapun masih bisa menembus gerbang sekolah yang masih terbuka lebar.

Kedua tangannya kini bertumpu pada dinding. Tubuhnya terasa lelah sekali dan kakinya tiba-tiba saja bergetar. Padahal ini bukan kali pertama ia berlari dikejar-kejar waktu agar tidak terlambat sekolah, tapi rasanya kali ini berbeda. Merasa tenaganya terkuras habis.

Dengan langkah gontai ia memasuki kelasnya. Suasana yang tadinya riuh tiba-tiba berubah hening. Semua pasang mata memandanginya dalam diam. Tidak terkecuali Jonghyun yang tadinya sibuk bersenda gurau dengan Hyunjong dan Changmin.

“Jadi Jonghyun dituduh pencuripun juga mimpi?” gumamnya pada diri sendiri.

Kakinya kembali bergetar. Yang ia butuhkan adalah duduk. Tanpa membuang-buang waktu ia kembali melanjutkan perjalanannya menuju bangkunya.

“Gwaenchana?” tanya Eunchae begitu Yoona telah duduk di bangkunya. Ada perasaan lega begitu ia melemaskan kaki dan tubuhnya.

“Gwaenchanayo! Tapi tumben sekali aku jadi gampang lelah begini.”

Jonghyun yang matanya tidak lepas dari Yoona sejak kedatangan gadis itu bangkit dari duduknya, meninggalkan Hyunjong dan Changmin.

“Kenapa tidak bilang kalau hari ini kau sudah boleh sekolah?” tanya Jonghyun yang secara tiba-tiba duduk di meja Yoona.

Mulut gadis itu hanya menganga. Cukup terkejut karena Jonghyun yang tidak biasa bicara dengannya tiba-tiba datang menghampirinya dan bersikap seolah ia mengkhawatirkan Yoona.

“Kenapa aku harus memberitahumu?”

“Ya!” Sukki tiba-tiba ikut bangkit  dari bangkunya dan berjalan menghampiri Yoona. Ia menyentuh kening Yoona dengan punggung telapak tangannya. “Masih hangat. Harusnya kau di rawat di rumah sakit saja agar otakmu juga ikut sembuh.”

Yoona menepis tangan Sukki. “Aku tidak sakit!”

“Ibumu tidak cerita kalau kau pingsan dua hari yang lalu? Kami bahkan sempat membawamu ke rumah sakit dan dokter bilang kau hanya kelelahan dan banyak pikiran. Jonghyun, antar saja pacarmu pulang!”

Pingsan? Tapi bukan kata itu yang membuat gadis itu terkejut. Mata Yoona terbelalak begitu Sukki menyebut kata pacar. Dan ia mulai berpikir jika semua yang telah terjadi bukanlah mimpi.

“Iya, tubuhmu masih hangat!”

Rasanya ingin pingsan begitu pipinya disentuh oleh Jonghyun.

“Chagi, aku antar kau pulang, ya? Yah, hitung-hitung izin pulang. Trainee baru harus berkumpul jam dua belas siang nanti.”

“Cha-gi?” seru Yoona seperti orang bodoh. Ia masih belum bisa mencerna situasi.

“Kau kenapa, sih? Ayo aku antar kau pulang!”

Jonghyun menarik tangan Yoona hingga membuat gadis itu berdiri. Hidung Yoona menangkap aroma yang terasa tidak asing. Aroma tubuh Jonghyun.

“Ini wangi-“

“Kau juga lupa dengan kado darimu? Aku memakainya, lho! Coba cium!” Jonghyun kembali menarik tangan Yoona dan dalam sekali hentakan gadis itu jatuh ke dalam pelukannya. Orang-orang yang menyaksikan itu bersorak dengan keras.

Jonghyun mengedipkan sebelah matanya pada Yongguk begitu matanya secara tidak sengaja bertemu dengan mata sang sahabat. Yongguk hanya tertawa karena itu.

“Wangi, kan?” tanya Jonghyun.

Namun Yoona tidak meresponnya. Baru Jonghyun sadari Yoona kembali tidak sadarkan diri dipelukannya. Entah karena kekurangan tenaga atau karena kenyataan yang menyebutkan jika ia adalah pacar seorang Lee Jonghyun.

 

 

After Story

 

“Jonghyun-ssi?”

“Ne?”

“Kau pasti tahu kemarin hari apa!”

“Hari Rabu tanggal 15 Mei, bukan?”

“Nenek-nenek ompong juga tahu itu!”

Semua member CNBLUE dan Shindong yang merangkap menjadi seorang penyiar radio tertawa serempak.

“Hahahaha! Kemarin hari ulang tahunku yang ke-23!”

“Apa yang kau rasakan?”

“Tentunya aku merasa makin tua.”

Suasana di studio mendadak hening. Jonghyun menyadari akan ucapannya yang terkesan garing lalu buru- buru meralatnya.

“Aku bersyukur masih diberi nafas hingga diumurku yang sekarang. Dan tentunya aku sangat bersyukur aku masih bersinar bersama dengan para member.”

“Apa ada hal yang mengganjal? Wajahmu seperti ragu-ragu.”

“Sebenarnya ada seseorang yang belum mengucapkan selamat ulang tahun untukku.”

“Seseorang? Hmm, aku mencium sesuatu! Siapa dia?”

“Aku akan mengungkapnya nanti, bukan sekarang.”

“Kau misterius sekali. Baiklah! Apa ada yang ingin kau katakan untuknya? Siapa tahu sekarang ini dia sedang mendengar kau siaran.”

“Tidak mungkin! Dia ada di seberang benua sana dan mungkin sekarang ini sedang sibuk dengan kegiatannya.”

“Begitukah? Yah, ungkapkan saja apa yang ingin kau katakan padanya. Anggap ia mendengarmu.”

Jonghyun menarik nafasnya dalam-dalam dan menghempaskannya secara perlahan.

“Saranghae!”

Ketiga member CNLUE spontan bertepuk tangan di sela gelak tawa mereka dan Shindong hanya berteriak histeris layaknya seorang fans fanatik.

“Jonghyun-ssi! Kau harus menceritakan gadis itu padaku nanti, arachi? Sekarang ada penelpon yang sedang menunggu untuk bicara denganmu. Siapakah gadis beruntung itu? Annyeong?”

“Annyeonghaseyo!”

Jonghyun terbelalak begitu mendengar suara di seberang telepon. Suara seorang wanita yang ketahuan sekali sengaja disamarkan. Tapi Jonghyun dengan mudah mengenali siapa si pemilik suara fake-bass itu.

“Siapa di sana?”

“Diamor!”

“Diamor? Nama samaran, kah? Kau-“

“Shindong-ssi, bisa aku bicara pada Jonghyun sekarang? Konserku akan segera di mulai!”

“Baiklah, baiklah! Apa yang ingin kau sampaikan pada Jonghyun?”

Suasana tiba-tiba kembali hening. Diamor tak kunjung bicara.

“Diamor-ssi?”

“Nado saranghae!”

TUUUT TUUUT TUUUT

Jonghyun hanya tercengang di saat member CNBLUE yang lainnya berteriak histeris mendengar suara gadis yang mereka tahu siapa itu.

“Konser? Tunggu! Suara tadi sepertinya aku kenal. YAH, KAU MENGENCANI MEMBER SNSD, IM YOONA?”

 

-END-

 

Adegan terakhir terinspirasi dari scene di Sassy Girl, waktu teman-teman sekelas Chunhyang & Mongryong ngerayain pernikahan mereka di aula sekolah kkkkk

20 thoughts on “[[FF EVENT – JONGHYUN’S BIRTHDAY]] DIAMOR

  1. Sumpah seru banget… aku suka ceritanya..
    romantisnya Jonghyun sama Yoona benar-benar membuatku iri,,
    dan pas endingnya ga nyangka ternyata yoona udah jadi artis padahal awalnya yang jadi trainee cuma jonghyun dan ga di ceritain gimana yoonanya, bahkan jonghyun juga sempat berencana batalin karna yoona, endingnya mengejutkan..

  2. ah,jonghyun knp t’ll baEk d tuduh mncuri diem ja….!? Knp yoona jd pikun gTu ce….?! daebk dtnggu ff sLnjut’y

  3. ahhhhhhhh sumpah ini sweet bgt loh.
    itu after story kisah nyata ceritanya. dan kisah di sma itu apa???? hahaha.
    bagus sihhhh. ah ah jd kangen jongyoon kan

  4. sumpah keren bgt…
    apa agi pas endingnya….
    shindong.”YAH, KAU MENGENCANI MEMBER SNSD, IM YOONA?”

    suka-suka…..

  5. suka,. suka.. suka.. banget sama ceritanyaaa~
    kereenn… suer deh!!!
    apalagi sama main castnya.. huwaaa~ daebak!!!
    feelnya dapet banget, ya ampun awalnya nyesek gitu bacanya,, tapi akhinya happy end..
    bikin ff jonghyun yoona lagi ya? hwaiting!!!

  6. Suer ya.. Ini kereeeeeeeeennnnn abissss!!! XD
    Astaga! Aigoo! Omonaaa! So sweet banget aduh aduh!! *heboh sendiri*
    Suka banget sama sifatnya Yoona.. Dan abang Jonghyun itu kelewat baik astaga–‘ bikin orang benci cuma gara gara dia mau ikut trainee… Itu…… .-.
    Aduh.. Itu kenapa juga Yoonanya mendadak pikun(?) –‘
    Waaaa JongYoonnnn.. Aduh aduh itu scene yang terakhir yang real itu terkesan bener bener nyata.. Aduh uri JongYoon neomu neomu johae.. XDXDXD
    Oke thor, buat FF yang bagus bagus lagi ya! Fighting! (9’O’)9

  7. whoooaaa aku kira part yang terakhir beneran..wkwkwk..DAEBAK deh, author chingu! d^o^b
    sukkkaaaaaaa banget sm ff ini 😀 mau, dong sehariiiiiii ajah jadi Im Yoona yang ada di ff ini *gokil to the max*
    perbanyak lagi ff dengan cast DeerBurning yaaaaaaa *v* lagi kesem-sem sama mereka..hihihihihihihi..
    semangat terus menulis, author chingu ^^9

Leave a reply to Nathasya Cancel reply